Liputan6.com, Jakarta - Cita-cita Uni Eropa untuk mengurangi penggunaan energi kotor sedang terjegal akibat invasi Rusia ke Ukraina. Batu bara lokal lantas menjadi solusi agar energi tetap hidup di Benua Biru.Â
Padahal, Greenpeace menyebut batu bara adalah cara paling kotor dan tercemar untuk memproduksi energi.Â
Advertisement
Baca Juga
"Tak ada cara untuk mengekstrasi atau membakar batu bara tanpa mencemarkan udara kita, meracuni air kita, dan mengancam kesehatan manusia," tulis situs Greenpeace.
Pada jumpa pers di Jakarta, Komisioner Energi di Komisi Eropa, Kadri Simson, menegaskan bahwa Uni Eropa tidak mengabaikan komitmen soal lingkungan. Batu bara saat ini dinilai alternatif paling murah.Â
"Benar bahwa tahun ini pembangkit daya tenaga batu bara memiliki akses ke pasar listrik kita, sebab batu bara yang diproduksi lokal lebih murah daripada gas Rusia. Itu tidak berarti pemerintah mana pun telah meninggalkan komitmen untuk menyetop pemakaian batu bara," ujar Kadri Simson di kantor Kedutaan Besar Uni Eropa di Jakarta, Selasa (6/9/2022).
"Jadi tiap anggota negara punya targetnya sendiri," ujar Simson. "Dan komitmen ini terjaga."
Tenaga Angin di Denmark
Tahun ini, Uni Eropa juga menegaskan bahwa invasi Rusia justru membuat mereka mengebut pengembangan energi berkelanjutan.Â
"Faktanya kita akan memiliki lebih banyak energi terbarukan dalam bauran energi kita. Itu artinya harga yang lebih terjangku bagi konsumen kita. Dan di seluruh Eropa, komitmen yang dibuat pemerintah dan sektor publik untuk membangun kapasitas terbarukan adalah hal yang ambisius," kata Simson.Â
Kadri Simson mencontohkan salah satu solusinya adalah tenaga angin dari fasilitas offshore. Itu sudah dilakukan oleh Denmark yang baru saja dikunjungi Simson. Denmark berkomitmen untuk membangun fasilitas tenaga angin offshore berkekuatan 20 gigawatt, serta berkomitmen menambah produksi listrik dari offshore wind hingga 60 gigawatt.
Denmark memang terkenal dengan mengandalkan tenaga angin di fasilitas luar pulau (offshore). Saat ini, Denmark juga berambisi mendirinkan wind farm bernama Thor yang berlokasi Laut Utara. Thor diprediksi bisa menghasilkan energi hingga 800 gigawtt.
Setop Impor Batu Bara Rusia Per 10 Agustus 2022
Sebelumnya dilaporkan, mulai Rabu 10 Agustus 2022, Uni Eropa (UE) secara resmi melarang impor batu bara dari Rusia.
Mengutip DW Indonesia, Kamis (11/8), pelarangan tersebut merupakan bagian dari paket sanksi terhadap Rusia atas invasinya ke Ukraina. UE meluncurkan beberapa sanksi pada April lalu, salah satu yang pertama ditujukan langsung adalah sanksi terhadap industri energi Moskow.
Rentang waktu dari April hingga Agustus ini dimaksudkan bagi negara-negara di Eropa untuk mencari energi alternatif, yang berarti meningkatkan pasokan batu bara dari negara lain. Bila perlu, mulai meningkatkan produksi dalam negeri atau mencari alternatif lain untuk menghasilkan energi listrik.
Ketergantungan UE pada Impor Batu Bara Rusia
Uni Eropa masih sangat bergantung pada impor batu bara Rusia untuk menghasilkan listrik. Rusia menyumbang 70% dari impor batu bara termal di Uni Eropa, tulis dalam sebuah laporan oleh Bruegel, sebuah think tank yang berbasis di Brussels yang berfokus pada isu-isu kebijakan dan ekonomi.
