Sukses

Menlu RI Berhasil Selamatkan 55 WNI yang Disekap di Kamboja

Breaking news: Menlu RI Retno Marsudi menyebut 55 WNI yang disekap di Kamboja sudah selamat.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi mengumumkan bahwa 55 WNI yang disekap di Kamboja sudah selamat dari penyekapan. Mereka ada WNI yang terjebak lowongan kerja bodong di Sihanoukville, Kamboja.

Totalnya ada 60 WNI yang jadi korban. Sebanyak 55 orang berhasil selamat dan lima lainnya masih dalam proses pemindahan. 

Kabar penyelamatan ini muncul setelah Menlu Retno Marsudi berbicara kepada Menteri Luar Negeri Kamboja.

"Berbagai upaya untuk melakukan evakuasi dan mengamankan para WNI terus dilakukan. Upaya juga dilakukan langsung pada tingkat tinggi. Kemarin, Jumat 29 Juli 2022, saya melakukan komunikasi dengan menteri luar negeri Kamboja untuk meminta bantuan agar para WNI tersebut dapat segera dikeluarkan dengan selamat dari tempat penyekapan secepat mungkin," ujar Menlu Retno Marsudi dalam konferensi pers virtual, Sabtu malam (30/7/2022).

Menlu Kamboja Prak Sokhonn disebut langsung memberikan respon, serta menyampaikan akan berkoordinasi dengan kepolisian Kamboja mengenai masalah ini. Tim khusus pun dikerahkan dan berhasil membawa 55 WNI ke tempat yang aman. 

"Lima WNI lainnya masih dalam proses. 55 WNI tersebut dalam kondisi sehat," ujar Menlu Retno. 

Menlu Retno juga akan bertemu dengan commissioner general di Kamboja untuk membahas itu ini pada 2 Agustus 2022. Isu WNI ini juga akan dibawa oleh Menlu Retno di pertemuan menteri luar negeri ASEAN di Kamboja.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 5 halaman

Kasus Berulang

Tim dari KBRI juga telah menjemput 55 WNI yang diselamatkan itu. Mereka dibawa ke Phnom Penh, serta dimintai keterangan.

"Sesuai SOP, staf KBRI akan melakukan wawancara berdasarkan screening form indikasi korban TPPO. Tindak Pidana Perdagangan Orang dan akan selanjutnya direpatriasi ke Indonesia," ujar Menlu Retno. 

Menlu Retno turut menyampaikan apresiasi kepada tim di Kamboja yang telah berhasil menyelamatkan para WNI. Namun, Menlu Retno mengaku akan terus waspada, sebab kasus penipuan lowongan kerja ini terus berulang. 

Tantangan kita belum selesai seluruhnya. Kita harus bekerja keras agar kejadian serupa tak terulang di masa mendatang. Kasus penipuan kerja di luar negeri bermodus online scam ini terus berulang sejak 2021. Ratusan WNI sudah kita selamatkan dan pulangnya, namun kasus serupa terus berulang dengan jumlah yang meningkat.

"Kesadaran masyarakat terhadap modus-modus penipuan perlu diintensifkan," tegas Menlu Retno. 

Berikut lima ciri-ciri lowongan kerja bodong dari luar negeri: 

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 5 halaman

Ciri-Ciri Lowongan Kerja Bodong

Sebelumnya, Direktur Perlindungan WNI Kemlu RI Judha Nugraha juga menyayangkan ada WNI yang terkena kasus ini secara berulang. Ia pun mengungkap ciri-ciri loker palsu tersebut agar masyarakat bisa sadar. 

"Kasus ini berulang. Kuncinya selain penegakan hukum adalah kesadaran masyarakat," ujar Judha dalam media briefing di Jakarta, Jumat (29/7). 

Berikut sejumlah ciri-ciri loker berbahaya yang wajib diwaspadai:

1. Media Sosial 

Judha Nugraha berkata loker palsu dari luar negeri kerap beredar di media sosial. Contoh sejauh ini ada dari Laos, Kamboja, dan Filipina.

2. Janji Manis 

Ciri kedua adalah loker yang tidak jelas itu terkesan mudah, akan tetapi gajinya fantastis.

3. Kualifikasi 

Meski lokernya mengajak kerja di luar negeri, kualifikasi sangat mudah. Ini harus dicurigai karena tentu tidak masuk akal. 

"Bekerja ke luar negeri, tapi enggak minta kualifikasi apa-apa," ujar Judha. 

4. Informasi Perusahaan Tak Jelas

Ini juga wajib dilakukan oleh para pencari kerja. Coba cari dahulu informasi mengenai perusahaan itu di Google agar tak terjebak kerja di perusahaan bodong, bahkan melanggar HAM. 

"Kita tidak bisa melakukan kroscek terhadap kredibilitas perusahaan tersebut," ujar Judha. 

