Liputan6.com, Jakarta - Pihak Uni Eropa berharap agar perjanjian dagang komprehensif dengan Indonesia (IEU CEPA) bisa selesai pada 2024. Harapannya adalah negosiasi selesai sebelum Presiden Jokowi turun dari jabatan kepresidenan.Â
Hal itu diungkap oleh Komisioner Dagang Komisi Eropa (setingkat menteri)Â Valdis Dombrovskis ketika ditanya target penyelesaian perjanjian dagang tersebut.Â
Advertisement
Baca Juga
"Sebelum perubahan administrasi di Indonesia," ujar Valdis Dombrovskis di Kedutaan Besar Uni Eropa, Jakarta, Selasa (20/9/2022).Â
Meski demikian, politisi Latvia itu mengaku tidak ingin menjadikan 2024 sebagai deadline yang pasti. Ia menegaskan bahwa pihaknya berfokus pada substansi dari IEU-CEPA. Selain itu, ia berharap pada 2024 nanti isu-isu yang diliput bisa lebih dari liberarisasi tarif.
"Kita harus benar-benar melihat progres dari substansi-substansinya," ujar Dombrovskis.
"Jadi (2024) adalah titik referensi, bukan deadline."
Dalam kunjungannya ke Indonesia, Valdis Dombrovskis akan bertemu Menteri Perdagangan Zulkifli Hassan dan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.Â
Dombrovskis menyebut IEU-CEPA ini bisa menggenjot perdagangan dan investsi asing. Hal lain yang ia sorot adalah kondisi geopolitik yang sedang tidak stabil, sehingga EU ingin bekerja lebih dekat bersama mitra-mitra internasionalnya, termasuk Indonesia.
Pada November 2021, Indonesia dan Uni Eropa telah menggelar negosiasi IEU-CEPA putaran ke-11. Berdasarkan laporan situs Kementerian Perdagangan RI, kedua pihak membahas 14 isu, yaitu perdagangan barang, perdagangan jasa, investasi, kompetisi, ketentuan asal barang, hambatan teknis perdagangan, sanitasi dan fitosanitasi, instrumen pengamanan perdagangan, perdagangan dan pengembangan berkelanjutan, usaha kecil menengah, kerja sama ekonomi dan peningkatan kapasitas, pengadaan pemerintah, penyelesaian sengketa, serta transparansi dan good regulatory practice.
Mendag Pantau Harga Beras
Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan mengatakan, pemerintah daerah (pemda) sebaiknya memberikan subsidi transportasi kepada angkutan pangan. Langkah ini untuk menjaga harga pangan di daerah sehingga bisa menekan inflasi.
Zulkifli Hasan meminta kepala daerah agar peka dengan kenaikan harga-harga pangan. Diharapkan jika sudah terlihat ada tanda-tanda maka segera memberikan subsidi.
Ia memberi contoh harga telur. Dia menganalogikan, jika satu wilayah penyuplai telur untuk daerah lain, maka daerah atau pemerintah yang mendapatkan suplai telur tersebut yang harus menanggung biaya transportasi.
Jika cara seperti itu dilakukan, Zulkifli Hasan optimis harga telur akan kembali menjadi Rp 28.000 per kg.
"Jadi kalau harga naik sedikit itu pemerintah ada dana cadangan yang 2 persen itu dipakai untuk membantu ongkos. Telur misalnya, kalau telurnya naik sampai Rp 32.000 ya kasih ongkosnya, pasti turun lagi Rp 28.000," ujar Zulkifli di Serpong Utara, Tangerang, Selasa (13/9).
Hampir setiap hari berkeliling pasar, sejumlah harga bahan pokok cenderung stabil. Meski ia mengakui harga beras mengalami kenaikan.
Meski terbilang kecil, Zulkifli mengingatkan bahwa beras merupakan kebutuhan utama sekaligus pokok bagi masyarakat Indonesia. Jika beras mengalami kenaikan harga, maka dampak yang ditimbulkan adalah inflasi dengan cukup tinggi.
"Beras itu walau naik 1 perak berbahaya karena dia akan memberikan dampak terhadap inflasi itu 3,3 persen lebih," ucapnya.