Jerman dan Polandia juga sangat bergantung pada impor batu bara termal, tambah laporan tersebut. Perwakilan dari Asosiasi Eropa untuk Batu Bara dan Lignit (Eurocoal) Brian Ricketts mengatakan kepada DW bahwa dia memperkirakan UE akan mulai mengimpor lebih banyak pasokan batu bara daripada sebelumnya.Â
"Kami yakin itu akan terjadi karena produksi listrik dari gas yang mencapai 120 terawatt jam akan digantikan oleh batu bara dan lignit. Itu akan menghemat sekitar 22 miliar meter kubik gas per tahun, jauh lebih banyak daripada ukuran individu lainnya," kata Rickett.
Uni Eropa terus meningkatkan pasokan batu bara dari beberapa negara, seperti Kolombia, Australia, dan Amerika Serikat (AS), menurut data dari layanan pengiriman Braemar.
Advertisement
UE Tingkatkan Pasokan Batu Bara dari Negara Lain
Negara-negara di Eropa telah mengimpor sebanyak 7,9 juta metrik ton batu bara termal pada bulan Juni lalu, yakni lebih dari dua kali lipat dari tahun ke tahun, ungkap laporan Braemar. Namun, volume tersebut hanya sekitar 2 juta ton lebih sedikit dari pada bulan April dan Mei.
Menurut Braemar, Kolombia telah mengimpor sebanyak 1,2 juta ton pada Juni lalu, lebih banyak dibandingkan dengan 287.000 ton pada Juni 2021. Demikian pula dengan impor batu bara termal dari Australia yang menjadi rekor tertingginya, yakni sebanyak 1,1 juta ton pada bulan Juni. Impor dari AS juga naik hampir 28% dari tahun ke tahun di bulan Juni.
Pekan lalu di Brussels, Kepala Juru bicara Komisi Eropa Eric Mamer mengatakan bahwa ia mengharapkan negara-negara anggota untuk tetap berpegang pada sanksi tersebut, mengingat para pemimpin mereka dengan suara bulatnya, telah menyetujui keputusan itu di Dewan Eropa.
"Tentu saja kami akan memantau situasinya, tetapi kami tidak ragu bahwa negara-negara anggota akan menerapkan keputusan itu," kata Mamer.
Tantangan Energi UE
Bruegel mengatakan dalam laporannya, yang diterbitkan pada bulan Maret, bahwa mengganti pasokan energi dari batu bara Rusia hanyalah bagian dari tantangan energi yang akan dihadapi UE.
Uni Eropa mungkin perlu mengimpor lebih banyak batu bara jika ingin menghentikan pasokan gas dan minyak dari Rusia, ungkap laporan tersebut.
Pada bulan Juli kemarin, UE telah mengumumkan paket sanksi lainnya, termasuk embargo parsial terhadap minyak Rusia. Sanksi tersebut melarang impor minyak Rusia melalui laut sejak 5 Desember 2022, dan produk minyak bumi yang akan dimulai pada 5 Februari 2023.
UE mengatakan bahwa impor pipa minyak Rusia tetap diizinkan, tak terkecuali di negara-negara yang bergantung pada minyak seperti Hungaria dan Slovakia. Rencana gas darurat Uni Eropa untuk menopang pasokan gas di musim dingin juga mulai berlaku minggu ini.
Uni Eropa terus meningkatkan impor batu bara untuk menutup potensi kekurangan energi di wilayah negara anggotanya. Meskipun begitu, Badan Energi Internasional pada Juni mengatakan bahwa Eropa juga harus meningkatkan efisiensi dan energi terbarukan, seperti tenaga nuklir, untuk mengantisipasi kelangkaan energi.
Kebijakan terhadap penggunaan energi tersebut diputuskan secara nasional di dalam lingkup negara anggota UE dan bisa sangat bervariasi.
Advertisement