5. Visa 

Ciri yang menonjol dari loker abal-abal adalah berangkat tidak menggunakan visa pekerja, melainkan visa kunjungan.

"Beberapa modus tersebut kalau ditemui, maka hati-hati. Dan jangan memaksakan diri. Jadi kesadaran masyarakat untuk melindungi dirinya sendiri dengan langkah-langkah tersebut itu menjadi kunci perlindungan," ujar Judha.

4 dari 5 halaman

Kasus di Laos

Pada Juni 2022, Kementerian Luar Negeri RI berhasil memulangkan 15 orang WNI yang menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Para WNI itu bekerja dalam kondisi yang tidak berperikemanusiaan, bahkan ada ancaman dijual sebagai pekerja seks jika tak memenuhi target. 

Berdasarkan laporan situs Kemlu RI, Senin (27/6/2022), para WNI/PMI itu bekerja di wilayah segitiga emas di Bokeo, Laos hingga tiba di tanah air dengan selamat. Pemulangan dilakukan dalam 2 kloter penerbangan pada tanggal 25 dan 26 Juni 2022. Setibanya di tanah air, para WNI korban TPPO dimaksud telah diserah-terimakan kepada Kementerian Sosial RI untuk pemeriksaan lanjutan.

Sebelumnya, para WNI tersebut berhasil dievakuasi oleh KBRI Vientiane dengan bantuan Kepolisian Nasional Laos dari sebuah perusahaan di kawasan segitiga emas Provinsi Bokeo, Laos pada tanggal 10 Juni 2022. Proses evakuasi dilanjutkan dengan pemeriksaan awal TPPO di KBRI Vientiane.

Hasil pemeriksaan menunjukkan adanya eksploitasi dan intimidasi yang dilakukan oleh perusahaan terhadap ke-15 orang tersebut serta mengalami tekanan mental dengan jam kerja 15 jam sehari, dan diancam dijual ke perusahaan lain sebagai pekerja seks komersial apabila tidak mencapai target penjualan investasi palsu.

Para WNI yang menjadi korban pada awalnya tergiur dengan iklan lowongan pekerjaan yang beredar di media sosial khususnya Facebook, menawarkan pekerjaan sebagai customer service di perusahaan fintech dengan gaji besar dan fasilitas yang baik. Namun setibanya di Laos, para PMI dipaksa untuk bekerja di perusahaan financial scammers, mengalami tekanan dan intimidasi bila tidak mencapai target serta diwajibkan membayar denda apabila memilih keluar dari perusahaan.

Modus perekrutan semacam ini makin marak terjadi dalam 2 tahun terakhir. Direktorat Pelindungan WNI telah menyebarluaskan himbauan agar WNI tidak mudah tergiur penawaran kerja semacam itu di media sosial.

5 dari 5 halaman

DPR: Jangan Tergiur Tawaran Kerja Luar Negeri

Anggota Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati mengatakan 60 WNI yang berharap menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI) ini harus segera dipulangkan. Sebab ada dugaan mafia rekrutmen PMI nonprosedural untuk bekerja di perusahaan investasi maupun teknologi informasi di Kamboja. 

"Negara harus hadir dalam menyelamatkan warga negara yang menjadi korban penipuan ini. KBRI kita di Kamboja sudah bergerak, kita harapkan bisa berkolaborasi dengan kepolisian Kamboja untuk mengusut hal yang sudah masuk ranah pidana dan mengarah ke dugaan perdagangan orang ini," kata Kurniasih, dalam keterangan tertulis, Sabtu (30/7/2022).

Lebih lanjut legislator Partai Keadilan Sejahtera (PKS) juga meminta, agar aparat kepolisian bisa mengusut jaringan perekrut WNI yang berada di wilayah hukum Indonesia.

"Informasi dari KBRI ada 260 WNI kita yang sudah jadi korban penipuan tawaran pekerjaan di Kamboja. Artinya ini sudah sistemik dan pasti ada operatornya di Indonesia. Aparat kita harus mengusut dan membongkarnya," ujarnya

Kurniasih menambahkan, agar siapa saja tidak terjebak dan tergiur dengan tawaran pekerjaan di luar negeri dengan jalur nonprosedural.

"Pastikan jika ingin berangkat ke luar negeri cek semua persyaratan dan dokumennya bisa melalui Dinas Tenaga Kerja setempat atau BP2MI di masing-masing wilayah. Pastikan lewat jalur aman dan legal," tegas Kurniasih.

Di sisi lain, Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) dan Kementerian Tenaga Kerja harus terus melakukan sosialisasi dan edukasi peluang penempatan Pekerja Migran Indonesia dengan jalur resmi.

"Mereka yang tergiur hingga jatuh ke kasus penipuan tenaga kerja adalah korban. Mereka berharap mendapatkan pekerjaan yang layak, artinya pekerjaan kita untuk memberikan akses pekerjaan yang layak baik di dalam negeri maupun luar negeri belum optimal," imbuhnya.