Sukses

Vaksin Booster Sudah 80 Persen, Singapura Hapus Wajib Masker

Aturan pemakaian masker di Singapura yang menjadi opsional.

Liputan6.com, Singapura - Pemerintah Singapura akan mencabut aturan wajib masker di dalam ruangan mulai 29 Agustus 2022. Seperti yang sebelumnya dilaporkan, pengecualian masker dilakukan di tempat kesehatan dan transportasi.

Berdasarkan laporan The Straits Times, Rabu (24/8/2022), Deputi Perdana Menteri Singapura Lawrence Wong menyebut masker masih harus digunakan di MRT, LRT, bus umum, dan fasilitas transit indoor untuk bus dan MRT.

Akan tetapi, pemakaian masker di bandara dan transportasi non-publik akan opsional. Ini berarti bus sekolah maupun taksi tak mewajibkan masker lagi.

Wong memperingatkan masyarakat agar tidak lengah, sebab bisa saja ada perubahan mendadak jika muncul varian COVID-19 yang lebih agresif dan berbahaya.

Sementara, Menteri Kesehatan Ong Ye Kung juga mengingatkan dampak gelombang musim dingin di belahan bumi utara, termasuk Amerika Serikat, Inggris, dan Eropa.

Perolehan Vaksin Booster

Vaksinasi tetap akan digencarkan di Singapura. Rencananya, ada vaksin booster untuk anak-anak usia lima hingga 11 tahun pada kuartal terakhir 2022.

Lebih lanjut, Ong Ye Kung mengungkap bahwa 80 persen warga Singapura sudah menerima vaksin booster, sehingga varian BA.5 bisa dilewati tanpa pengetatan aturan, dan rumah sakit tidak kewalahan.

"Vaksinasi masih menjadi jalan terbaik untuk melindungi diri kita dari penyakit parah dari COVID-19," ujar Deputi PM Singapura Lawrence Wong.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Usai Gelombang BA.4 dan BA.5, Indonesia Bakal Hadapi Ujian COVID-19 pada 6 Bulan Mendatang

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan, Indonesia menjadi satu dari sedikit negara di dunia yang dapat melalui gelombang COVID-19 subvarian BA.4 dan BA.5 dengan sangat baik. Meski demikian, Indonesia perlu tetap waspada karena menurut Budi, ujian dalam menghadapi COVID-19 masih akan dihadapi Indonesia dalam 6 bulan ke depan.

"Nah, sekarang ujiannya 6 bulan lagi, sekitar bulan Januari, Februari, Maret 2023. Kalau kita benar-benar bisa melampaui itu sama seperti sekarang, Indonesia mungkin menjadi selected few negara yang bisa menangani pandemi ini 12 bulan berturut-turut," kata Budi dalam keterangan pers usai Rapat Terbatas Evaluasi PPKM di Kantor Presiden, Selasa, 23 Agustus 2022. 

Guna mencapai target tersebut, Budi menyebut ada satu cara yang bisa dilakukan yakni dengan menjaga tingkat imunitas masyarakat tetap tinggi seperti saat ini.

Diketahui, berdasarkan sero survei yang dilakukan pada Juli 2022, saat ini antibodi masyarakat telah mencapai 98,5 persen. Jumlah tersebut telah meningkat dibandingkan pada Desember 2021 yang baru mencapai 88 persen.

Peningkatan persentase antibodi masyarakat yang tinggi, kata Budi, disebabkan oleh dua hal, vaksinasi dan infeksi.

"Tantangannya, kita vaksinasinya sudah nurut dan tidak ada infeksi sekarang, beda dengan kemarin, Februari kan kita ada infeksi tinggi, itu kan memberi perlindungan imunitas juga," ujarnya. 

3 dari 4 halaman

Vaksinasi di Akhir 2022

Menghadapi tantangan tersebut, kata Budi, akan dilakukan vaksinasi pada akhir tahun 2022 , terutama bagi golongan yang memiliki imunitas rendah. Hal tersebut sesuai arahan Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas pada hari ini.

"Jadi nanti rencana November kita akan sero survei lagi untuk melihat daerah-daerah mana yang imunitasnya sudah menurun, kemudian orang-orang mana yang berisiko tinggi. Nanti itu yang akan kita berikan vaksinasi," jelas Budi.

Dengan vaksinasi tersebut, diharapkan imunitas masyarakat Indonesia akan tetap tinggi jika nantinya ada varian baru COVID-19 pada triwulan pertama 2023.

"Insyaallah kalau nanti ada varian baru, ya mudah-mudahan tidak, kita kan tugasnya mempersiapkan. Kalau ada nanti varian baru di bulan Januari, Februari, Maret, imunitas populasi masyarakat Indonesia itu tetap tinggi," ujar Budi.

"Ya idealnya sama seperti sekarang lah, 98 persen ke atas sudah tetap memiliki imunitas di atas 2000 unit per mililiter," tambahnya.

Dengan upaya menjaga imunitas masyarakat tetap tinggi, diharapkan kasus COVID-19 di Tanah Air akan tetap landai seperti saat ini.

4 dari 4 halaman

Indonesia dan 4 Negara G20 Bangun Pusat Riset Vaksin mRNA

Indonesia bekerja sama dengan empat negara anggota G20 untuk membangun pusat riset (hub) dan manufaktur vaksin mRNA. Keempat negara yang dimaksud meliputi Argentina, Brasil, India, dan Afrika Selatan.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin menyampaikan sudah ada kesepakatan yang terjadi dengan empat negara di atas dalam perluasan kapasitas riset dan manufaktur, khususnya vaksin mRNA. Komitmen kerja sama ini sebagai langkah awal yang dilakukan.

"Bagaimana kita bisa memastikan mekanisme atau negara berkembang siap sebagai Resource Hub dan Manufacturing Hub. Langkah pertama adalah kita akan memiliki kesepakatan antara negara-negara berkembang untuk membangun hub virtual," ujar Budi Gunadi saat Press Conference The 3rd G20 Health Working Group di Hilton Resort, Nusa Dua Bali pada Senin, 22 Agustus 2022.

"Kami telah memiliki perjanjian dengan India, Afrika Selatan, Argentina, dan Brasil untuk bekerja sama sebagai negara berpenghasilan rendah dan menengah untuk penelitian dan kapasitas manufaktur.

Dalam pengembangan kapasitas riset dan manufaktur vaksin mRNA, lanjut Budi Gunadi, upaya tersebut didukung oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Selain mendapat dukungan dari WHO, pengembangan vaksin mRNA di Indonesia juga terjalin kerja sama dengan Tiongkok.

"Kita tahu Afrika Selatan ditunjuk oleh WHO sebagai Hub Vaksin Global untuk vaksin mRNA, Brasil telah ditunjuk oleh WHO juga. Kalau Indonesia bekerja dengan Cina di bawah perjanjian bilateral untuk teknologi mRNA-nya," terangnya.

"Jadi, kami dapat bekerja bersama untuk pengembangan MRNA dan akan mengembangkan kemampuan manufaktur."