Sukses

Rusia Akan Gelar Referendum di Ukraina? Ini Kata Dewan Keamanan Nasional AS

Dewan Keamanan Nasional AS membahas potensi referendum Rusia di daerah Ukraina.

Liputan6.com, Washington, DC - Amerika Serikat curiga Rusia akan melakukan referendum untuk menjustifikasi pengambilan wilayah Ukraina. Ini serupa ketika Rusia merebut Krimea pada 2014.

Dilansir BBC, Rabu (20/7/2022), juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS John Kirby berkata Rusia sudah menyiapkan dasar untuk aneksasi. Wilayah-wilayah Ukrana yang sedang diduduki Rusia bisa mengadakan referendum tipu-tipu pada paling cepat bulan September 2022.

"Tidak akan ada yang dibodohkan oleh hal tersebut," ujar John Kirby. "(Rusia) memakai lagi aturan main dari 2014."

Area-area Ukraina yang ditarget adalah Kherson, Zaporizhzhia, Donetsk dan Luhansk. Pasukan Rusia telah menguasai Luhansk.

John Kirby berkata mengungkap niat ini ke rakyat Amerika Serikat dan dunia agar mengetahui bahwa potensi aneksasi tersebut adalah ilegal dan tidak sah.

Hingga kini, Rusia masih menguasai Krimea, meski tidak diakui dunia internasional. Pada tahun 2014, perebutan Krimea berjalan lancar tanpa resistensi dari Ukraina, berbeda dari invasi 2022 yang mendapat perlawanan keras.

Pihak Rusia berkata mayoritas rakyat Krimea ingin bergabung ke Rusia, meski pemilih pro-Ukraina protes karena referendum dianggap tidak jurdil. 

Kirby turut menyebut bahwa Rusia mengangkat pejabat-pejabat pro Rusia untuk mengendalikan wilayah-wilayah Ukraina yang diduduki agar bisa mengorganisir referendum. Hasil referendum nantinya digunakan sebagai klaim terhadap kedaulatan wilayah Ukraina.

 

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Protes Perang Ukraina Saat Siaran Langsung, Jurnalis Rusia Ditahan

 Marina Ovsyannikova ditahan beberapa hari setelah melakukan protes di dekat Kremlin sambil memegang plakat yang mengkritik perang antara Putin dan Ukraina.

Polisi Rusia menahan dan kemudian membebaskan jurnalis Marina Ovsyannikova, yang pada bulan Maret lalu juga sempat menyela siaran langsung televisi untuk mengecam aksi militer di Ukraina. 

Penahanannya pada Minggu kemarin terjadi beberapa hari setelah Ovsyannikova yang berusia 44 tahun berdemonstrasi sendirian di dekat Kremlin sambil memegang plakat yang mengkritik intervensi Rusia di Ukraina dan presiden Vladimir Putin.

 

"Marina telah ditahan," demikian bunyi dalam pesan yang diposting di akun Telegram jurnalis, seperti dikutip dari Guardian, Selasa (19/7).

"Tidak ada informasi di mana dia berada."

Pesan itu termasuk tiga foto dirinya dibawa oleh dua petugas polisi ke sebuah van putih, setelah tampaknya dihentikan saat bersepeda.

Tak lama setelah itu, Ovsyannikova memposting gambar dirinya dan dua anjing di halaman Facebook-nya.

"Pergi jalan-jalan dengan anjing, baru saja keluar dari gerbang, orang-orang berseragam mendekati saya," tulisnya. "Sekarang saya berada di kementerian urusan dalam negeri Krasnoselsky," mengacu pada sebuah kantor polisi di distrik Moskow.

Tiga jam kemudian, Ovsyannikova mengatakan dia telah dibebaskan.

"Saya pulang. Semuanya baik-baik saja," tulisnya di halaman Facebook-nya.

"Tapi sekarang saya tahu yang terbaik adalah membawa koper dan paspor jika Anda ingin keluar."

3 dari 4 halaman

Terkait Aksi Beraninya

Pengacaranya, Dmitri Zakhvatov, mengkonfirmasi penangkapannya kepada kantor berita Ria-Novosti, dengan mengatakan: "Saya berasumsi bahwa itu terkait satu atau dua aksi dan tindakan protesnya."

Pada Maret 2022, Ovsyannikova, seorang editor di televisi Channel One, menerobos masuk ke set program berita malam Vremya, sambil memegang poster bertuliskan “No war” dalam bahasa Inggris.

Pada Jumat, Ovsyannikova memposting foto dirinya di Telegram yang menunjukkan dia berada di area dekat Kremlin dan membawa plakat protes yang mengangkat kematian anak-anak dan mencela Putin sebagai "pembunuh".

Deklarasi semacam ini mengeksposnya ke tuntutan pidana karena menerbitkan "informasi palsu" tentang dan "merendahkan" tentara - pelanggaran yang dapat membawa hukuman penjara yang berat.

Ovsyannikova menjadi terkenal secara internasional dalam semalam di bulan Maret ketika dia menggelar protes TV langsungnya. Foto-fotonya yang mengganggu siaran tersebar ke seluruh dunia.

Dia ditahan sebentar dan kemudian dibebaskan dengan denda, tetapi sementara sejumlah pengamat internasional memuji protesnya, itu tidak diakui secara universal oleh oposisi Rusia.

4 dari 4 halaman

Sistem Roket HIMARS Hambat Militer Rusia di Ukraina Timur

Sebelumnya dilaporkan, bantuan sistem roket dari Amerika Serikat berhasil memberikan dampak pada operasi Rusia di wilayah timur Ukraina. Sistem roket itu bernama HIMARS (High Mobility Artillery Rocket System). 

Dilaporkan VOA Indonesia, Minggu (17/7), seorang pejabat senior militer AS yang berbicara dengan syarat anonim untuk membahas perang, Jumat (15/7) mengatakan sistem roket yang dipasok AS yang dikenal sebagai HIMARS memiliki "dampak yang sangat, sangat signifikan" dalam perang melawan Rusia. 

Juru bicara kementerian pertahanan Ukraina, Oleksandr Motuzianyk, juga menyoroti peran sistem roket jarak jauh HIMARS.

"Dalam beberapa minggu terakhir, lebih dari 30 fasilitas logistik militer musuh telah dihancurkan, akibatnya potensi serangan pasukan Rusia telah berkurang secara signifikan," kata Motuzianyk pada hari Jumat di televisi nasional.

Roket yang dipasok AS lebih tepat sasaran daripada artileri era Soviet milik Ukraina dan memiliki jangkauan yang lebih jauh, memungkinkan Ukraina untuk mencapai target Rusia lebih jauh lagi dari garis depan.

Pejabat senior AS mengatakan, “Pasukan Rusia terbatas dalam meningkatkan kemajuan apapun” di wilayah Donbas dan ditahan oleh pasukan Ukraina.