Sukses

Australia Didesak Longgarkan Kebijakan Suaka

Para aktivis imigrasi Australia khawatir kebijakan tanpa kompromi akan berlanjut di bawah pemerintahan beraliran tengah-kiri yang baru-baru ini terpilih di Canberra.

Liputan6.com, Canberra - Kelompok-kelompok pengungsi menyambut baik keputusan Australia untuk memberikan visa permanen kepada keluarga Sri Lanka di tengah pertikaian imigrasi selama empat tahun. Namun, para aktivis imigrasi khawatir kebijakan tanpa kompromi akan berlanjut di bawah pemerintahan beraliran tengah-kiri yang baru-baru ini terpilih di Canberra.

Keluarga Nadesalingham empat tahun lalu ditangkap di rumah mereka di Queensland dan ditahan ketika visa mereka habis. Upaya mereka untuk tinggal di Australia menjadi salah satu kasus suaka paling terkenal dalam beberapa tahun terakhir.

Orang tua Priya dan Nades tiba secara terpisah di Australia, masing-masing mencari suaka pada tahun 2013 dan 2012. Mereka mengatakan melarikan diri dari Sri Lanka karena penganiayaan terhadap komunitas minoritas Tamil. Mereka menikah dan memperoleh dua anak yang lahir di Australia, dan menetap di kota Biloela, 600 kilometer utara Brisbane.

Menteri Imigrasi Andrew Giles sekarang turun tangan, menggunakan kekuasaannya sebagai menteri untuk mengizinkan keluarga Nadesalingham tinggal di Australia secara permanen.

Para aktivis ingin pemerintah memberikan visa serupa kepada ribuan pencari suaka lainnya yang masa depannya masih belum pasti. Ian Rintoul dari kelompok advokasi Koalisi Aksi Pengungsi Sydney khawatir pemerintah Partai Buruh tidak akan melonggarkan kebijakan imigrasi Australia yang ketat.

“Bagi banyak gerakan advokasi pengungsi, kasus keluarga Biloela dinilai langkah yang menunjukkan niat baik, namun kalau dengan tindakan ini dia berharap bisa meredakan ketidakpuasan di kalangan gerakan advokasi pengungsi serta pengungsi yang terkatung-katung tanpa solusi permanen, maka saya kira Anthony Albanese dan pemerintah Partai Buruh akan dihadapkan pada situasi yang mengagetkan,” jelasnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 5 halaman

Dianggap Kecil Kemungkinan Berubah

Pemerintah Partai Buruh, yang berkuasa pada Mei setelah hampir satu dekade menjadi partai oposisi tampaknya kecil kemungkinan akan mengubah kebijakan imigrasi Australia. Analis mengatakan bahwa Partai Buruh sangat menyadari bahwa melonggarkan aturan-aturan perbatasan yang ketat bisa tidak disukai pemilih.

Pemerintah akan terus mendukung penahanan wajib atas apa yang disebut “kedatangan tidak sah”, termasuk anak-anak, yang ditahan sementara permohonan suaka mereka diteliti.

Partai Buruh juga akan mempertahankan kebijakan kontroversial yang memerintahkan angkatan laut untuk menarik atau mengusir kapal suaka yang mendekati perairan teritorialnya, yang seringkali datang dari Indonesia atau Sri Lanka.

Operasi Perbatasan Berdaulat dibentuk pada tahun 2013 untuk berupaya mencegah migran datang melalui laut.

Tapi ada satu bidang kebijakan yang akan berubah di bawah Partai Buruh. Australia telah memberikan visa kemanusiaan kepada sekitar 13.750 orang setiap tahun di bawah berbagai program internasional pemukiman kembali. Pemerintah Australia berharap bisa meningkatkan penerimaan pengungsi tahunan menjadi sekitar 27.000 orang.

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 5 halaman

5 Negara Paling Banyak Menampung Pengungsi

Beberapa lalu, Inggris membuka suara menanggapi apa yang terjadi di Afganistan dan akan menampung hingga 20.000 pencari suaka.

Skema ini akan dijalankan secara bertahap. Pada tahun pertama, 5.000 pencari suaka yang memenuhi syarat akan diprioritaskan agar mendapat manfaat dari kebijakan tersebut. Mereka yang diutamakan adalah kaum perempuan, anak perempuan, orang yang membutuhkan, dan kaum minoritas.

Inggris juga mengajak serta negara lain untuk ikut ulur tangan. Luasnya pengaruh Taliban di Afganistan membuat proses untuk mengeluarkan warga Afganistan menjadi lebih sulit.

Selain Inggris, ada beberapa negara lain yang telah menampung banyak pencari suaka. Dilansir dari UNHCR,  inilah 5 negara yang paling banyak menampung pencari suaka.

