Sukses

Perang Geng di Haiti: Lebih dari 200 Orang Jadi Korban

Polisi yang kekurangan prajurit tak bisa membendung pertempuran antara dua geng tersebut.

Liputan6.com, Cite Soleil - Di tengah situasi politik yang bergejolak, terjadi perang geng di Haiti. Insiden itu memicu bentrokan yang mengakibatkan korban dalam skala besar. Polisi pun tak kuasa membendung konflik tersebut. 

Dilaporkan VOA Indonesia, Minggu (17/7/2022), Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan, Sabtu (16/7), bahwa kekerasan geng menewaskan atau melukai sedikitnya 234 orang pada 8-12 Juli di Cite Soleil, permukiman miskin dan padat di Ibu Kota Haiti, Port-au-Prince.

Kerusuhan itu pecah antara dua geng yang bersaing. Polisi yang kekurangan peralatan dan sumber daya manusia, gagal untuk mengatasinya. Akibatnya, banyak warga terperangkap di rumah mereka, tidak bisa keluar bahkan untuk mendapatkan makanan dan air.

Karena banyak rumah di permukiman kumuh itu terbuat dari seng, sejumlah warga ikut jadi korban peluru nyasar. Ambulans juga tidak dapat mencapai mereka yang membutuhkan.

"Kebanyakan korban tidak terlibat secara langsung dalam geng-geng, namun menjadi sasaran langsung elemen-elemen geng. Kami juga menerima laporan baru tentang kekerasan seksual," kata juru bicara kantor HAM PBB Jeremy Laurence.

Awal pekan ini, Jaringan Pertahanan HAM Nasional, sebuah organisasi Haiti, menyebutkan 89 orang telah tewas, 74 terluka dan 16 belum diketahui nasibnya.

Selama enam bulan dari Januari hingga Juni, kantor HAM PBB menyebutkan total korban tewas sebanyak 934 orang dan 684 orang terluka. Sebanyak 680 penculikan juga terjadi dalam periode itu, katanya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Gejolak Politik

Pejabat Senior PBB Untuk Haiti Helen La Lime pada Kamis (16/6) mengatakan kepada Dewan Keamanan PBB bahwa “ketidakamanan dan ketidakpastian politik yang berkepanjangan, dikombinasikan dengan situasi ekonomi yang mengerikan dan peningkatan kebutuhan kemanusiaan, telah sangat menghambat pembangunan sosial-ekonomi negara itu, memperlebar kesenjangan ekonomi dan merusak upaya pembangunan perdamaian.

La Lime menyampaikan penjelasan tentang situasi di Haiti, di mana diskusi untuk membentuk pemerintahan bagi demi masa depan negara itu masih menemui jalan buntu.

 

Sejak penjelasan terakhirnya pada Dewan Keamanan PBB, La Lime mengatakan cengkeraman geng yang mengendalikan bagian-bagian kawasan metropolitan Port-au-Prince telah semakin tumbuh pesat seiring meluasnya pengaruh mereka, demikian dikutip dari laman VOA Indonesia, Sabtu (18/6).

Menurut PBB, dibandingkan lima bulan terakhir pada tahun 2021 lalu, penculikan telah meningkat 36 persen, sementara pembunuhan yang disengaja meningkat 17 persen. Pada bulan Mei saja, Kepolisian Nasional Haiti (HNP) melaporkan 201 pembunuhan yang disengaja dan 198 penculikan, dengan rata-rata sekitar tujuh kasus per hari.

Kekerasan mengerikan juga terjadi di pinggiran kota Cité Soleil, Croix-des-Bouquets dan Tabarre pada akhir April dan awal Mei lalu, di mana sejumlah perempuan dan anak perempuan menjadi korban kekerasan seksual. Menurut PBB hal ini merupakan contoh keadaan teror di Haiti seiring memburuknya kondisi politik dan ekonomi.

La Lime mengatakan rasa tidak aman yang semakin dalam itu diperburuk dengan ketidakmampuan HNP mengatasi situasi. Untuk itu, tambahnya, “dengan sangat mendesak saya menyerukan kepada negara-negara anggota untuk memberikan dukungan yang lebih besar, dengan berkontribusi pada lembaga pendanaan yang dikelola UNDP, yang didedikasikan untuk mendukung polisi (HNP) dan membantunya mengatasi tantangan yang dihadapi.”

3 dari 4 halaman

Mantan Senator Haiti Diduga Berkonspirasi Bunuh Presiden Jovenel Moise

Amerika Serikat, pada Senin (9/5), mendakwa seorang mantan senator Haiti yang berkonspirasi untuk membunuh mantan Presiden Haiti, Jovenel Moise.

Ia merupakan tersangka ketiga yang didakwa oleh Departemen Kehakiman Amerika Serikat, di saat penyelidikan yang dilakukan di Haiti sendiri atas pembunuhan itu masih terhenti, demikian dikutip dari laman VOA Indonesia, Rabu (11/5/2022).

John Joel Joseph, yang polisi Haiti sebut sebagai tersangka beberapa hari setelah pembunuhan brutal itu terjadi pada Juli lalu, melarikan diri dari Haiti dengan perahu dan ditangkap di Jamaika pada Januari karena memasuki negara itu secara ilegal. Ia kemudian diekstradisi ke Amerika Serikat.

Joseph menghadapi tuduhan bersekongkol melakukan pembunuhan atau penculikan di luar Amerika dan memberikan dukungan material yang mengakibatkan kematian, demikian menurut rilis berita Departemen Kehakiman AS.

 

4 dari 4 halaman

Proses Identifikasi

Jaksa AS mengatakan konspirasi tersebut awalnya bertujuan untuk menculik Moise tetapi kemudian berkembang menjadi rencana pembunuhan setelah kelompok itu tidak bisa memperoleh pesawat untuk membawanya keluar dari Haiti.

"Ada ketika seorang tersangka lain dalam konspirasi itu mendapatkan tanda tangan seorang mantan hakim Haiti perihal permintaan bantuan secara tertulis, untuk melanjutkan penangkapan dan pemenjaraan Presiden Moise," ungkap rilis berita itu.

Ia juga ikut membantu mencari kendaraan dan senjata api untuk mendukung operasi tersebut, lanjut rilis berita tersebut.

Rilis itu mengidentifikasi tersangka dengan nama keluarga "John," sementara pihak berwenang Haiti mengatakan nama belakangnya adalah "Joseph."

Jaksa AS pada Januari lalu mengajukan tuntutan serupa terhadap Rodolphe Jaar, seorang warga negara ganda Haiti-Chili, dan Mario Palacios, seorang mantan tentara Kolombia yang menurut polisi Haiti adalah bagian dari tim yang beranggotakan lima orang, yang masuk ke kamar tidur Moise untuk menembaknya.

Proses peradilan Haiti atas pembunuhan itu terhenti, di mana empat hakim dalam kasus tersebut berhenti di tengah keluhan tentang ancaman pembunuhan dan kekhawatiran akan keamanan pribadi mereka.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.