Sukses

Presiden Korea dan PM Jepang Perdana Bertemu, Sepakat Perbaiki Hubungan Masa Lalu

Setelah tampak renggang, hubungan antara Korea Selatan dan Jepang mengonfirmasi untuk memperbaiki hubungan keduanya menjadi lebih baik.

Liputan6.com, Tokyo - Pemimpin Korea Selatan dan Jepang sepakat untuk memperbaiki hubungan antara Jepang-Korea Selatan yang sempat renggang akibat pemerintahan kolonial Jepang di masa lalu. Rencana tersebut diumumkan oleh kedua negara tersebut di sela-sela Sidang Umum PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa) pada Kamis 22 September 2022.

Pertemuan itu berlangsung setelah Tokyo menyangkal pernyataan Seoul tentang KTT yang telah mereka sepakati sebelumnya, sebagai pertanda rumitnya hubungan kedua negara saat ini.

Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol dan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida menggelar pertemuan selama 30 menit di New York pada Rabu 21 September. Keduanya sepakat untuk meningkatkan hubungan bilateral antar-negara, seperti dikutip dari laman AP news, Kamis (22/9/2022).

Kantor PM Kishida juga mengonformasi adanya pertemuan antara Yoon dan Kishida. Pernyataan Kementerian Luar Negeri Jepang menyebutkan bahwa keduanya sepakat untuk meningkatkan kerja sama antara Jepang-Korea Selatan serta dengan AS.

Disebutkan bahwa keduanya juga menyampaikan kebutuhannya masing-masing untuk memulihkan hubungan yang baik.

Perwakilan dari kantor Yoon di Korea mengatakan bahwa keduanya bersama-sama menyatakan keprihatinannya atas undang-undang Korea Utara yang mengesahkan penggunaan senjata nuklir secara pre-emptive.

Kementerian Luar Negeri Jepang mengatakan Kishida dan Yoon sepakat untuk bekerja sama lebih lanjut dalam menanggapi Korea Utara.

Baik Pemerintah Kroea Selatan maupun Jepang mengatakan bahwa Yoon Suk Yeol dan Fumio Kishida sepakat untuk membicarakan terkait kerja sama kedua negaranya lebih lanjut.

2 dari 4 halaman

Pertemuan Pertama Yoon dan Kishida

Pada tahun 2018, pengadilan tinggi Korea Selatan memustuskan bahwa dua persahaan Jepang (Nippon Steel dan Mitsubishi Heavy Industries) harus memberikan kompensasi kepada warga kroea yang dipaksa bekerja salam pendudukan kolonial Jepang tahun 1920-2945. Perusahaan-perusahaan tersebut dan pemerintah Jepang lantas menolak putusan tersebut dengan alasan bahwa semua masalah kompensasi sudah diselesaikan di bawah perjanjian tahun 1965 yang sekaligus membuat hubungan bilateral kedua negara normal kembali. Termasuk di dalamnya pemberian jutaan dolar oleh Tokyo kepada Seoul dalam bentuk bantuan ekonomi dan pinjaman.

Perselisihan tersebut membuat Seoul dan Tokyo ‘men-downgrade’ stastus perdagangan masing-masing, dan Seoul mengancam untuk tidak melanjutkan kesepakatan terkait kerja sama intelijen. Terlebih, para mantan pekerja paksa Korea dan pendukungnya mendorong penjualan paksa atas asset perusahaan Jepang di Korea Selatan.

Masih belum jelas apakah KTT hari Rabu akan membuahkan hasil dalam masalah ini, karena banyak yang berpendapat bahwa perusahaan-perusahaan Jepang terlebih dahulu harus menyetujui putusan pengadilan Korea Selatan jika mereka ingin menyelesaikan perselisihan hukum itu.

Bagi AS, renggangnya hubungan antara Seoul-Tokyo mempersulit mereka untuk meningkatkan aliansi keamanan trilateralnya dengan kedua negara tersebut untuk menghadapi pengaruh Tiongkok dan ancaman nuklir Korea Utara dengan lebih baik.

Korea Selatan dan Jepang nampaknya telah mengupayakan untuk memperbaiki hubungan mereka sejak Presiden Yoon dilantik pada bulan Mei lalu, yang secara terbuka menyerukan peningkatan hubungan dengan Tokyo dan penguatan kerja sama keamanan Seoul-Tokyo-Washington dalam menghadapi persenjataan nuklir Korea Utara yang ancamannya semakin meningkat.

Pertemuan Yoon-Kishida adalah pertemuan pertama sejak Desember 2019, ketika Presiden Korea Selatan Saat itu, Moon Jae-in dan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe bertemu di China di sela-sela KTT Korea Selatan-Jepang-China.

