Liputan6.com, Ankara - Penyanyi Turki bernama Gulsen (46) ditangkap polisi karena dianggap melecehkan pesantren. Isu ini dimulai ketika Gulsen bercanda bahwa teman satu bandnya bersikap "cabul" karena belajar di sekolah agama di Turki.
Berdasarkan laporan BBC, Sabtu (27/8/2022), hal itu diucapkan Gulsen pada April 2022, namun komentarnya beredar lagi. Kelompok konservatif lantas mengecam komentar itu, dan kini Gulsen menunggu disidang.
Baca Juga
Gulsen sudah minta maaf dan berkata komentarnya dieksploitasi oleh orang-orang yang ingin mempolarisasi Turki.
Advertisement
Sejumlah netizen mendukung penangkapan ini. Koran pro-pemerintah Yeni Safak menulis tajuk utama bahwa: "Si badut telah melewati batas."
Namun, ada juga yang menyebut penangkapan itu berlebihan. Netizen turut menyorot ahli agama yang menyarankan untuk membunuh orang yang tak beribadah, akan tetapi ia tetap bebas di rezim Recep Tayyip Erdogan.
View this post on Instagram
Sekolah agama yang menjadi sorotan adalah sekolah Imam Hatip. Sekolah itu ditujukan bagi orang-orang yang akan menjadi ustadz. Presiden Recep Tayyip Erdogan, serta pejabat pemerintah lainnya, juga pernah bersekolah di sana.
Pihak yang mengkritik penangkapan turut mengaitkan hal ini dengan pemilu Turki 2023.
Pengacara Feyza Altun berkata tak ada "landasan hukum" untuk menangkap Gulsen. Ia berargumen bahwa Gulsen ditangkap karena pakaiannya dan dukungan terhadap LGBT.
Gulsen memang memiliki gaya panggung dan busana yang berani. Alhasil, ia dijuluki Madonna di Turki.
Turki-Israel Pulihkan Hubungan Diplomatik
Sebelumnya dilaporkan, Kantor Perdana Menteri Israel Yair Lapid hari Rabu 17 Agustus 2022 mengeluarkan sebuah pernyataan, berbunyi bagwa Israel dan Turki telah memutuskan untuk memulihkan hubungan diplomatik sepenuhnya, dan akan mengirim kembali duta besar ke negara masing-masing,
"Meningkatkan hubungan akan berkontribusi memperdalam hubungan antara kedua bangsa, memperluas hubungan ekonomi, perdagangan, budaya, dan memperkuat stabilitas regional," kata pernyataan itu seperti dikutip dari DW Indonesia, Jumat (19/8).
Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengonfirmasi langkah tersebut dengan mengatakan, "penunjukan duta besar adalah salah satu langkah untuk normalisasi hubungan. Langkah positif seperti itu datang dari Israel sebagai hasil dari upaya ini, dan sebagai Turki, kami juga memutuskan untuk menunjuk seorang duta besar ke Israel, ke Tel Aviv."
Pada tahun 2018, Turki menarik duta besarnya untuk Israel setelah bentrokan mematikan di perbatasan Gaza, dan Presiden Amerika Serikat saat ituDonald Trump memindahkan kedutaan Washington ke Yerusalem. Israel juga menarik duta besarnya dari Turki.
Terlepas dari sengketa diplomatik dalam beberapa tahun terakhir, perdagangan kedua negara terus berlanjut dan Turki tetap menjadi tujuan populer bagi wisatawan Israel. Namun, Israel memperingatkan warganya untuk pulang pada bulan Juni lalu, setelah plot pembunuhan Iran terhadap warga negaranya di Istanbul terbongkar.
Advertisement
Terobosan Diplomatik
Mevlut Cavusoglu mengatakan, "kami tidak menyerah pada perjuangan Palestina. Penting agar pesan kita tersampaikan secara langsung melalui duta besar.”
Dalam beberapa bulan terakhir, baik Turki maupun Israel telah membuat langkah untuk meningkatkan hubungan. Pada bulan Maret, kedua negara mengumumkan era baru dalam hubungannya ketika Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan bertemu dengan Presiden Israel Isaac Herzog di Ankara.
Pada hari Rabu 17 Agustus, PM Israel Yair Lapid menggambarkan terobosan diplomatik itu sebagai "aset penting untuk stabilitas regional dan kabar ekonomi yang sangat penting bagi warga Israel."
Rekonsiliasi secara terbuka berlangsung setelah Presiden Herzog menjabat pada Juli 2021. Presiden Israel itu mengatakan, pembaruan penuh hubungan "akan mendorong hubungan ekonomi yang lebih besar, pariwisata timbal balik, dan persahabatan antara rakyat Israel dan Turki."
Turki Tidak Melupakan Palestina
Yair Lapid kemudian berterima kasih kepada Ankara atas kerja samanya sehingga warga Israel dengan cepat dapat melanjutkan liburan Turki mereka. Sementara Turki juga sangat ingin mendorong normalisasi dengan Israel, yang juga dapat bermanfaat bagi Palestina.
"Seperti yang selalu kami katakan, kami akan terus membela hak-hak warga Palestina," kata Cavusoglu.
Selain hubungannya dengan kepemimpinan Palestina yang berbasis di Tepi Barat, Turki juga mempertahankan hubungan dengan kelompok Islam Hamas yang menguasai Gaza.
Efraim Inbar, Ketua Institut Strategi dan Keamanan Yerusalem, mengatakan para pengamat jangan berangan-angan bahwa hubungan bilateral akan pulih cepat sebaik selama tahun 1990-an. "Selama Erdogan berkuasa, akan ada sejumlah permusuhan dari Turki terhadap Israel, karena koneksi Islamisnya. Dia akan terus mendukung Hamas misalnya," katanya kepada kantor berita AFP.
Israel telah memberlakukan blokade terhadap 2,3 juta penduduk Gaza sejak 2007 dan - bersama dengan banyak negara Barat - menunjuk Hamas sebagai organisasi teroris.
Advertisement