Liputan6.com, Tokyo - Kasus COVID-19 di Jepang sedang meningkat pesat. Di Tokyo, ada 31.878 kasus virus corona dalam sehari pada Kamis (21/7/2022).
Menurut laporan Kyodo, angka itu adalah rekor terbaru di Tokyo sejak jumlah kasus pandemi COVID-19 tercatat. Rekor sebelumnya adalah 21.562 kasus pada 2 Februari 2022.
Advertisement
Baca Juga
Lonjakan kasus terkini karena penyebaran sub-varian Omicron: BA.5.
Kepala Sekretaris Kabinet Hirokazu Matsuno berkata perlunya memantau dampak terhadap sistem medis. Akan tetapi, ia tidak membahas pembatasan mobilitas.
Sementara, Menteri Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan Shigeyuki Goto menyebut bahwa lonjakan kasus ini "dapat menambah jumlah pasien-pasien dengan gejala-gejala parah dan berdampak pada sistem kesehatan sebagaimana hal itu bisa membuat infeksi kelompok."
Infeksi kelompok itu dikhawatirkan bisa terjadi di rumah sakit dan rumah rawat (nursing home).
Sementara, kasus secara nasional tembus 160 ribu dalam skala nasional. Ada 30 dari 47 prefektur di Jepang yang mencatat rekor kasus baru pada Rabu kemarin.
Gubernur Osaka Hirofumi Yoshimura mengingatkan bahwa sistem kesehatan di prefektur telah terbebani setelah kasus harian mencapai 21. 976 kasus pada Rabu kemarin. Meski begitu, pemerintah Jepang belum menunjukkan sinyal untuk memperketat mobilitas.Â
Lima prefektur dengan total kasus tertinggi adalah Tokyo, Osaka, Kanagawa, Aichi, dan Saitama. Tokyo, Kanagawa, dan Saitama adalah daerah bertetangga.Â
Â
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Kemenkes RI Harap Prediksi Puncak COVID-19 di Atas 20 Ribu Kasus Tak Terwujud
Dalam beberapa hari ini, kasus baru COVID-19 nasional berada di kisaran angka 4.000 dan 5.000. Angka ini masih terus naik, yang mana Indonesia diprediksikan mencapai puncak kasus di angka 20.000 per hari pada Juli 2022.
Meski begitu, Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia Mohammad Syahril berharap prediksi puncak COVID-19 dengan angka sampai 20.000 kasus per hari tidak terwujud. Maka dari itu, antisipasi Pemerintah untuk mengendalikan kasus terus berjalan.Â
Berdasarkan data Kemenkes dari pengalaman gelombang COVID-19 sebelumnya, kenaikan kasus disebabkan adanya penyebaran varian virus Corona. Terlebih, dominasi subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 di Indonesia sudah 81 persen.
'Anakan' Omicron lain, yakni varian BA.2.75 yang beberapa hari lalu terdeteksi di Indonesia juga menjadi kekhawatiran terhadap lonjakan kasus COVID-19. Sebab, varian yang juga dijuluki Centaurus ini sudah menyebar di berbagai negara lain.
"Lonjakan itu artinya memang ada kemungkinan. Setiap varian itu kan bisa menyebabkan lonjakan, tetapi tidak mesti prediksi jumlahnya itu pasti atau tepat," ucap Syahril kepada Health Liputan6.com melalui sambungan telepon, ditulis Kamis (21/7/2022).
"Contoh, kita prediksi 20.000-an kasus COVID-19, tapi kan sampai saat ini belum. Kasus baru sekitaran angka 3.000, 4.000-an kasus. Mudah-mudahan, antisipasi kita, kewaspadaan kita ya tidak terwujud prediksinya."
Advertisement
Protokol Kesehatan dan Vaksinasi
Apabila prediksi puncak COVID-19 tidak terwujud atau angkanya meleset, menurut Mohammad Syahril, bukan prediksinya yang salah. Hal itu justru membuktikan intervensi pengendalian COVID-19 di Tanah Air sudah baik.
"Bukan berarti prediksinya salah, tapi intervensi kita yang baik, melalui protokol kesehatan maupun vaksinasi COVID-19," terangnya.
"Semua varian bisa menyebabkan (lonjakan) tapi tidak selalu prediksi itu betul, bisa juga kurang. Dan saat ini, karena gejalanya ringan dan enggak berat, masyarakat tidak usah panik dan kenaikan kasus, kita sikapi dengan proporsional."
Terkait perkembangan subvarian Omicron BA.2.75 di Indonesia dengan temuan tiga kasus, seluruh pasien tersebut sudah selesai isolasi mandiri (isoman). Kemenkes dan dinas kesehatan setempat sedang melakukan surveilans untuk melihat kemungkinan adanya transmisi lokal.
"Ya kan baru tiga kasus, yakni satu dari Bali dan dua dari Jakarta. Semuanya (gejala) ringan-ringan kok, sudah selesai isoman," jelas Syahril yang juga Direktur Utama RS Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso Jakarta.
"Dan juga sudah dilakukan pelacakan kasus, baik yang di Bali maupun di Jakarta. Surveilansnya dari dinas kesehatan, itu kan subvarian baru. Nah, nanti kalau ada yang positif, nanti kita laporin ke publik ya."
Butuh Pengamatan dan Analisis
Terkait apakah varian BA.2.75 membuat kasus COVID-19 melesat di atas 20.000, Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin menanggapi bahwa hal tersebut masih perlu diamati dan dianalisis lebih jauh lagi.
Sebab, data-data yang ada sekarang belum terlihat seberapa besar penularan varian BA.2.75. Kementerian Kesehatan masih terus meneliti subvarian 'anakan' Omicron ini.
"(Peningkatan kasus) BA.2.75 untuk sementara kita masih keep dulu, karena BA.2.75 baru ada di India ya, di sana yang paling banyak. Kita memang sudah ketemu tiga kasus, yakni satu orang di Bali dan dua orang di Jakarta," terang Budi Gunadi usai Launching BioColomelt-Dx di RS Kanker Dharmais Jakarta pada Selasa, 19 Juli 2022.
"Tapi sampai sekarang, kita belum kelihatan polanya seberapa cepat dia naiknya dibandingkan dengan BA.4 dan BA.5."
Walau karakteristik varian Omicron BA.2.75 masih memerlukan pengamatan, Budi Gunadi mengungkapkan, varian BA.4 dan BA.5 saat ini masih lebih tinggi kenaikannya. Kedua subvarian tersebut juga sudah mendominasi varian COVID-19 di Indonesia.
"Kalau sementara, kita lihat sampai saat ini, BA.4 dan BA.5 masih lebih tinggi kenaikannya," pungkasnya.
Advertisement