3 dari 4 halaman

Korea Selatan Dekati Jepang untuk Hadapi Masalah Korea Utara

Berbicara terkait hubungan Korea Selatan dan Jepang, sebenarnya, beberapa bulan lalu Pemerintah Korea Selatan menyatakan kesiapannya untuk melakukan normalisasi hubungan dengan Jepang untuk menghadapi isu Korea Utara. Normalisasi hubungan ini akan melibatkan Amerika Serikat. 

Rencana koordinasi trilateral itu diungkap Menteri Pertahanan Korea Selatan Lee Jong-sup pada acara tahunan Shangri-La Dialogue di Singapura. 

Dilaporkan Yonhap, Senin (13/6/2022), Menhan Lee berkata negaranya berniat untuk melakukan dialog serius dengan Jepang untuk memperkuat kerja sama militer dan mendukung rencana trilateral dengan Amerika Serikat. Terkait relasi dengan Jepang, ia  menyorot bahwa masalah yang hadir antara Korsel-Jepang berasal dari isu kolonialisasi Semenanjung Korea pada 1910-1945 oleh Jepang.

Sebagai informasi, salah satu masalah dalam hubungan Korea Selatan-Jepang adalah akibat "wanita penghibur" (jugun ianfu) di masa penjajahan Jepang dulu, termasuk di Korea. Isu ini masih menjadi duri di hubungan kedua negara.

Pihak Korea Selatan berkata ingin agar kedua belah pihak "menggunakan kearifan bersama-sama untuk meraih solusi masuk akal dalam jalan yang selaras dengan kepentingan bersama kedua negara."

Selain itu, Lee Jong-sup menegaskan tekat Presiden Yoon Suk-yeol untuk melucutkan senjata nuklir Korea Selatan untuk keamanan regional. 

"Prinsip kami untuk mendirikan perdamaian berkelanjutan di Semenanjung Korea akan tetap tegas dan kokoh," ujar Lee Jong-sup. "Untuk mencapai tujuan itu, kami akan menyiapkan tindakan-tindakan yang jelas dengan komunitas internasional untuk mendorong denuklirisasi Korea Utara."

Terkait Asia Tenggara, Korea Selatan juga berjanji terus melaksanakan kerja sama dengan lebih proaktif, seperti dalam hal ancaman cyber.

"Status politik, ekonomi, dan budaya Korea Selatan serta karakter distingtif geopolitik Semenanjung Korea tidak bisa dipisahkan dari kawasan Indo-Pasifik," jelas Menhan Korea Selatan.

Selengkapnya di sini...

4 dari 4 halaman

Korea Selatan dan Jepang Lapor Korea Utara Uji Coba 3 Rudal Balistik

Sehubungan dengan Korea Selatan dan Jepang yang bekerja sama untuk masalah Korea Utara, beberapa bulan lalu Korea Utara dilaporkan kembali menembakkan rudal. Hal itu dikonfirmasi oleh Kepala Staf Gabungan Korea Selatan.

Pada Rabu 25 Mei 2022 pagi disebutkan bahwa Korea Utara menembakkan tiga rudal ke perairan lepas pantai timur Korea Utara, satu demi satu, antara pukul 06.00 dan 07.00 pagi waktu setempat.

Mengutip DW Indonesia, Rabu (25/5/2022), penjaga pantai Jepang juga melaporkan setidaknya dua proyektil yang diyakini sebagai rudal balistik jatuh ke laut. Militer Korea Selatan mengatakan proyektil itu berasal dari daerah Sunan di Pyongyang.

Korea Utara telah menguji senjata dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya pada tahun 2022, termasuk demonstrasi pertama rudal balistik antarbenua di negara itu pada Maret lalu.

Sebelumnya, resolusi PBB melarang Korea Utara melakukan uji coba rudal yang mampu membawa hulu ledak nuklir. Peluncuran rudal balistik tersebut dilakukan setelah kunjungan lima hari Presiden Amerika Serikat Joe Biden di Korea Selatan dan berlanjut ke Jepang, yang diakhiri dengan pertemuan empat pemimpin negara kelompok Quad pada hari Selasa 24 Mei.

Gedung Putih sebelumnya mengatakan bahwa ada "kemungkinan nyata" Pyongyang akan melakukan uji coba rudal saat perjalanan Biden ke Asia.

AS juga belum lama ini memperingatkan bahwa Korea Utara mungkin sedang mempersiapkan uji coba nuklir lain, yang terakhir dilakukan pada tahun 2017 sebelum menyatakan moratorium uji coba di masa depan, di tengah upaya diplomasi dengan mantan Presiden Donald Trump.

Selengkapnya di sini...