Liputan6.com, Beijing - Pemerintah China mengatakan pihaknya mengadakan latihan militer pada Sabtu (30/7) di lepas pantai seberang Taiwan.
Aksi unjuk kekuatan itu dilakukan di tengah ketegangan dengan Amerika Serikat (AS) mengenai kemungkinan rencana oleh seorang anggota kongres AS untuk mengunjungi negara demokratis itu, yang diklaim oleh Beijing sebagai bagian wilayahnya.
Kantor berita resmi Xinhua mengatakan "latihan dengan menggunakan peluru tajam" diadakan dekat Pulau Pingtan di lepas Provinsi Fujian.
Advertisement
Baca Juga
Media itu memperingatkan kapal-kapal untuk menghindari area itu, seperti dikutip dari laman VOA Indonesia, Senin (1/8/2022).
Ketua DPR AS Nancy Pelosi belum mengonfirmasi laporan berita bahwa ia akan mengunjungi Taiwan. Namun, Presiden Xi Jinping memperingatkan Presiden AS Joe Biden lewat telepon pada Kamis (28/7) untuk tidak melakukan "campur tangan" dalam urusan Beijing dengan pulau itu.
China mengatakan Taiwan tidak punya hak untuk melakukan hubungan luar negeri. Beijing memandang kunjungan para pejabat AS sebagai dorongan bagi pulau itu untuk meresmikan kemerdekaan de facto yang telah berusia puluhan tahun.
Taiwan dan China pisah pada 1949 setelah perang saudara yang berakhir dengan kemenangan komunis di daratan.
Kedua pemerintahan itu mengatakan mereka satu negara, tapi tidak sepakat soal pihak mana yang berhak memegang kepemimpinan nasional. Keduanya tak punya hubungan resmi, tapi terhubung dengan perdagangan dan investasi sebesar miliaran dolar.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Joe Biden Siap Pasang Badan Bela Taiwan dari China
Presiden Amerika Serikat Joe Biden mengatakan bahwa dia akan bersedia menggunakan kekuatan untuk membela Taiwan.
Selain itu, bersedia menggalang dukungan pada perjalanan pertamanya ke Asia sejak menjabat sebagai oposisi AS terhadap ketegasan China yang tumbuh di seluruh kawasan.
Komentar Biden tampaknya merupakan penyimpangan dari kebijakan AS yang disebut punya pandangan ambiguitas strategis pada posisinya ke pulau yang diperintah China sebagai wilayahnya.
Ketika ditanya oleh seorang reporter di Tokyo apakah Amerika Serikat akan membela Taiwan jika diserang oleh China, presiden menjawab: "Ya."
"Itulah komitmen yang kami buat. Kami setuju dengan kebijakan satu China. Kami telah menandatanganinya dan semua perjanjian yang dimaksudkan dibuat dari sana. Tetapi gagasan bahwa itu dapat diambil dengan paksa, diambil oleh kekuatan, tidak, tidak tepat."
Dia menambahkan bahwa itu adalah harapannya bahwa peristiwa seperti itu tidak akan terjadi atau dicoba.
Sementara Washington diwajibkan oleh undang-undang untuk memberi Taiwan sarana membela diri.
AS dinilai telah lama mengikuti kebijakan "ambiguitas strategis" tentang apakah akan campur tangan secara militer untuk melindungi Taiwan jika terjadi serangan China.
Biden membuat komentar serupa tentang membela Taiwan pada Oktober lalu. Saat itu, juru bicara Gedung Putih mengatakan bahwa Biden tidak mengumumkan perubahan apa pun dalam kebijakan Amerika Serikat.
Advertisement
Perubahan Kebijakan AS?
Pada Senin (23/5), seorang pejabat Gedung Putih mengatakan bahwa tidak ada perubahan dalam kebijakan AS terhadap Taiwan.
"Seperti yang dikatakan Presiden, kebijakan kami tidak berubah," kata pejabat Gedung Putih, yang menolak disebutkan namanya.
“Dia mengulangi Kebijakan One China Policy dan komitmen kami untuk perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan. Dia juga menegaskan kembali komitmen kami di bawah Undang-Undang Hubungan Taiwan untuk memberi Taiwan sarana militer untuk mempertahankan diri.”
Kekhawatiran tentang kekuatan China yang semakin besar dan kemungkinan bahwa China dapat menyerang Taiwan telah menguatkan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida dan Partai Demokrat Liberal yang berkuasa di bidang pertahanan, mengikis beberapa kewaspadaan tradisional di antara banyak orang Jepang tentang mengambil postur pertahanan yang lebih kuat.