Liputan6.com, Jakarta Putra Mahkota Arab Saudi, Pangeran Mohammed bin Salman (MbS), meminta agar Iran ikut bekerja sama dalam keamanan kawasan. Itu ia sampaikan pada pembukaan Jeddah Security and Development Summit yang melibatkan anggota Gulf Cooperation Council (GCC), serta Mesir, Yordania, dan Irak.
Negara-negara anggota GCC adalah Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Qatar, Oman, Bahrain, dan Kuwait.
Advertisement
Baca Juga
Dilaporkan Saudi Gazette, Minggu (17/7/2022), Pangeran Mohammed bin Salman menyebut perlunya upaya terpadu untuk mendukung ekonomi global. Ia juga membahas masalah kebijakan energi yang tidak realistis sehingga memicu inflasi.
Terkait Iran, ia meminta agar Iran bekerja sama dengan negara-negara lain di kawasan, serta tidak ikut campur urusan negara-negara lain.
Selama ini, Arab Saudi menyebut Iran sebagai pendukung Houthi yang terlibat dalam konflik di Yaman.
Masalah Yaman juga dibahas di Jeddah Summit. Saudi berjanji akan menjaga keamanan dan stabilitas di Yaman, serta mengirmkan bantuan.
Terkait energi, Pangeran MbS menyebut akan terus berinvestasi pada energi fosil sekaligus energi bersih dalam beberapa dekade ke depan. Arab Saudi pun berjanji akan menambah produksi minyak.
"Kerajaan berencana untuk menambah produksi minyak hingga 11 juta barel per hari (bph) dan setelahnya tidak punya kemampuan lagi untuk memabah produksi lebih jauh," ujarnya.
Pada Mei 2022, Menteri Energi Arab Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman Al Saud menyebut bahwa Arab Saudi berekspektasi menambah produksi minyak harian agar melewati 13 juta bph pada 2027.
Pangeran Abdulaziz berkata kemungkinan produksi minyak menjadi 13,2 juta hingga 13,4 juta bph pada akhir 2026 atau awal 2027. Saat ini, kapasitas minyak harian Arab Saudi adalah 12 juta bph.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Kebijakan Energi yang Realistis
Tak lupa, masalah iklim dibahas oleh Pangeran MbS. Ia menyorot Paris Agreement dan kebijakan yang realistis.
"Tantangan-tantangan yang dihadapi dunia, terutama perubahan iklim, membutuhkan tekat yang dikuatkan oleh komunitas internasional untuk menjaga temperatur Bumi di bawah batas yang dispesifikan oleh Paris Agreement," ujarnya."
Ia lantas turut mengingatkan bahwa solusi yang tidak praktis bisa memicu masalah ekonomi, seperti inflasi.
"Mengadopsi kebijakan-kebijakan yang tak praktis untuk mengurangi emisi yang merugikan, termasukan eksekusi sumber daya-sumber daya energi utama tanpa mempertimbangkan efek sosio-ekonomi dari kebijakan tersebut, bisa menyebabkan tingkat inflasi yang tak pernah terjadi sebelumnya, membuat harga energi dan pengangguran naik ke level baru, memperparah masalah sosial, ekonomi, dan keamanan, seperti kelaparan, kejahatan, ekstremisme, dan terorisme," ujar Pangeran MbS.
Dalam perkembangan ekonomi, Arab Saudi akan mengambil kebijakan yang seimbang antara menjaga persediaan energi dan mewujudkan target netralitas karbon.
Rencanan Arab Saudi juga fokus pada memastikan adanya diversifikasi ekonomi tanpa berdampak kepada pertumbuhan ekonomi dan rantai pasokan.
Advertisement
Harga Minyak Turun di Bawah USD 95 per Barel, Pertama Kali Sejak Invasi Rusia ke Ukraina
Turut dilaporkan, harga minyak mentah dunia telah jatuh di bawah USD 95 per barel untuk pertama kalinya sejak Rusia menginvasi Ukraina. Turunnya harga minyak hari ini karena kekhawatiran resesi global yang akan datang mencengkeram pasar komoditas dan perkiraan permintaan.
