Sukses

Pelaku Perkosaan di India Disambut Karangan Bunga Saat Bebas, Korban Protes

Video viral menunjukkan pelaku perkosaan di India disambut permen dan karangan bunga.

Liputan6.com, Delhi - Korban kasus perkosaan protes ketika pelaku bebas dari penjara. Tak hanya itu, pelaku juga disambut karangan bunga

Kasus perkosaan itu terjadi di tengah kerusuhan agama pada awal tahun 2000-an. Para pelaku sejatinya divonis hukuman seumur hidup. 

Dilaporkan VOA Indonesia, Jumat (19/8/2022), korban yang angkat suara adalah perempuan Muslim di India yang diperkosa beramai-ramai saat hamil dalam kerusuhan agama tahun 2002. Ia meminta pemerintah untuk membatalkan keputusan pembebasan 11 laki-laki yang telah divonis penjara seumur hidup karena melakukan kejahatan itu, setelah mereka dibebaskan dengan hukuman percobaan.

Sebelas laki-laki terpidana pemerkosa itu mendapat remisi dan dibebaskan Senin lalu (15/8) ketika India merayakan 75 tahun kemerdekaannya. Mereka divonis pada tahun 2008 atas pemerkosaan, pembunuhan dan melangsungkan pertemuan yang melanggar hukum.

Video di media sosial yang menunjukkan bagaimana sebelas laki-laki itu disambut dengan permen dan karangan bunga setelah dibebaskan dari penjara telah viral dan memicu kemarahan para perempuan, khususnya para aktivis HAM dan politisi oposisi.

Korban mengatakan keputusan pemerintah negara bagian Gujarat telah membuatnya mati rasa dan menggoyahkan kepercayaannya pada keadilan.

“Bagaimana keadilan bagi seorang perempuan bisa berakhir seperti ini? Saya percaya pada pengadilan tertinggi di tanah air kami,” ujarnya dalam sebuah pernyataan Rabu malam (17/8), seraya menambahkan tidak ada pihak berwenang yang menghubunginya sebelum membuat keputusan itu.

“Tolong sudahi kerusakan ini. Kembali hak saya untuk hidup dalam damai dan tanpa rasa takut,” tegas perempuan itu.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Pejabat Sebut Pembebasan Sesuai UU

Di ibu kota New Delhi, puluhan perempuan hari Kamis memprotes pembebasan sebelas laki-laki itu. Maimoona Mollah dari Asosiasi Perempuan Demokrat Seluruh India mengatakan mereka menuntut negara bagian itu untuk membatalkan keputusan tersebut. “Korban dan penyintas lainnya harus dapat hidup dengan damai dan bermartabat,” ujarnya.

Raj Kumar, Kepala Menteri di Gujarat di mana Partai Bharatiya Janata pimpinan Perdana Menteri Narendra Modi berkuasa, mengatakan pada suratkabar Indian Express bahwa permohonan remisi para terpidana dikabulkan karena mereka telah menjalani lebih dari 14 tahun penjara. Sebuah panel pemerintah negara bagian itu membuat keputusan tersebut setelah mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk usia dan perilaku sebelas laki-laki itu di penjara. 

Kumar menambahkan orang-orang itu memenuhi syarat berdasarkan kebijakan remisi tahun 1992 yang berlaku saat mereka dihukum. Versi yang lebih baru dan diadopsi tahun 2014 oleh pemerintah federal melarang pembebasan lewat remisi bagi mereka yang dihukum karena melakukan kejahatan tertentu, termasuk pemerkosaan dan pembunuhan.

Kerusuhan tahun 2002 itu telah sejak lama menghantui Modi, yang merupakan pejabat tinggi terpilih di Gujarat ketika insiden itu terjadi. Ia sempat dituduh mengizinkan pihak berwenang membiarkan terjadinya insiden itu, dan bahkan mendorong pertumpahan darah. Modi telah berulangkali membantah memiliki peran apapun dan Mahkamah Agung mengatakan tidak menemukan bukti untuk menuntutnya.

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 4 halaman

Cara Terhindar dari Pelecehan Seksual di Ranah Digital

Serangan seksual juga bisa terjadi di dunia nyata. Tak hanya pencurian data, penipuan, dan perundungan, tindakan pelecehan seksual juga mengintai penguna internet di ranah digital.  

Agar terhindar dari ancaman tersebut pengguna internet perlu memiliki kecakapan dan kemampuan dalam menjaga keamanan digital. Di sisi lain, diperlukan netiket sebagai norma berinteraksi dengan siapa pun di ruang digital. 

Sebelumnya dilaporkan, dosen Administrasi Publik di Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Dwiyanto Indiahono, mengatakan berinteraksi di ranah digital membutuhkan netiket atau tata kerama di internet.

"Karena kita bertemu dengan orang dari berbagai latar belakang budaya, kita harus menentukan standar baru yang kita sepakati," kata Dwiyanto dalam webinar bertajuk 'Pelecehan Seksual di Ruang Digital: Kenali, Cegah, dan Laporkan'  yang digelar Kemkominfo bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi di Pontianak, belum lama ini.

Ia menambahkan netiket berfungsi juga untuk memberikan batasan, sehingga kita bisa menghindari pelecehan seksual di ruang digital.

"Tipsnya antara lain jangan masuk komunitas negatif, jaga penampilan, hindari obrolan berbau porno, gunakan menu lapor di media sosial, dan beri tindakan tegas disertai bukti tangkapan layar atau capture," Dwiyanto memaparkan, dikutip Rabu (17/8/2022). 

Terkait keamanan digital, Dosen Psikologi di Universitas Andalas, Rozi Sastra Purna menuturkan tingginya akses digital mempermudah kegiatan masyarakat sehari-hari, misalnya yang berkaitan  dengan ekonomi dan transaksi.

Namun, di sisi lain ada hal-hal yang berpotensi buruk, misalnya penipuan dan pencurian akun. Oleh karena itu diperlukan pemahaman tentang keamanan digital, sehingga berkembangnya teknologi bukan malah menyusahkan, tapi memudahkan.

"Agar terhindar dari kekerasan seksual atau pelecehan seksual di ranah digital, maka kita harus membatasi interaksi daring, pikirkan sebelum posting, lindungi rahasia diri, jangan mudah tertipu orang yang baru dikenal, dan ciptakan pergaulan positif," kata Rozi.

4 dari 4 halaman

Tantangan Budaya

Rozi menambahkan kita juga perlu mempelajari keamanan digital agar terhindar dari pelecehan seksual.

"Tips melindungi keamanan digital bagi anak yakni melindungi identitas digital anak, ketahui siapa lawan bicara anak, tunjukkan konten sesuai usianya, dan  tanamkan nilai penting dalam bermedia sosial,” ia menjelaskan. 

Husnul Hidayah selaku Dosen Ilmu Komunikasi di Universitas Pejuang RI menyampaikan perkembangan digital menimbulkan tantangan budaya seperti lunturnya wawasan kebangsaan, memudarnya kesopanan, tidak ada batasan privasi, dan pelanggaran hak cipta atau karya intelektual.

"Untuk menghadapi tantangan tersebut, kita perlu menginternalisasi nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika dan menghadirkannya di ruang digital," ujarnya.

Ia menjelaskan, cara mencegah potensi pelecehan seksual yaitu dengan tegas menolak, berikan solusi atau pengertian dan edukasi, serta jangan berikan respons ketika kita merasa tidak nyaman terhadap hal-hal berbau seksualitas.

“Speak up merupakan kunci utama untuk melawan pelecehan seksual,” Husnul memungkaskan.