Liputan6.com, Kabul - Serangan bom kembali terjadi di ibu kota Afghanistan. Masjid pun kembali menjadi target dan seorang imam meninggal dunia, sementara anak-anak Kabul ikut terluka.
Dilaporkan BBC, Kamis (18/8/2022), juru bicara kepolisian Kabul menyebut ledakan terjadi di barat daya ibu kota Kabul. Belum jelas siapa pelaku bom bunuh diri itu.
Advertisement
Baca Juga
Ledakan bom ini terjadi sepekan usai pemuka agama pro-Taliban juga menjadi korban bom bunuh diri di Kabul. ISIS mengaku bertanggung jawab pada serangan pekan lalu.
NGO Emergency dari Italia berkata setidaknya ada tiga orang yang terbunuh pada peristiwa terkini, dan lebih dari 20 orang terluka.
"Di antara mereka lima anak-anak, termasuk anak berusia 7 tahun," tulis pihak Emergency di Twitter.
Dua pasien tiba di rumah sakit dalam keadaan meninggal, dan satu lainnya meninggal di UGD.
Intelijen Taliban berkata pada Reuters bahwa jumlah korban tewas dan luka bisa bertambah.
Para saksi mata menyebut ledakan tersebut sampai berdampak pada jendela-jendela di gedung terdekat. Intelijen Taliban masih menginvestigasi serangan mematikan ini.
Hubungan antara Taliban dan ISIS memang sedang panas. Usai Taliban merebut kekuasaan pada Agustus 2021, pasukan Islamic State di Provinsi Khurasan (IS-KP) melancarkan serangan di Bandara Hamid Karzai. Lebih dari 180 orang meninggal akibat serangan tersebut.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Taliban Masih Cari Dukungan Internasional
Satu tahun berlalu sejak Taliban menguasai Afghanistan setelah hampir 20 tahun pendudukan AS.
Tetapi para penguasa Taliban memiliki banyak pekerjaan yang harus dilakukan ketika mereka berjuang untuk menghidupkan kembali ekonomi negara yang tak bernyawa dan mengatasi situasi kemanusiaan yang mengerikan.
Sementara itu, isolasi internasional Taliban tidak membantu penyebabnya.
Dilansir Al Jazeera, Selasa (16/8), meskipun seruan dan upaya berulang-ulang oleh para pemimpin Taliban, tidak ada negara di dunia yang mengakui Imarah Islam Afghanistan (IEA), karena negara itu secara resmi dikenal di bawah pemerintahan Taliban.
Barat telah menuntut agar Taliban melonggarkan pembatasan hak-hak perempuan dan membuat pemerintah lebih representatif sebagai syarat untuk pengakuan. Taliban mengatakan Amerika Serikat melanggar Perjanjian Doha 2020 dengan tidak mengakui pemerintahnya.
Pembunuhan bulan lalu terhadap pemimpin al-Qaeda Ayman al-Zawahiri dalam serangan pesawat tak berawak AS di Kabul telah menyebabkan pemerintah Barat menuduh pemerintah Taliban gagal memenuhi komitmennya di bawah Perjanjian Doha, yang mengharuskan Taliban untuk menolak tempat berlindung yang aman. Al-Qaeda dan kelompok bersenjata lainnya di Afghanistan dengan imbalan penarikan AS.
Beberapa serangan mematikan yang dikaitkan dengan Negara Islam di Provinsi Khorasan, ISKP (ISIS-K) telah meningkatkan kekhawatiran di ibu kota Barat tentang lanskap keamanan Afghanistan pasca-AS.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Rakyat Afghanistan
15 Agustus 2022 merupakan satu tahun pengambilalihan Afghanistan oleh Taliban pasca penarikan pasukan internasional.
"Hari ini adalah hari yang menyedihkan bagi warga Afghanistan, khususnya perempuan dan anak perempuan, yang harapannya musnah ketika Taliban mengambilalih negara ini satu tahun lalu," demikian petikan pernyataan Fawzia Koofi, aktivis dan politikus perempuan Afghanistan yang juga mantan anggota parlemen dan Wakil Presiden Majelis Nasional Afghanistan, dalam diskusi di CSIS – Washington DC, Senin pagi 15 Agustus 2022, mengenang satu tahun situasi muram pasca berkuasanya Taliban seperti dikutip dari VOA Indonesia.
Koofi hadir secara virtual dari Kabul.
Tanggal 15 Agustus tepat satu tahun pengambilalihan kekuasaan di Afghanistan oleh Taliban di tengah penarikan mundur pasukan Amerika dan koalisi sesuai perjanjian perdamaian yang ditandatangani di Doha, Qatar pada 29 Februari 2020. Hampir tidak ada perlawanan berarti dari pasukan keamanan Afghanistan yang selama bertahun-tahun telah dilatih oleh Amerika, ketika Taliban memasuki Kabul dan dalam hitungan hari menguasai kembali seluruh Afghanistan.
Ulama Afghanistan Ajak Masyarakat Internasional Akui Pemerintahan Taliban
Ulama Afghanistan menegaskan dukungan mereka terhadap Taliban. Komunitas internasional pun diminta ikut mendukung pemerintahan Taliban di Afghanistan.
Dilaporkan VOA Indonesia, Senin (4/7), dukungan itu ditegaskan pada sebuah pertemuan ulama Islam dan tetua suku yang berlangsung selama tiga hari dan berakhir Sabtu (2/7). Pihak yang hadir sepakat memberikan dukungan bagi Taliban dan menyerukan masyarakat internasional untuk mengakui pemerintahan Afghanistan yang dipimpin Taliban.
Pertemuan di Kabul itu dirancang sesuai dengan Loya Jirga Afghanistan – yaitu semacam dewan yang terdiri dari para tetua suku, pemimpin dan tokoh terkemuka – dan membahas masalah kebijakan di Afghanistan. Tetapi mayoritas yang hadir dalam pertemuan kali ini adalah pejabat dan pendukung Taliban, kebanyakan ulama Islam.
Tidak seperti Loya Jirga terakhir yang dilangsungkan di bawah pemerintah sebelumnya yang didukung Amerika, kali ini perempuan tidak diizinkan hadir.
Bekas kelompok gerilyawan yang telah sepenuhnya berkuasa untuk mengambil keputusan sejak mengambilalih negara itu pertengahan Agustus 2021 lalu, menyebut pertemuan itu sebagai forum untuk membahas masalah-masalah yang dihadapi Afghanistan.
Ansari mengatakan lebih dari 4.500 ulama dan tokoh terkemuka Islam yang menghadiri forum itu telah memperbarui kesetiaan dan kepatuhan pada pemimpin tertinggi dan kepala spiritual Taliban, Haibatullah Akhundzada.
Mengutip 11 poin pernyataan yang dirilis di akhir pertemuan itu, ulama Mujib-ul Rahman Ansari mendesak negara-negara di kawasan dan di dunia, PBB, bersama organisasi Islam dan lainnya untuk mengakui Afghanistan yang dipimpin Taliban. Ia juga menyerukan dihapusnya semua sanksi yang diberlakukan sejak Taliban berkuasa dan dicairkannya aset-aset Afghanistan di luar negeri.
Advertisement