Sukses

Posisi Penting di Kabinet PM Inggris Liz Truss Diisi Politikus Kulit Berwarna, Perdana dalam Sejarah Negara

Pos-pos terpenting kabinet baru PM Inggris Liz Truss diisi politikus kulit berwarna. Kendati demikian semuanya adalah pendukung ideologi konservatif garis keras.

, London - PM Inggris yang baru, Liz Truss telah membenahi jajarannya di kabinet. Pos-pos terpenting diisi politikus kulit berwarna. Kendati demikian semuanya adalah pendukung ideologi konservatif garis keras.

Mengutip DW Indonesia, Kamis (8/9/2022), untuk pertama kalinya dalam sejarah Inggris tidak ada politikus pria kulit putih yang akan menduduki jabatan-jabatan terpenting di Kabinet Inggris. Pemerintahan yang baru dipimpin oleh Liz Truss, perempuan ketiga yang memimpin pemerintahan.

Posisi penting seperti kementerian keuangan, kementerian luar negeri dan kementerian dalam negeri akan dipimpin politikus kulit hitam oleh Kwasi Kwarteng, James Cleverly dan Suella Baverman.

Partai Konservatif Inggris di bawah pemimpin barunya akhirnya membuat langkah besar menuju keragaman etnis dan gender di posisi-posisi terpenting. Sedangkan Partai Buruh masih belum memiliki seorang pemimpin perempuan.

Wakil pemimpin Partai Buruh Angela Rayner mengakui, kubu konservatif memang unggul soal keragaman di jajaran pemerintahan.

"Ini kemajuan, dan itu harus disambut baik. Kami memang membutuhkan keragaman," katanya kepada radio BBC Selasa 6 September saat Liz Truss bersiap mengumumkan tim seniornya. Tapi Angela Rayner cepat menambahkan: "Liz Truss telah menjadi bagian dari kabinet (Boris Johnson) yang telah membuat keputusan yang membuat kita berantakan."

 

2 dari 4 halaman

Reformasi yang Dicanangkan David Cameron

Kwasi Kwarteng ditunjuk oleh Liz Truss untuk menjadi menteri keuangan kulit hitam pertama di Inggris, saat negara itu menghadapi krisis ekonomi yang berat.

Sedangkan James Cleverly akan menjadi menteri luar negeri kulit hitam pertama, menawarkan wajah diplomatik yang berbeda dari negara yang dulu pernah menguasai seperempat dunia. Suella Braverman, politikus keturunan India, ditunjuk sebagai menteri dalam negeri yang akan mengurus kepolisian dan imigrasi.

Ilmuwan politik Universitas Manchester Rob Ford mengatakan banyak, politikus kaum minoritas di Partai Konservatif "memiliki pandangan yang sangat individualis tentang ras dan peluang. Mereka percaya bahwa "siapa pun bisa sukses, terlepas dari latar belakang mereka", katanya kepada kantor berita AFP.

Sekarang adalah hal biasa bahwa orang kulit berwarna menduduki posisi teratas dalam politik Inggris. Tetapi dia menekankan, kelas sosial tetap menjadi "penghalang yang menakutkan”.

Ketika David Cameron menjadi pemimpin Partai Konservatif pada 2005, dia mulai mendorong generasi politikus baru dari warga kulit berwarna, dan juga perempuan, untuk bersaing dengan Partai Buruh yang saat itu dipimpin Tony Blair. Liz Truss adalah salah satu politikus yang merebut peluang yang ditawarkan David Cameron

 

3 dari 4 halaman

Pendidikan Elit Tetap jadi Faktor Terpenting untuk Karir Politik

Tetapi jenjang pendidikan masih menjadi faktor terpenting dalam menentukan karir politik di Inggris.

Kwasi Kwarteng misalnya adalah lulusan Eton College yang sangat eksklusif dan prrestisius – sebagaimana juga David Cameron dan Boris Johnson. Setelah itu Kwasi Kwarteng melanjutkan ke Universitas Cambridge, tempat Suella Braverman juga menyelesaikan studinya.

Sunder Katwala, direktur kelompok riset British Future, mengatakan kubu konservatif masih memiliki pekerjaan besar yang harus dilakukan untuk mengikis keunggulan Partai Buruh di antara kaum pemilih berlatar belakang migran. "Jika wajah etnis kini mengisi di posisi penting, itu terutama karena mereka mendapat pendidikan elit," tulisnya di surat kabar Eastern Eye.

 

4 dari 4 halaman

Dukungan

Para tokoh sayap kanan dari kelompok migran justru sangat antusias membela budaya konservatif Inggris yang mereka anggap superior. Menteri Dalam Negeri Suella Bravermann misalnya tahun 2019 menyerang apa yang disebutnya "marxisme budaya" - sebuah tudingan anti-Semit yang diciptakan oleh kaum Nazi dan saat ini populer lagi di kalangan sayap kanan.

Sunder Katwala memperingatkan: Beberapa kalangan bahkan menganggap "para Menteri etnis minoritas ini bisa menjadi lebih agresif, jika mereka merasa harus membela rekan-rekannya dari kubu kanan."