Liputan6.com, Moskow - Pihak Kementerian Luar Negeri Rusia berkata sanksi-sanksi dari Barat menyulitkan negara mereka untuk mengekspor produk pertanian dan fertilizer ke pasar global. Ucapan Rusia berbeda dari Barat yang menyebut produk-produk itu tak kena sanksi.
Rusia berdalih sanksi-sanksi ke sektor finansial berdampak pada ekspor pangan.
Advertisement
Baca Juga
"Meski ada pernyataan-pernyataan yang dibuat oleh Washington dan Brusel bahwa sanksi-sanksi Rusia tidak diterapkan ke pangan dan fertilizer, adanya penjegalan pada pembayaran bank, asuransi, dan kargo dapat terjadi sebab kebijakan mereka masih diterapkan," ujar pihak Kemlu Rusia, dikutip media pemerintah Rusia, TASS, Jumat (27/6/2022).
Pihak Kemlu Rusia juga berkata share Rusia pada struktur pangan dunia lebih besar ketimbang Ukraina. Disebutkan bahwa pada 2021 jumlah ekspor gandum sejumlah 43 juta ton, dan tahun ini rencananya 50 juta ton.
"Saat ini, 7-8 juta ton fertilizer dan bahan-bahan mentah yang cukup untuk memproduksi makanan bagi 100 juta orang masih terblokir pada terminal shipping karena sanksi-sanksi Barat," ujar pihak Kemlu Rusia.
Selain itu, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov juga mengkritik kebijakan luar negeri negara-negara Barat yang ia anggap rasis.
Hingga Agustus 2022, invasi Rusia ke Ukraina masih terus berlangsung. Sanksi-sanksi Barat pun menghantam Rusia, terutama pada industri perbankan. Pasukan Rusia telah menguasai wilayah Ukraina seperti Luhansk.
Rusia pun mengendalikan pelabuhan di Mariupol milik Ukraina, sehingga ekspor Ukraina juga tertahan.
Vladimir Putin Akan Tambah 137 Ribu Pasukan Rusia untuk Gempur Ukraina
Presiden Rusia Vladimir Putin diperkirakan akan meningkatkan ukuran angkatan bersenjata negara itu setelah menandatangani dekrit yang dapat menambah sebanyak 137.000 lebih pasukan dalam perangnya dengan Ukraina.
Personel layanan tambahan itu dianggap sebagai bagian dari korps tentara baru yang sedang dibentuk di seluruh Rusia, demikian menurut Kementerian Pertahanan Inggris, demikian seperti dikutip dari MSN News, Sabtu (27/8).
Dekrit Putin muncul setelah Pentagon memperkirakan bahwa sebanyak 80.000 tentara Rusia telah terbunuh atau terluka dalam enam bulan pertama perang Rusia-Ukraina.
Dekrit itu, yang diterbitkan oleh kantor Putin dalam bahasa Rusia dan diterjemahkan oleh BBC News, mengatakan bahwa "Angkatan Bersenjata Federasi Rusia harus ditetapkan pada 2.039.758, termasuk 1.150.628 personel militer."
Batas personel militer saat ini adalah 1.013.628 tentara, naik dari apa yang diperkirakan 900.000 pada awal invasi Ukraina. Dekrit Putin juga meminta dana Pemerintah untuk menambah personel militer, dengan perkiraan tanggal mulai 1 Januari 2023.
Tetapi yang tidak jelas dari dekrit itu adalah apakah jumlah personel militer akan meningkat melalui sukarelawan atau dengan memperluas wajib militer di luar pria Rusia berusia 18 hingga 27 tahun yang dapat direkrut.
Advertisement
6 Bulan Invasi Rusia ke Ukraina, Sekjen PBB: Menyedihkan dan Tragis
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres pada Rabu (24 Agustus) menyebut peringatan enam bulan dimulainya perang Rusia di Ukraina sebagai "tonggak yang menyedihkan dan tragis."
Guterres membuat komentar selama pertemuan khusus Dewan Keamanan PBB di New York untuk menandai peringatan invasi Rusia ke tetangganya pada 24 Februari.
Dikutip Channel News Asia, Kamis (25/8), Sekjen PBB menggambarkan enam bulan konflik "menghancurkan".
"Konsekuensi dari perang yang tidak masuk akal ini dirasakan jauh di luar Ukraina," kata Guterres, merujuk pada dampaknya terhadap harga pangan dan bahan bakar.
"Jika kita tidak menstabilkan pasar pupuk pada tahun 2022, maka tidak akan ada cukup makanan pada tahun 2023," sekjen memperingatkan.
Guterres mengatakan dia tetap "sangat prihatin" tentang aktivitas militer di sekitar pembangkit nuklir Zaporizhzhia di Ukraina selatan, pembangkit listrik tenaga atom terbesar di Eropa.
"Lampu peringatan menyala," katanya.
"Setiap eskalasi situasi lebih lanjut dapat mengarah pada penghancuran diri. Keamanan pabrik harus dipastikan, dan pabrik harus dibangun kembali sebagai infrastruktur sipil murni," tambahnya.
Pabrik itu diduduki oleh pasukan Rusia dan diancam oleh penembakan, yang oleh Moskow dituduhkan kepada Kiev.
Volodymyr Zelensky: Rakyat Ukraina Akan Berjuang Hingga Akhir
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, Rabu (24/8) mengatakan rakyat Ukraina “berjuang demi nasib kita” sementara negara itu merayakan Hari Kemerdekaan serta menandai enam bulan invasi Rusia.
Berbicara dalam pidato video dari Lapangan Kemerdekaan Kyiv, Zelensky mengatakan Ukraina akan berjuang untuk tanah airnya “hingga akhir,” dan bahwa meskipun akhir perang akan ditandai dengan perdamaian, Ukraina sekarang ini menginginkan kemenangan.
“Dan kita ingin mengangkat tangan sekali saja, sewaktu kita akan merayakan kemenangan. Ukraina secara keseluruhan,” kata Zelensky, seperti dikutip dari laman VOA Indonesia, Kamis (25/8).
“Karena kita tidak menjual tanah dan rakyat kita. Bagi kita, Ukraina adalah seluruh Ukraina, tanpa ada konsesi atau kompromi.”
Zelensky mengatakan Ukraina akan merebut kembali kontrol atas wilayah Donbas di bagian timur serta Krimea.
Pasukan Rusia mengalihkan fokus mereka ke Donbas setelah gagal dalam gerakan awal untuk memasuki ibu kota Ukraina, Kyiv. Separatis dukungan Rusia telah memerangi pasukan Ukraina di Donbas sejak 2014. Pada tahun yang sama, Rusia menganeksasi Krimea dalam langkah yang tidak diakui masyarakat internasional.
“Kalian tidak ingin tentara kalian mati? Bebaskan tanah kami,” kata Zelensky. “Kalian tidak ingin ibu kalian menangis? Bebaskan tanah kami. Ini adalah persyaratan kami yang jelas dan sederhana.”
Perayaan Hari Kemerdekaan secara terbuka dilarang di Kyiv karena para pemimpin Ukraina, dan AS, memperingatkan tentang peningkatan upaya Rusia untuk menyerang infrastruktur sipil dan fasilitas pemerintah di Ukraina.
Advertisement