Sukses

Partai Komunis Jepang Tolak Pemakaman Kenegaraan Shinzo Abe

Rencananya Jepang akan merencanakan pemakamanan kenegaraan bagi Mantan Perdana Menteri Shinzo Abe.

Liputan6.com, Tokyo - Pemerintah Jepang dilaporkan ingin melaksanakan pemakaman kenegaraan bagi Mantan Perdana Menteri Shinzo Abe. Lokasi yang ditarget adalah arena Nippon Budokan di pusat Tokyo.

Menurut laporan Kyodo News, Rabu (20/7/2022), Kabinet pemerintah Jepang diperkirakan akan mendukung rencana tersebut minggu ini. Perdana Menteri Fumio Kishida juga disebut ingin segera memutuskan hal itu, sebab ada rencana mengundang tokoh-tokoh internasional.

Kehadiran tokoh-tokoh tersebut akan memerlukan tambahan keamanan serta butuh persiapan untuk diskusi diplomatik.

Pihak partai oposisi telah mempertanyakan atau menolak rencana pemerintah untuk melaksanakan pemakaman kenegaraan untuk Shinzo Abe. Partai Komunis Jepang menyebut acara kenegaraan itu berarti mendukung dan memuji gaya politik Abe, sementara pandangan publik masih terbelah.

Sudah Kremasi

Selasa 12 Juli 2022 upaca pemakaman digelar untuk jenazah Shinzo Abe. Warga Jepang pun mengucapkan selamat tinggal kepada perdana menteri terlama di negara itu.

Menurut laporan CNN yang dikutip Selasa (12/7), jenazah Shinzo Abe akan melakukan perjalanan dari Kuil Zojoji Tokyo ke Kirigaya Funeral Hall untuk kremasi setelah kebaktian hari ini.

Mobil jenazah yang membawa jenazah mantan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe akan dibawa dari Kuil Zojoji di Tokyo ke Aula Pemakaman Kirigaya untuk kremasi hari ini, menurut afiliasi CNN TV Asahi.

Mobil jenazah akan meninggalkan kuil setelah upacara pemakamannya, melewati markas besar Partai Demokrat Liberal Abe, Kantor Perdana Menteri, dan gedung Parlemen, sebelum tiba di aula pemakaman, TV Asahi melaporkan.

Mobil jenazah akan melewati kompleks Kantor Perdana Menteri, di mana staf kantor akan berdiri di luar untuk melihat jenazah Shinzo Abe, kata kantor Perdana Menteri.

Upacara pemakaman privat ini dilakukan empat hari setelah pembunuhannya Jumat 8 Juli lalu.

Upacara pribadi, yang berlangsung di Kuil Zojoji di Tokyo, terbuka hanya untuk anggota keluarga, pejabat asing, dan orang-orang yang dekat dengan mantan pemimpin. Tetapi orang-orang dari semua lapisan masyarakat telah berbondong-bondong ke jalan-jalan di sekitar kuil untuk memberikan penghormatan terakhir, dengan pelayat membawa bunga, catatan dan persembahan lainnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Benang Merah Pembunuhan Shinzo Abe: Gereja Unifikasi hingga Dugaan Cuci Otak

Motif dari pelaku penembakan mantan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe semakin terkuak. Benang merah muncul antara Gereja Unifikasi, masalah ekonomi keluarga, dan Shinzo Abe. 

Dilaporkan Kyodo, Jumat (15/7), pihak keluarga menduga ibunda dari pelaku Tetsuya Yamagami mengalami cuci otak. Total donasi yang diberikan wanita itu mencapai 100 juta yen (Rp 10 miliar). 

Donasi itu berasal dari penjualan lahan dan rumah keluarga. Meski wanita itu bangkrut di tahun 2022, ia terus memberikan sumbangan dalam jumlah kecil.

"Saya percaya ia merupakan pengikut yang sangat penting dari gereja itu. Ia berada di bawah kendali pikiran," ujar paman dari Tetsuya Yamagami.

Paman dari Tetsuya Yamagami bercerita wanita itu bergabung ke Gereja Unifikasi pada 1991 setelah ayahandanya bunuh diri. Nama lengkap dari gereja itu adalah Federasi Keluarga untuk Kedamaian Dunia dan Unifikasi.