Dia pun mengklaim bahwa Kementerian Perdagangan telah berkoordinasi dengan Bulog agar bersama-sama melakukan operasi pasar demi menjaga stabilitas harga kebutuhan pokok.
Advertisement
Sri Mulyani Beri Bonus Rp 10 Miliar Pemda yang Mampu Kendalikan Inflasi
Pemerintah Pusat menjanjikan insentif senilai Rp 10 miliar kepada pemerintah daerah (pemda) yang mampu mengendalikan angka inflasi. Insentif ini diberikan kepada pemda yang masuk peringkat.Â
"Kita melihat kemungkinan memberikan sekitar Rp 10 miliar bagi masing-masing daerah yang mampu bisa menurunkan (inflasi), top 10 paling rendah, top 10 di provinsi, kabupaten, dan kota," kata Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dikutip dari Antara, Selasa (13/9).
Pada Senin 12 September 2022, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan para kepala daerah menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk menahan laju inflasi akibat penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
Caranya adalah dengan menggunakan 2 persen dari Dana Transfer Umum (DTU) artinya Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH) untuk penanggulangan dampak inflasi karena kenaikan harga BBM.
"Kita menggunakan Dana Insentif Daerah (DID), dimana kita gunakan insentif untuk daerah yang bisa tangani inflasinya. Nanti kita akan gunakan data BPS dan kemampuan untuk menstabilkan harga. Dari seluruh daerah kan BPS tiap bulan mengeluarkan inflasi di daerah masing-masing. Nanti kita beri insentif yang bisa mengendalikan dan untuk pemda yang inflasinya lebih rendah dari level nasional," ungkap Sri Mulyani.
Pemerintah Diingatkan soal Nasib Pekerja Industri
Pemerintah diminta berkomitmen untuk memberikan perlindungan penuh terhadap industri hasil tembakau (IHT) sebagai sektor yang padat karya dari rencana kenaikan cukai pada 2023. Industri SKT yang padat karya merupakan salah satu industri yang menyerap banyak tenaga kerja dengan pendidikan terbatas, dan menjadi penggerak ekonomi di daerah.
Wakil Ketua Komisi IX DPR-RI Emanuel Melkiades Laka Lena mengatakan, selama pandemi COVID-19, perekonomian nasional maupun daerah sempat terpuruk akibat banyak perusahaan yang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).Â
“Oleh karena itu kebijakan pemerintah harus mendengar aspirasi dari pekerja. Salah satunya termasuk juga kebijakan cukai yang berdampak bagi sektor yang padat karya itu harus mendengarkan suara hati dari pekerja SKT,” katanya, Selasa (19/9/2022).
Mendengarkan aspirasi pekerja perlu dilakukan agar kebijakan tersebut selaras dengan situasi ekonomi yang tidak menentu saat ini akibat berbagai kenaikan harga pangan dan BBM.
“Kemenkeu sudah memperkirakan inflasi bakal akan naik hingga 6,8 persen akibat kenaikan BBM, dan hal ini pasti mempengaruhi daya beli masyarakat,” katanya.
Lebih jauh lagi, lanjutnya, inflasi akan mempengaruhi serapan tenaga kerja. Seperti diketahui, merujuk data Badan Pusat Statistik 2022, tingkat pengangguran terbuka (TPT) masih sebesar 5,83 persen. “Pengurangan serapan tenaga kerja ini yang paling tidak kita inginkan,” katanya.
Emanuel mengatakan, pihaknya selalu mendapatkan pengaduan dan keluhan dari berbagai pihak, termasuk pekerja SKT, yang setiap tahunnya harap-harap cemas menunggu pengumuman kebijakan cukai. “Kami berharap segala kebijakan yang dikeluarkan Pemerintah dapat melindungi tenaga kerja khususnya ibu-ibu produktif dari sektor ini,” ujarnya.
Keberpihakan Pemerintah diperlukan untuk kebijakan di 2023 karena berpotensi berdampak pada biaya operasional industri sehingga akan memaksa pelaku industri untuk melakukan efisiensi. Salah satunya adalah pengurangan tenaga kerja.
Advertisement