1. Turki (3,7 juta)

Turki masih terus menampung jumlah pencari suaka terbesar di seluruh dunia. Jumlah orang yang dipindahkan secara paksa karena konflik, kekerasan, penganiayaan dari seluruh dunia mencapai puncak. Saat ini, Turki menampung sekitar 3,7 juta pengungsi, demikian laporan UNHCR tahun 2020.

Pada April 2013, undang-undang suaka pertama Turki, Undang-Undang tentang Orang Asing dan Perlindungan Internasional, disahkan oleh Parlemen dan mulai berlaku pada 11 April 2014. Undang-undang tersebut menetapkan pilar utama sistem suaka nasional Turki dan mendirikan Direktorat Jenderal Manajemen Migrasi (DGMM) sebagai entitas utama yang bertanggung jawab atas pembuatan kebijakan dan proses untuk semua orang asing di Turki.

Turki juga mengadopsi Peraturan Perlindungan Sementara pada 22 Oktober 2014, yang mengatur hak dan kewajiban beserta prosedur bagi mereka yang diberikan perlindungan sementara di Turki.

4 dari 5 halaman

2. Kolombia (1,7 juta)

Hingga tahun 2020, Kolombia menampung sekitar 1,7 juta pengungsi dan pencari suaka.

Pada Maret 2018, Kolombia telah menampung sebanyak 277 pengungsi dan 625 pencari suaka, dan 11 orang tanpa kewarganegaraan. Ada sebanyak 7.671.124 pengungsi internal, warga Kolombia yang terpaksa meninggalkan rumah mereka tetapi belum mencari keselamatan di negara lain. 

UNHCR di Kolombia akan melindungi orang-orang yang terlantar di dalam negeri dan mencegah perpindahan ke negara lain, mengampanyekan sistem suaka yang lebih baik, meningkatkan pemantauan perbatasan, memberikan bantuan tunai untuk pengungsi dan pencari suaka yang rentang, berkontribusi pada pembangunan perdamaian dan komisi kebenaran, dan memastikan bahwa mereka yang terpaksa pergi dari rumah mereka memiliki akses kembali ke sana.

5 dari 5 halaman

3. Pakistan (1,4 juta)

Hingga tahun 2020, Pakistan menampung lebih dari 1,4 juta warga Afganistan terdaftar yang terpaksa meninggalkan rumah mereka di Afganistan.

Pada 2018, UNHCR di Pakistan dengan pihak berwenang bertugas memberikan pengungsi akses ke layanan kesehatan dan pendidikan, memperkuat kohesi sosial antara pengungsi dan komunitas tuan rumah mereka dan membantu pengungsi yang memutuskan secara sukarela untuk kembali ke tempat asal mereka.

Tahun ini, UNHCR Pakistan mengaku akan membantu sekitar 54.000 anak untuk mendaftar di sekolah dasar dan terus memastikan hak-hak pengungsi Afganistan yang terdaftar dilindungi.

4. Uganda (1,4 juta)

Populasi pengungsi di Uganda diperkirakan akan mencapai 1.484.356 pada akhir tahun 2021. Sementara perbatasan Uganda secara resmi ditutup untuk para pencari suaka sejak Maret 2020 demi mengurangi penyebaran Covid-19. Namun, ada beberapa kelompok pencari suaka yang diterima. Diduga para pencari suaka baru akan terus berdatangan ke Uganda melalui penyebrangan tidak resmi karena melarikan diri dari ketidakstabilan politik, kekerasan, dan penurunan ekonomi di negara tetangga. Termasuk Republik Demokratik Kongo, Sudan Selatan dan Burundi.

UNHCR akan terus melakukan advokasi dengan pemerintah Uganda untuk membuka kembali perbatasan. Namun, kemungkinan perubahan tidak akan terjadi sampai Uganda memiliki kapasitas yang memadai untuk melakukan karantina dan menguji sejumlah besar pencari suaka untuk Covid-19.

5. Jerman (1,2 juta)

Jerman adalah tuan rumah pengungsi terbesar kelima di dunia dan donor kemanusiaan terbesar kedua secara global. Selama beberapa tahun terakhir, Jerman telah secara signifikan memperluas keterlibatanya dalam perlindungan pengungsi secara global dan di Uni Eropa.

Jerman adalah penyokong kuat untuk Global Compact for Refugees. UNHCR memantau pelaksanaan Konvensi Jenewa tentang Pengungsi di Jerman dan mengadvokasi perbaikan sistem suaka di Jerman. Hingga saat ini (tahun 2020), Jerman menampung sekitar 1,2 juta pengungsi.