Sukses

Bahas Perceraian di TikTok, Wanita Ini Dibunuh Mantan Suaminya Sendiri

Wanita berusia 29 tahun ini dibunuh karena bahas perceraian di TikTok. Ia ditembak suaminya.

Liputan6.com, Chicago - Seorang wanita berusia 29 tahun ditembak oleh suaminya sendiri. Sosok yang diidentifikasi sebagai Sania Khan itu diketahui membahas perceraiannya di TikTok.

Dilaporkan BBC, Rabu (10/8/2022), Sania Khan sudah menjalani proses cerai dan ia membahas perceraian itu di TikTok karena butuh dukungan emosional. Pernikahan Sania tidak berjalan sesuai harapan meski ia baru menikah pada Juni 2021.

Melalui proses perceraian tidaklah mudah bagi Sania Khan karena faktor budaya. Ia takut apa yang orang lain katakan.

Beruntung, Sania Khan berhasil meraih dukungan via TikTok. Ia menjadi suara bagi para wanita yang menghadapai trama pernikahan dan stigma perceraian di komunitas Asia Selatan. Sania Khan lantas berhasil cerai pada 21 Juli 2022.

Lembaran baru bagi Sania ternyata adalah lembaran terakhir. Suaminya bernama Raheel Ahmad (36) menembaknya di kepala. Peristiwa terjadi di tempat tinggal yang pernah mereka tinggali bersama.

Usai membunuh istrinya, Raheel menembak dirinya sendiri.

Trauma Pernikahan

Kematian Sania Khan membut sahabat-sahabatnya terguncang, sehingga berdampak pada followers-nya di media sosial. Para wanita Asia Selatan kini merasakan tekanan untuk tetap di hubungan tidak sehat demi penampilan saja.

Sahabat-sahabat Sania Khan memuji wanita itu sebagai sosok yang positif. Sania Khan padahal sudah merasa siap untuk merayakan tahun ini.

"Ia bilang 29 akan menjadi tahunnya dan ini akan menjadi awal yang baru," ujar BriAnna Williams, teman kuliah Sania.

Pekerjaan Sania Khan adalah fotografer. Ia mendeskripsikan pekerjaannya sebagai: "Saya membantu orang-orang jatuh cinta dengan dirinya sendiri dan dengan satu sama lain di hadapan kamera."

Kontak Bantuan

Bunuh diri bukan jawaban apalagi solusi dari semua permasalahan hidup yang seringkali menghimpit. Bila Anda, teman, saudara, atau keluarga yang Anda kenal sedang mengalami masa sulit, dilanda depresi dan merasakan dorongan untuk bunuh diri, sangat disarankan menghubungi dokter kesehatan jiwa di fasilitas kesehatan (Puskesmas atau Rumah Sakit) terdekat.

Bisa juga mengunduh aplikasi Sahabatku: https://play.google.com/store/apps/details?id=com.tldigital.sahabatku

Atau hubungi Call Center 24 jam Halo Kemenkes 1500-567 yang melayani berbagai pengaduan, permintaan, dan saran masyarakat.

Anda juga bisa mengirim pesan singkat ke 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat surat elektronik (surel) kontak@kemkes.go.id.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Demi Cerai, Warga Korea Utara Sogok Hakim hingga Jutaan Rupiah

Beralih ke Korea Utara, perceraian dilaporkan sedang meroket di Korea Utara. Namun, pemerintah membatasi perceraian, sehingga aksi menyogok menjadi solusi agar proses cerai bisa berlangsung secepatnya. 

Berdasarkan laporan Radio Free Asia, Senin (8/8), biaya perceraian bisa mencapai ratusan yuan (jutaan rupiah). Jika tidak memakai pelicin, maka pasutri yang ingin cerai harus menanti hingga beberapa tahun. 

"Sahabat saya yang cerai tahun ini memberikan pengacara 500 yuan (Rp 1,1 juta) dan kemudian menyogok hakim yang berwenang di pengadilan sebesar 1.500 yuan (Rp 3,3 juta). Proses hearing menjadi lebih sederhana, dan persidangan berlangsung cepat. Ia bisa cerai dalam dua pekan," ujar seorang sumber anonim.

