Sukses

Lebih dari Setengah Wilayah Eropa Alami Kekeringan Ekstrem

Sekitar dua pertiga kawasan Eropa mengalami bencana kekeringan ekstrem.

DW - Hampir dua pertiga wilayah Eropa terancam oleh kekeringan ekstrem, menurut sebuah laporan Joint Research Centre, layanan sains dan ilmu pengetahuan Komisi Eropa. Kekeringan ini mungkin yang terburuk "setidaknya selama 500 tahun," kata juru bicara Komisi Eropa Johannes Bahrke, hari Selasa (23/8).

"Ini tentu saja baru penilaian pertama, dan kami perlu mengkonfirmasi ini dengan data-data mutakhir di akhir musim,” katanya merujuk pada laporan Uni Eropa yang dirilis Senin (22/8).

Dikutip DW Indonesia, Kamis (25/8/2022), menurut laporan tersebut, 47% wilayah Eropa berada dalam kondisi status peringatan, dengan defisit kelembaban tanah yang tinggi. Selanjutnya 17% berada dalam kondisi status, di mana vegetasi sudah terpengaruh.

Jarangnya hujan dan gelombang panas berturut-turut yang dimulai pada bulan Mei lalu telah memengaruhi debit sungai dan ketinggian air.

"Kekeringan parah yang mempengaruhi banyak wilayah Eropa sejak awal tahun telah semakin meluas dan memburuk pada awal Agustus," kata laporan itu. Kondisi kekeringan ini telah berdampak pada jalur transportasi air, pembangkit listrik dan hasil panen tertentu di Eropa.

Ketinggian air terus turun memaksa kapal-kapal mengurangi muatan mereka di jalur air utama seperti di sungai Rhein. Berkurangnya volume air juga berdampak buruk pada sektor energi, baik untuk pembangkit listrik tenaga air maupun pembangkit listrik lain yang menggunakan air sungai untuk sistem pendinginannya.

2 dari 4 halaman

Rantai Pasokan Terancam

Tanaman musim panas juga telah terdampak, dengan hasil panen tahun 2022 untuk biji-bijian jagung 16% lebih rendah dari rata-rata lima tahun sebelumnya, dan hasil kedelai dan bunga matahari akan turun masing-masing sampai 15% dan 12%.

"Kelembaban tanah dan stres vegetasi, keduanya sangat terpengaruh," kata laporan Komisi Eropa, yang mencatat lebih dari selusin negara, di mana bahaya kekeringan telah meningkat, termasuk Jerman, Prancis dan Inggris. "Kawasan Eropa lainnya, yang sudah terkena kekeringan sebelumnya, juga tetap pada kondisi kering yang stabil," tulis laporan itu.

Asit Biswas, profesor tamu di Universitas Glasgow, mengatakan kepada DW bahwa krisis air ini adalah juga "krisis manajemen" air.

"Kita memiliki banyak air untuk semua yang kita inginkan," kata Asit Biswas, seraya menambahkan bahwa pengelolaan air selama beberapa dekade terakhir tidak berkelanjutan.

"Kita memiliki manajemen (air) yang sangat buruk di seluruh dunia," katanya. Dia berpendapat, bahkan dengan perubahan iklim dan kekeringan serta banjir yang berkepanjangan, manajemen yang lebih baik akan memungkinkan umat manusia mengatasi krisis ini.

"Ada beberapa tempat sekarang, (di mana) mereka kehilangan 60% air karena infrastruktur yang rusak," kata Asit Biswas.

3 dari 4 halaman

Berkepanjangan

Biswas menilai, banyak anggota parlemen "hanya tertarik ketika ada kekeringan berkepanjangan atau banjir berkepanjangan." Saat banjir menghilang, masalah air juga menghilang dari agenda.

Daerah dengan kondisi terburuk adalah kawasan yang sudah terkena dampak kekeringan pada musim semi 2022 - termasuk Italia utara, Prancis tenggara, dan beberapa daerah di Hungaria dan Rumania - menurut laporan itu.

Para peneliti memperkirakan bahwa kondisi di wilayah Mediterania barat cenderung lebih hangat dan lebih kering dari biasanya hingga November.

4 dari 4 halaman

Pentingnya Pengelolaan Sumber Daya Air

Inggris juga perlu terus mengelola sumber daya air dengan hati-hati selama beberapa minggu dan bulan mendatang untuk memenuhi kebutuhannya setelah musim panas terkering selama 50 tahun, kata kelompok peneliti National Drought Group hari Selasa (23/08).

Menurut kelompok yang terdiri dari pejabat pemerintah, perusahaan air dan organisasi lingkungan itu, tetap ada cukup air untuk semua kebutuhan rumah tangga dan bisnis yang penting. Sepuluh dari 14 wilayah Badan Lingkungan Hidup di Inggris sekarang berada dalam status kekeringan.