Kedua tolok ukur utama harga minyak mentah dunia turun lebih dari USD 5 per barel, atau lebih dari 5 persen, menambah penurunan luas selama enam minggu terakhir.
Melansir laman Financial Times, harga minyak Brent, patokan internasional, turun ke level USD 94,50 per barel. Adapun sehari sebelum Rusia menginvasi Ukraina, posisi harga minyak sebesar USD 96,84 pada 23 Februari 2022.
Sementara harga minyak AS West Texas Intermediate turun menjadi USD 90,56, di bawah penutupannya di $92,10 sebelum perang.
"Ketakutan akan resesi adalah apa yang mendorong pasar hari ini," kata Dennis Kissler, wakil presiden senior perdagangan di BOK Financial.
Invasi besar-besaran Presiden Rusia Vladimir Putin ke Ukraina menyebabkan harga minyak melonjak awal tahun ini, dengan Brent dan WTI secara singkat diperdagangkan di atas USD 130 karena negara-negara barat membalas dengan menjatuhkan sanksi terhadap Rusia, salah satu eksportir terbesar dunia.
Tapi kegelisahan resesi dan prospek Federal Reserve AS yang menghambat pertumbuhan dengan kenaikan suku bunga yang lebih agresif telah menghentikan reli.
Harga minyak mentah telah turun sekitar seperlima sejak pertengahan Juni karena para pedagang bersiap untuk penurunan tajam dalam konsumsi.
"Pasar sangat khawatir bahwa kehancuran permintaan resesi akan mengerem pertumbuhan," kata Robert Yawger, direktur eksekutif untuk energi berjangka di Mizuho.
Indikator Politik: Mayoritas Masyarakat Mengaku Lebih Mudah Beli Minyak Goreng usai Mafia CPO Terungkap
Penyidikan dugaan korupsi pemberian izin ekspor crude palm oil (CPO) dan produk turunannya di Kementerian Perdagangan oleh Kejaksaan Agung, tak hanya berdampak pada terbongkarnya dugaan mafia.
Lebih dari itu, pengusutan perkara ini turut membuat ketersediaan stok minyak goreng yang semula langka menjadi tersedia. Temuan Indikator Politik Indonesia, penegakan hukum yang dilakukan Kejaksaan Agung turut membantu menurunkan harga minyak goreng.
"Mayoritas masyarakat merasa setelah dilakukan penegakan hukum oleh Kejagung, akses untuk membeli minyak goreng semakin mudah. Bahkan, harganya semakin turun,” kata Burhanuddin saat memaparkan hasil survei nasional bertajuk Evaluasi Publik terhadap Kinerja Pemerintah dalam Bidang Ekonomi, Politik, Penegakan Hukum dan Pemberantasan Korupsi secara virtual, Senin (11/7).
Survei dilakukan dalam rentang 16-24 Juni 2022, dengan menempatkan sampel mencapai 1.200 responden. Margin kesalahan survei diperkirakan sebesar 2,9 persen, dengan tingkat kepercayaan sebesar 95 persen.
Hingga Juni 2022, Kejaksaan Agung sudah menetapkan 5 tersangka dalam pengusutan perkara. Kelimanya yakni mantan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana, mantan anggota Tim Asistensi Kementerian Koordinator Perekonomian Lin Che Wei, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor, Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Grup (PHG) Stanley MA, dan Picare Tagore Sitanggang selaku General Manager di bagian General Affair PT Musim Mas.
Menurut Burhanuddin, sebanyak 83,7 persen warga mengaku sulit menemukan minyak goreng sebelum penegakan hukum dilakukan Kejaksaan Agung, atau pada periode April 2022.
Memasuki bulan Juni, angkanya menurun menjadi 71,6 persen. Hal serupa juga terkait harga. Setelah dilakukan penyidikan, harga minyak goreng berangsur turun.
Advertisement