Liputan6.com, Istanbul - Ukraina dan Rusia akhirnya membuat sebuah terobosan besar dengan menandatangani sebuah perjanjian di Istanbul Jumat 22Â Juli 2022, untuk menyalurkan jutaan ton gandum Ukraina ke pasar global dan meringankan krisis pangan yang semakin parah bagi jutaan orang di negara-negara berkembang.
"Anda telah mengatasi hambatan dan mengesampingkan perbedaan untuk membuka jalan bagi inisiatif yang akan melayani kepentingan bersama semua pihak," kata Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres kepada perwakilan Rusia dan Ukraina dalam acara penandatanganan perjanjian seperti dikutip dari VOA Indonesia, Sabtu (23/7/2022).
Baca Juga
Guterres mengakui bahwa "perjanjian ini tidak tercapai dengan mudah."
Advertisement
"Mempromosikan kesejahteraan umat manusia merupakan kekuatan pendorong perundingan ini," ungkapnya.
"Pertanyaan yang muncul bukan soal apa yang baik bagi satu pihak atau pihak lain. Fokusnya pada apa yang paling penting bagi masyarakat dunia. Dan jangan salah – ini adalah perjanjian bagi dunia," imbuh Guterres.
Ukraina adalah negara pengeskpor gandum utama dunia yang memproduksi cukup pasokan untuk memenuhi kebutuhan pangan 400 juta orang per tahun. Akan tetapi, selama berbulan-bulan, sekitar 20 juta ton gandumnya terjebak di dalam silo-silo dan kapal-kapal yang diblokir Rusia di Laut Hitam.
Perjanjian awal akan berlaku selama 120 hari, namun seorang pejabat PBB mengatakan perjanjian itu harus dilanjutkan selama perang terus berlangsung.
Â
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Â
Penandatanganan
Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu dan Menteri Infrastruktur Ukraina Oleksandr Kubrakov secara bergiliran menandatangani kesepakatan bernama Inisiatif Laut Hitam itu. Dokumen itu juga ditandatangani menteri pertahanan Turki dan sekretaris jenderal PBB, sambil disaksikan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.
"Langkah bersama yang kita ambil hari ini di Istanbul, bersama dengan Rusia dan Ukraina, akan menjadi titik balik baru yang akan menghidupkan kembali harapan akan perdamaian, ini adalah harapan tulus saya," kata Erdogan.
Pada kesempatan tersebut, Erdoga juga berharap "suasana bersahabat dan damai" yang dibangun di atas Inisiatif Laut Hitam pada akhirnya dapat mengarah pada langkah-langkah transformatif untuk mengakhiri perang.
PBB telah bekerja sama dengan pejabat Ukraina dan Rusia selama berbulan-bulan dalam dua jalur parallel: yang pertama untuk mengangkat blokade Rusia di pelabuhan Laut Hitam di selatan Ukraina, yang kedua untuk memfasilitasi akses pangan dan pupuk Rusia ke pasar global tanpa hambatan.
Sebagai informasi, Rusia juga merupakan pengekspor gandum dan produsen pupuk utama dunia. Semenjak perang terjadi, harga pupuk di pasar dunia telah naik dua kali lipat, yang kemudian ikut menaikkan ongkos panen.
Advertisement
Perjanjian Lainnya
Beberapa saat sebelum penandatanganan kesepakatan itu, kepala PBB dan menteri pertahanan Rusia secara tertutup menandatangani nota kesepahaman untuk mengatasi gangguan terhadap perdagangan pangan dan pupuk Rusia
Kerangka kerja yang disepakati di Istanbul itu akan mengizinkan kapal-kapal Ukraina untuk kembali berlayar dalam beberapa pekan ke depan seiring dihidupkannya kembali pelabuhan Odesa, Chernomorsk dan Yuszhny. Pusat koordinasi bersama pun dengan cepat didirikan di Istanbul untuk memantau operasi.
PBB mengatakan, 276 juta orang sangat rawan pangan sebelum invasi Rusia ke Ukraina 24 Februari lalu. Kini, para pejabat memperkirakan jumlahnya bertambah menjadi 345 juta orang. Kesepakatan itu diharapkan akan meringankan beban jutaan orang yang kesulitan menghadapi lonjakan harga pangan akibat perang.
Rusia Berniat Rebut Lebih Banyak Wilayah Ukraina
Sementara itu, sebelumnya Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov secara terbuka membahas niatnya untuk merebut lebih banyak wilayah Ukraina. Sebelumnya, narasi Rusia adalah menyerang Ukraina karena masalah NATO.Â
Dilaporkan VOA Indonesia, Kamis (21/7/2022), Moskow ingin merebut lebih banyak teritori di Ukraina selatan, melampaui kawasan Donbas di mana pasukannya kini sedang bertempur dengan pasukan Ukraina untuk menguasai wilayah itu.
Rusia gagal dalam tahap-tahap dini ofensifnya yang sudah berlangsung lima bulan untuk menggulingkan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy atau menguasai ibu kota Kiev di Ukraina utara.
Namun, Sergey Lavrov mengatakan dalam wawancara baru dengan media pemerintah bahwa Rusia tidak lagi merasa mendapat perlawanan dalam bertempur di Donbas di mana separatis Rusia telah bertempur melawan pasukan Kiev sejak 2014 ketika Rusia merebut Semenanjung Krimea.
Rusia ingin merebut lebih banyak teritori di Ukraina selatan, melampaui kawasan Donbas di mana pasukannya kini sedang bertempur dengan pasukan Ukraina untuk menguasai wilayah itu.
Sebelumnya dilaporkan, Amerika Serikat curiga Rusia akan melakukan referendum untuk menjustifikasi pengambilan wilayah Ukraina. Ini serupa ketika Rusia merebut Krimea pada 2014.
Dilansir BBC, juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS John Kirby berkata Rusia sudah menyiapkan dasar untuk aneksasi. Wilayah-wilayah Ukrana yang sedang diduduki Rusia bisa mengadakan referendum tipu-tipu pada paling cepat bulan September 2022.
"Tidak akan ada yang dibodohkan oleh hal tersebut," ujar John Kirby. "(Rusia) memakai lagi aturan main dari 2014."
Advertisement