Sukses

Kunjungan Kapal Perang Kanada ke Indonesia Terkait Ketegangan China di Selat Taiwan?

Usai AUKUS dan latihan Garuda Shield, kini datang kapal perang Kanada. Apa terkait ketegangan di China?

Liputan6.com, Jakarta - Kapal perang Kanada HMCS Winnipeg sedang berada di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. HMCS Winnipeg sedang melakukan tur di Indo-Pasifik sejak 14 Juni 2022 untuk mendukung Operation Projection untuk memperkuat relasi Kanada dengan kawasan. 

Pihak Kanada berkata kedatangannya untuk mempererat hubungan dengan Indo-Pasifik dan menjaga stabilitas kawasan. Namun, Duta Besar Designated Kanada menolak menjawab secara eksplisit ketika ditanya soal sikap China di Laut China Selatan atau ketegangan di Selat Taiwan.

"Terkait Laut China Selatan, Kanada umunya tidak mengambil bagian dalam sengketa maritim asing, tetapi kita juga ingin berkata bahwa kami melawan aksi unilateral yang menambah ketegangan dan meemahkan stabilitas kawasan," ujar Duta Besar Designated Kanada Nadia Burger di Tanjung Priok, Jakarta Utara, Jumat (2/9/2022). 

<p>Ruangan Bridge di HMCS Winnipeg. Dok: Tommy Kurnia/Liputan6.com</p>

Merespons pertanyaan soal ketegangan di Selat Taiwan dan sikap China yang agresif, Dubes Kanada menyebut kapal mereka sudah tidak asing dengan perairan di kawasan.

"Royal Canadian Navy secara rutin berlayar di kawasan Indo-Pasifik. Kami telah melakukannya selama puluhan tahun, dan kami pikir penting untuk stabilitas dan keamanan kawasan. Dan pengiriman (kapal) ini dilakukan berdasarkan hukum internasional UNCLOS," ujar Dubes Kanada. 

Kedatangan kapal perang Kanada ini menambah kuatnya kehadiran militer negara-negara Barat di kawasan Indonesia setelah sebelumnya ada aliansi AUKUS (Australia, Inggris, dan Amerika Serikat) dan Super Garuda Shield. 

Setelah ini pun ada kedatangan Misi Pegasus dari Angkatan Udara Prancis, serta rencana Jerman mengirim kapal perang di Indo-Pasifik.

Baca juga: Foto-foto kapal perang Winnipeg di Tanjung Priok

2 dari 4 halaman

Dukung Pertahanan Taiwan, Joe Biden Berencana Jual Senjata hingga Rudal Senilai Rp 16,3 T

Sebelumnya dilaporkan, pemerintahan Joe Biden berencana secara resmi meminta Kongres menyetujui penjualan senjata senilai 1,1 miliar dolar AS atau sekitar 16,3 triliun rupiah ke Taiwan, yang mencakup 60 rudal anti-kapal dan 100 rudal udara-ke-udara.

Dikutip dari Politico, Rabu (31/8), kabar tersebut muncul ketika China terus mengirim kapal perang dan pesawat ke selat Taiwan setiap harinya, sejak beberapa hari setelah Ketua DPR Nancy Pelosi mengunjungi Taiwan—pulau yang diklaim merupakan bagian dari China— dan mengutuk upaya Beijing untuk mengintimidasi Taiwan. 

Menanggapi kunjungan Pelosi, China mengadakan latihan militer besar-besaran yang sebelumnya belum pernah terjadi. Latihan itu diadakan di sekitar Taiwan dan terjadi penembakan rudal di sekitar Taiwan.

Setelah pemerintahan Biden mengonfirmasi pemberitahuan tersebut secara resmi, ketua partai Demokrat dan Republik di Senate Foreign Relations Committee and the House Foreign Affairs Committee perlu menandatangi penjualan tersebut sebelum penjualan resmi diselesaikan.

Anggota parlemen AS kemungkinan besar akan menyetujui penjualan ini, tetapi prosesnya dapat berlarut-larut dan berlangsung lama, mengingat adanya reses kongres yang sedang berlangsung.

Terhadap hal tersebut, perwakilan komite dari kedua belah pihak tidak langsung menanggapi dan berkomentar banyak.

Hal ini dilakukan Joe Biden sebagai komitmen AS untuk mendukung Taiwan dan keberlangsungan demokrasi yang ada di Taiwan, setelah anggota-anggota parlemen AS datang secara berturut-turut ke Taiwan untuk mengadakan kunjungan di bulan Agustus 2022 ini.

3 dari 4 halaman

Wawancara Eksklusif Konselor AS: China Sengaja Bikin Gaduh Usai Kunjungan Nancy Pelosi ke Taiwan

Kunjungan Ketua DPR Amerika Serikat Nancy Pelosi ke China telah membuat kehebohan geopolitik. Berbagai hinaan dilontarkan oleh media pemerintah China dan buzzer pro-China di Twitter. 

"Pelosi adalah orang yang eksentrik dan bigot dalam bertindak, dan dia tidak peduli tentang pemikiran-pemikiran orang lain. Ia juga punya kemauan kuat untuk mengubah kebijakan lama Gedung Putih terkait China, terutama dalam pertanyaan Taiwan," ujar seorang pakar hubungan internasional yang dikutip Global Times secara anonim, Sabtu (30/7). 

Segala ancaman China tidak membuat gentar Nancy Pelosi. Politikus senior berusia 82 tahun itu tiba di Taiwan pada 2 Agustus 2022 dengan busana merah muda. Militer China pun langsung bereaksi. 

Namun, pakar perang dingin di Kementerian Luar Negeri AS (Department of State) menyebut bahwa China hanya menggunakan kunjungan Pelosi untuk berbuat gaduh di Selat Taiwan.

Pasalnya, sudah banyak politikus yang berkunjung ke Taiwan, namun baru kali ini China bertindak agresif.

"Mereka memilih memakai kunjungan ini sebagai preteks untuk mengubah status quo," ujar Derek Chollet, Konselor di Kemlu AS. 

"Yang berbeda di kasus ini adalah China ingin menggunakan kunjungan ini untuk alasan mereka sendiri agar mencoba menekan Taiwan dan men-estabilitasi kawasan," lanjutnya.

4 dari 4 halaman

Mantan Wapres Annette Lu: Taiwan Jangan Jadi Ukraina Jilid II

Mantan Wakil Presiden Ukraina Annette Lu tidak ingin bila negaranya menjadi Ukraina selanjutnya. Wanita yang dulunya aktivis demokrasi ini meminta agar para pemimpin menghindari perang dan tetap netral. 

Berdasarkan laporan Taiwan News, Rabu (31/8), Annette Lu menyebut sudah ada banyak masalah di negaranya, sehingga ia tidak ingin ada konflik lagi. 

"Taiwan sedang berada di tepi perang," ujar Annette Lu di acara Peace and Justice Society di Taipei. 

"Ada banyak masalah. Bagaimana kita bisa memihak?" ujarnya ketika membahas ketegangan di Selat Taiwan.

Lebih lanjut, Annette Lu menyorot bahwa Taiwan terjebak di pertikaian Amerika Serikat dan China, dan Taiwan harus bisa independen dari hal tersebut.

Annette Lu adalah anggota Partai Progresif Demokrat yang kini berkuasa di Taiwan dan tidak disukai Partai Komunis China. Akan tetapi, Annette Lu meminta bahwa siapa pun yang menjadi pemimpin Taiwan harus menghindari perang.

"Taiwan tidak boleh menjadi Ukraina kedua," tegasnya.

Â