Sukses

AS Desak China untuk Kecam Militer Myanmar Terkait Eksekusi Aktivis Demokrasi

AS meminta China untuk meningkatkan tekanan terhadap militer Myanmar terkait eksekusi.

Liputan6.com, Jakarta - AS telah mendesak China untuk meningkatkan tekanan terhadap Myanmar menyusul eksekusi empat aktivis demokrasi oleh junta militer.

Dilansir BBC, Rabu (27/7/2022), seorang juru bicara departemen luar negeri mengatakan China dapat mempengaruhi Myanmar lebih dari negara lain - tetapi China mengatakan tidak ikut campur dalam urusan internal negara lain. Sementara itu junta Myanmar bersikeras bahwa orang-orang itu "pantas mendapat banyak hukuman mati".

Seorang juru bicara mengatakan keempatnya mampu membela diri di pengadilan.

"Jika kita membandingkan hukuman mereka dengan kasus hukuman mati lainnya, mereka telah melakukan kejahatan yang seharusnya mereka dijatuhi hukuman mati berkali-kali," kata juru bicara junta Zaw Min Tun pada konferensi pers reguler.

Keempat pria itu telah diizinkan untuk berbicara dengan anggota keluarga melalui tautan video sebelum eksekusi mereka, kata Zaw Min Tun.

Juru bicara departemen luar negeri Ned Price mengatakan "tidak ada bisnis seperti biasa" dengan junta.

"Kami menyerukan kepada negara-negara di seluruh dunia untuk berbuat lebih banyak. Kami juga akan melakukan lebih banyak lagi," katanya.

Dia meminta semua negara untuk melarang penjualan peralatan militer ke negara itu dan "menahan diri untuk tidak meminjamkan rezim pada tingkat kredibilitas internasional apa pun".

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Dijatuhi Hukuman Mati

Aktivis Kyaw Min Yu, lebih dikenal sebagai Ko Jimmy, dan mantan anggota parlemen Phyo Zeya Thaw termasuk di antara mereka yang dieksekusi.Para aktivis ditangkap setelah kudeta yang dipimpin tentara tahun lalu dan dituduh melakukan "aksi teror". 

Mereka dijatuhi hukuman mati dalam pengadilan tertutup yang dikritik kelompok hak asasi sebagai tidak adil.Baik Phyo Zeya Thaw dan Ko Jimmy kehilangan banding mereka terhadap hukuman mereka pada bulan Juni. 

Sedikit yang diketahui tentang dua aktivis lainnya - Hla Myo Aung dan Aung Thura Zaw. Mereka dijatuhi hukuman mati karena membunuh seorang wanita yang diduga menjadi informan junta.

Kelompok hak asasi Amnesty telah memperingatkan bahwa 100 orang lagi di negara itu telah dijatuhi hukuman mati setelah dinyatakan bersalah dalam proses serupa.

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 4 halaman

Dapat Kecaman Internasional

Eksekusi telah dikritik habis-habisan oleh masyarakat internasional.Dalam pernyataan bersama, UE, Australia, Kanada, Jepang, Selandia Baru, Norwegia, Korea Selatan, Inggris, dan AS menyebut mereka "tindakan kekerasan tercela yang selanjutnya menunjukkan pengabaian rezim terhadap hak asasi manusia dan supremasi hukum".

Mereka juga menyerukan agar rezim junta memenuhi kewajibannya untuk mencari perdamaian melalui dialog berdasarkan kesepakatan yang dirundingkan dengan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (Asean).

Namun mantan duta besar AS untuk Myanmar Scott Marciel mengatakan kepada BBC bahwa rencana Asean telah "mati pada saat kedatangan" tahun lalu dan negara-negara yang bersimpati pada gerakan demokrasi Myanmar harus berbuat lebih banyak. 

"Itu terus dilontarkan dan disorot sebagai jalan ke depan padahal sebenarnya tidak," katanya. Asean sendiri, kepala hak asasi manusia PBB Michelle Bachelet dan kelompok hak asasi semuanya mengutuk eksekusi tersebut.

"Langkah kejam dan regresif ini merupakan perpanjangan dari kampanye represif militer yang sedang berlangsung terhadap rakyatnya sendiri," kata Bachelet.

4 dari 4 halaman

ASEAN Prihatin

Pihak ASEAN mengaku "luar biasa prihatin" usai mendengar kabar bahwa junta militer Myanmar melakukan eksekusi terhadap empat pemimpin pro-demokrasi dan oposisi di negaranya. Eksekusi itu terkait dengan kudeta Myanmar pada 2021.

Lebih lanjut, eksekusi tersebut juga dikecam karena menjadi langkah mundur berbagai upaya yang dibuat keketuaan ASEAN, seperti Five-Point Consensus yang dibuat agar Myanmar segera damai tanpa adanya kekerasan.

Pada Konsensus Lima Poin itu juga ditegaskan agar adanya dialog antara semua pihak yang terlibat, dan supaya kepentingan rakyat menjadi prioritas utama.

Pernyataan dari pihak ASEAN turut mengakui adanya ketegangan dari setiap penjuru Myanmar, sehingga semua pihak diminta menahan diri.

"ASEAN secara keseluruhan telah meminta agar adanya sikap menahan diri, kesabaran, dan upaya-upaya untuk menghindari eskalasi yang meningkat," demikian pernyataan pihak ASEAN.