Ada juga seorang wanita di kabupaten Kyongsong yang membayar 300 dollar (Rp 4,4 juta) untuk cerai. Warga lain di kota Chongjin membayar 500 dollar (Rp 7,4 juta) dan memberikan aki ke seorang hakim yang dikenalkan saudaranya. Sogokan premium itu bisa membuatnya bisa cerai tanpa repot-repot ke pengadilan.

"Realita di Korea Utara adalah anda tidak bisa mendapat perceraian tanpa uang. Perceraian sangat susah. Makin sering di kalangan pemuda agar tidak mendaftarkan pernikahan mereka bahkan setelah menikah," ujar sumber tersebut.

Apabila tidak mendaftarkan pernikahan, maka orang itu tidak perlu repot-report saat cerai.

"Mereka mendaftarkan pernikahan mereka setelah mereka punya seorang anak atau mereka sudah tinggal bersama selama beberapa tahun," ujar sumber tersebut.

1 yuan: Rp 2.206

1 dollar Amerika: Rp 14.921

3 dari 4 halaman

Ada Kuota Cerai

Sebelumnya dilaporkan, pemerintah Korea Utara lantas mencoba mencegah perceraian dengan menggunakan taktik kuota cerai, sehingga sejumlah pasutri yang ingin cerai harus menunggu beberapa tahun. Namun, aksi menyogok malah terjadi.

Dilansir Radio Free Asia, Senin (8/8), aksi cerai disebut pemerintah Korea Utara sebagai "anti-sosialis". Pejabat pun diminta jangan langsung menyetujui perceraian.

"Baru-baru ini, cekcok keluarga semakin parah akibat alasan-alasan ekonomi dan jumlah keluarga yang ingin cerai bertambah, tetapi pejabat berwenang memerintahkan pengadilan agar tidak mudah menyetujui perceraian," ujar seorang warga kabupaten Kyongsong kepada RFA.

Saksi mata yang memilih identitas anonim tersebut berkata kerap melihat pasangan cerai yang masih muda.

"Ketika saya terkadang melewati kantor pengadilan, saya selalu melihat selusin pria dan wanita muda berkumpul di depan gerbang utama. Banyak pasangan-pasangan muda ingin bertemu seorang hakim atau pengacara untuk meminta cerai," ujarnya.

Sumber itu juga menjelaskan bahwa pengadilan di Korut biasanya tidak mengizinkan cerai kecuali ada "alasan yang tak bisa dihindari." Pisah rumah pun tidak berarti langsung bisa cerai.

Turut dijelaskan bahwa perceraian dipandang negatif di Korea Utara karena dianggap bisa membuat kegaduhan. Sumber itu juga mendengar dari sahabatnya, yang menikahi pejabat pengadilan, bahwa angka perceraian dibatasi sesuai jumlah populasi.

Kabupaten Kyongsong yang punya 106 ribu populasi hanya bisa memberikan 40 perceraian per tahun.

"Jika pengadilan melebihkan kuota cerai mereka, itu akan dipertanyakan oleh pihak berwenang," ujar wanita itu yang mengaku kaget pada kuota perceraian.

4 dari 4 halaman

Dulu Dipermalukan, Kini Berbeda

Cerai sempat dianggap sebagai hal negatif di Korea Utara. Pandangan itu kini berubah. 

"Dalam beberapa tahun terakhir, pertikaian keluarga telah meningkat karena kesulitan dalam hidup, jadinya jumlah keluarga yang ingin bercerai bertambah. Dulu ada kecenderungan dipermalukan saat bercerai, tetapi tidak begitu lagi sekarang," ujar seorang warga di kabupaten Unhung.

Kesulitan ekonomi yang terjadi tak terlepas dari pandemi COVID-19. Korea Utara sangat bergantung pada China, namun pandemi mempersulit perdagangan. 

Saksi mata yang juga memilih anonim itu menyebut sogokan menjadi alternatif agar perceraian lebih mulus.

"Orang-orang ingin bercerai secepat mungkin, tetapi itu tidak mudah. Jumlah sogokan ke hakim pengadilan atau pengacara menentukan apakan perceraian bisa dikabulkan dan seberapa lama," ujarnya.

Lebih lanjut, saksi tersebut menyorot bahwa ada banyak yang ingin cerai, sehingga otomatis sulit melewati tahap awal dokumen tanpa menyogok.

"Realitanya adalah jika kamu tidak membayar sogokan, kamu tidak akan mendapat perceraianmu bahkan setelah menunggu tiga sampai lima tahun," ujarnya.