Pihak gereja mengklaim telah mengembalikan 50 juta yen kepada wanita itu, namun tidak mencatat jumlah donasi yang ia berikan ke organisasi tersebut. Paman dari Tetsuya Yamagami mengkritik respons dari gereja yang dinilai tak bertanggung jawab.

Pihak keluarga Yamagami disebut jatuh miskin karena gereja tersebut. Pelaku bahkan tidak bisa kuliah karena kekurangan uang.

"Ia (Tetsuya Yamagami) sangatlah cerdas seperti ayahnya," ujar paman pelaku. "Ia juga pekerja keras dan saya hanya punya memori yang baik tentangnya."

3 dari 4 halaman

Benang Merah ke Shinzo Abe

Sebelumnya dilaporkan bahwa Tetsuya Yamagami adalah anggota Pasukan Bela Diri Jepang. Sang paman mengakui hal tersebut. 

Pada 2005, Tetsuya Yamagami mencoba bunuh diri ketika dirinya masih menjadi anggota pasukan. Ia ingin bunuh diri supaya uang asuransinya bisa digunakan saudara laki-laki dan perempuannya. 

Ibu dari Yamagami masih hidup hingga sekarang dan disebut siap berkooperasi dalam investigasi. 

Shinzo Abe juga bukan anggota dari Gereja Unifikasi. Namun, Yamagami menyebut kakek dari Shinzo Abe bertanggung jawab karena mengundang gereja yang berasal dari Korea Selatan itu. 

Kakek dari Abe adalah Perdana Menteri Nobusuke Kishi. "Nobusuke Kishi mengundang gereja itu. Jadi saya membunuh Abe," ujar Yamagami.

Gereja Unifikasi didirikan tokoh agama Korea Selatan: Sun Myung Moon. Di Jepang, gereja itu kontroversial karena dianggap sering menjual benda-benda mahal ke jemaah, serta meminta jemaah mendonasikan 10 persen pendapatan mereka. 

Presiden dari Gereja Unifikasi Jepang, Tomihiro Tanaka, menyebut ibu dari pelaku bergabung ke gereja pada 1998, lalu bangkrut pada 2022. Kemudian, wanita itu kembali aktif di gereja pada 2017.

4 dari 4 halaman

Pengakuan Dokter yang Menangani Shinzo Abe: Berharap Ada Mukjizat

Saat dia menatap wajah pucat Shinzo Abe, Shingo Nakaoka tahu bahwa setiap upaya untuk menghidupkan kembali mantan perdana menteri Jepang kemungkinan akan sia-sia. Dokter berusia 64 tahun itu bergegas ke tempat kejadian dari klinik terdekatnya dalam beberapa menit setelah penembakan Shinzo Abe pada 8 Juli.

Dari sanalah ia berharap ada mukjizat yang datang agar Abe selamat, seperti dilansir Channel News Asia, Selasa (19/7).

"Yang langsung mengejutkan saya adalah betapa pucat wajahnya," kata Nakaoka beberapa hari setelah pembunuhan itu.

 

"Ketika kami memacu jantungnya, tubuhnya tidak berkedut. Dia hampir tidak sadar dan dia sangat pucat, saya langsung tahu dia dalam bahaya dan kritis."

Dengan perawatnya, Nakaoka berlari menuruni tiga anak tangga dan tidak jauh dari tempat kejadian. Seseorang yang tampaknya dari rombongan mantan PM Jepang itu segera menyerahkannya sebuah defibrillator eksternal otomatis (AED), tetapi tidak menyala, katanya.

Salah satu dari tiga perawatnya berlari kembali ke klinik untuk mengambil mesin lain.

Tetapi ketika dia menghubungkannya ke Abe, sebuah pesan suara dari AED mengatakan "tidak berlaku", kata Nakaoka. Itu bisa terjadi ketika jantung berdetak normal, atau tidak sama sekali.

Catatan otoritas yang berada di lokasi setempat yang dirilis pekan lalu menunjukkan bahwa responden pertama menduga Shinzo Abe mengalami serangan jantung dalam beberapa menit setelah penembakan.