Sukses

Menlu Lavrov Ungkap Alasan Invasi Rusia ke Ukraina di Pidato Liga Arab

Perang Rusia di Ukraina menimbulkan dampak luar biasa pada perekonomian dunia, menaikkan harga minyak dan gas ke tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Liputan6.com, Kairo - Pada Minggu 24 Juli 2022 Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov berpidato di forum Liga Arab di Kairo. Ini terjadi ketika negaranya berupaya mencari solusi isolasi diplomatik dan sanksi Barat terkait operasi militernya di Ukraina.

Setibanya di Kairo, Lavrov pertama-tama melangsungkan pertemuan dengan Presiden Abdel Fattah el-Sissi dan kemudian dengan mitranya, Menteri Luar Negeri Sameh Shukry.

Dalam kesempatan tersebut, seperti dikutip dari VOA Indonesia, Senin (25/7/2022), Lavrov menggunakan pidatonya di Liga Arab untuk menggarisbawahi narasi Kremlin bahwa Barat lah yang mendorong Rusia memulai operasi khusus di Ukraina, dan menuduh Barat mengabaikan masalah keamanan Rusia yang berasal dari ekspansi NATO ke arah timur.

Lavrov juga mengatakan eksportir biji-bijian Rusia berkomitmen memenuhi kewajiban mereka setelah ditandatanganinya kesepakatan kembar – yang didukung PBB – oleh Rusia dan Ukraina untuk membuka pemblokiran pengiriman biji-bijian dari pelabuhan-pelabuhan Ukraina.

Menyusul serangan udara di pelabuhan Odesa di Ukraina, belum ada kejelasan soal rencana melanjutkan pengiriman gandum Ukraina melalui koridor aman lewat pelabuhan-pelabuhan di Laut Hitam, Ukraina, yang juga terdampak.

Dampak Perang Rusia Vs Ukraina

Perang Rusia di Ukraina menimbulkan dampak luar biasa pada perekonomian dunia, menaikkan harga minyak dan gas ke tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Ukraina adalah salah satu pengekspor gandum, jagung dan minyak bunga matahari terbesar di dunia. Invasi Rusia dan blokade laut terhadap pelabuhan-pelabuhan Ukraina telah menghentikan pengiriman pasokan.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Rusia Bantah Negaranya Jadi Penyebab Krisis Pangan Global

Sebelumnya Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, dalam serangan diplomatik di Mesir, telah menolak klaim bahwa Moskow menyebabkan krisis pangan global.

Dalam pidatonya kepada duta besar Liga Arab di Kairo, dia mengatakan negara-negara Barat memutarbalikkan kebenaran tentang dampak sanksi terhadap ketahanan pangan global.

Dilansir BBC, Senin (25/7/2022), dia menuduh negara-negara Barat mencoba memaksakan dominasi mereka atas orang lain.

Sebagian besar dunia Arab dan Afrika sangat terpengaruh oleh kekurangan biji-bijian yang disebabkan oleh perang Rusia di Ukraina. Kesepakatan penting yang ditandatangani pada hari Jumat untuk melanjutkan ekspor biji-bijian Ukraina tergantung pada keseimbangan setelah Rusia menyerang sasaran di pelabuhan Odesa pada hari Sabtu.

Lavrov akan mengunjungi tiga negara Afrika untuk menggalang dukungan di tengah kemarahan atas perang.Lavrov mengatakan bahwa "agresivitas" negara-negara Barat dalam menjatuhkan sanksi terhadap Rusia menunjukkan satu kesimpulan sederhana: "Ini bukan tentang Ukraina, ini tentang masa depan tatanan dunia.

"Mereka mengatakan setiap orang harus mendukung tatanan dunia berbasis aturan, dan aturan itu ditulis tergantung pada situasi spesifik apa yang ingin diselesaikan Barat demi kepentingannya sendiri."

Sebelumnya, Lavrov mengadakan pembicaraan dengan rekannya dari Mesir, Sameh Shoukry.

Mesir memiliki hubungan yang signifikan dengan Rusia, yang memasok gandum, senjata dan - sampai invasi Ukraina dimulai - sejumlah besar wisatawan.

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 4 halaman

Dukungan untuk Afrika

Setelah pembicaraannya dengan Shoukry, Lavrov mengatakan pada konferensi pers bersama bahwa Barat memperpanjang konflik meskipun memahami "apa dan siapa yang akan berakhir". Ini adalah tahap pertama bagi Lavrov dari tur singkat ke Afrika di Ethiopia, Uganda dan Kongo-Brazzaville. 

Dalam sebuah artikel yang diterbitkan oleh surat kabar lokal menjelang kunjungannya, Lavrov mengatakan negaranya selalu "secara tulus mendukung orang Afrika dalam perjuangan mereka untuk kebebasan dari belenggu kolonial".

Dia menambahkan bahwa Rusia menghargai "posisi seimbang" Afrika dalam masalah Ukraina.

Ukraina dan Rusia biasanya memasok lebih dari 40% gandum Afrika, kata Bank Pembangunan Afrika.Mesir biasanya merupakan konsumen besar gandum Ukraina. Pada 2019, negara itu mengimpor 3,62 juta ton, lebih banyak dari negara mana pun. Namun dalam artikelnya, Lavrov menolak tuduhan bahwa Rusia "mengekspor kelaparan" dan menyalahkan propaganda Barat.

Dia menambahkan bahwa sanksi Barat yang dikenakan pada Rusia telah memperburuk "kecenderungan negatif" di pasar makanan internasional yang berasal dari pandemi virus corona. 

4 dari 4 halaman

Ukraina-Rusia Sepakat Buka Lagi Keran Ekspor Gandum Ukraina

Ukraina dan Rusia akhirnya membuat sebuah terobosan besar dengan menandatangani sebuah perjanjian di Istanbul Jumat 22 Juli 2022, untuk menyalurkan jutaan ton gandum Ukraina ke pasar global dan meringankan krisis pangan yang semakin parah bagi jutaan orang di negara-negara berkembang.

"Anda telah mengatasi hambatan dan mengesampingkan perbedaan untuk membuka jalan bagi inisiatif yang akan melayani kepentingan bersama semua pihak," kata Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres kepada perwakilan Rusia dan Ukraina dalam acara penandatanganan perjanjian seperti dikutip dari VOA Indonesia, Sabtu (23/7/2022).

Guterres mengakui bahwa "perjanjian ini tidak tercapai dengan mudah."

"Mempromosikan kesejahteraan umat manusia merupakan kekuatan pendorong perundingan ini," ungkapnya.

"Pertanyaan yang muncul bukan soal apa yang baik bagi satu pihak atau pihak lain. Fokusnya pada apa yang paling penting bagi masyarakat dunia. Dan jangan salah – ini adalah perjanjian bagi dunia," imbuh Guterres.

Ukraina adalah negara pengeskpor gandum utama dunia yang memproduksi cukup pasokan untuk memenuhi kebutuhan pangan 400 juta orang per tahun. Akan tetapi, selama berbulan-bulan, sekitar 20 juta ton gandumnya terjebak di dalam silo-silo dan kapal-kapal yang diblokir Rusia di Laut Hitam.

Perjanjian awal akan berlaku selama 120 hari, namun seorang pejabat PBB mengatakan perjanjian itu harus dilanjutkan selama perang terus berlangsung.