Liputan6.com, Teheran - Protes tengah berkecamuk secara nasional di Iran, meskipun pemerintah berupaya untuk mengekang perbedaan pendapat dengan pemutusan internet.
Para wanita Iran dengan berani membuka hijab mereka di tempat umum sebagai bentuk protes.
Mendiang Mahsa Amini digadang-gadang jadi pemicu protes yang telah memakan korban jiwa itu.
Advertisement
Mengutip The Guardian, Jumat (23/9/2022), Iran telah mematikan internet di beberapa bagian Teheran dan Kurdistan, dan memblokir akses ke platform seperti Instagram dan WhatsApp, dalam upaya untuk mengekang gerakan protes yang berkembang mengandalkan media sosial untuk mendokumentasikan perbedaan pendapat.
Korban tewas resmi naik menjadi setidaknya 17 orang pada Kamis 23 September, termasuk lima personel keamanan, tetapi Pusat Hak Asasi Manusia yang berbasis di New York, di Iran mengatakan sumbernya menyebutkan angka itu jauh lebih tinggi. Ada yang menyebutnya 26 orang.
"Pada hari ke-7 #IranProtest, para pejabat mengakui setidaknya 17 kematian dengan sumber independen mengatakan 36," kata CHRI dalam sebuah posting Twitter seperti dikutip dari laporan AFP.
Sementara itu, lebih dari 200 orang dilaporkan terluka. Jumlah yang kisaran tersebut diperkirakan juga telah ditangkap oleh aparat.
Penyebab protes Iran itu adalah kematian wanita Kurdi berusia 22 tahun bernama Mahsa Amini, pada Jumat, 16 September.
Siapakah Mahsa Amini?
Laporan Harpers Bazaar menyebut, Mahsa Amini yang berusia 22 tahun, berasal dari Kota Saqqez di Provinsi Kurdistan, di Iran barat. Pada 13 September ia berada di Teheran, setelah melakukan perjalanan ke sana untuk mengunjungi keluarga.
Dia berada di pintu masuk Haqqani Highway bersama saudara laki-lakinya Kiaresh Amini, ketika ditangkap oleh apa yang disebut Guidance Patrol.
Ia kemudian dipindahkan ke agen Moral Security atau polisi moral, diduga karena mengenakan jilbab yang tidak pantas, tidak sesuai dengan ketentuan.
Video CCTV dari momen tersebut, yang dirilis kemudian oleh polisi Teheran, menunjukkan dia kolaps, jatuh ke tanah pada saat penangkapannya.
Mahsa Amini Dipukuli hingga Mati Otak?
Laporan Harpers Bazaar mengatakan bahwa Saudara laki-laki Mahsa Amini diberitahu bahwa dia akan dibawa ke pusat penahanan untuk menjalani "briefing class" (kelas pengarahan) dan dibebaskan tidak lama kemudian.
Namun hal itu tak pernah berhasil. Mahsa Amini malah tiba di Kasra Hospital, di mana dia meninggal pada Jumat 13 September, setelah koma selama tiga hari.
Dalam posting Instagram yang sekarang dihapus, rumah sakit mengklaim dia mengalami brain dead (mati otak) pada saat kedatangan.
"Resusitasi dilakukan pada pasien, detak jantung kembali dan pasien dirawat di unit perawatan intensif," tulis mereka menurut laporan The Guardian.
"Sayangnya, setelah 48 jam pada hari Jumat, pasien mengalami henti jantung lagi, karena kematian otak. Meskipun upaya tim medis dilakukan, mereka gagal untuk menghidupkannya kembali dan pasien meninggal."
Saksi mata mengklaim dia dipukuli oleh patroli di dalam van, yang bermaksud membawanya ke pusat penahanan.
Advertisement
Seruan untuk Berkabung Publik
Mengutip women.ncr-iran.org, Maryam Rajavi, Presiden terpilih National Council of Resistance of Iran, menyampaikan simpati terdalamnya kepada keluarga dan orang tua Mahsa (Zhina) Amini.
Dia menyerukan berkabung publik untuk Mahsa (Zhina) Amini; seorang wanita muda tak berdosa yang dibunuh secara brutal di tangan rezim Guidance Patrols.
Ibu Rajavi juga menegaskan bahwa Patroli Bimbingan harus dibubarkan.
Dia meminta para wanita pemberani Iran untuk mengadakan protes nasional terhadap rezim jahat dan misoginis para mullah.
"Para wanita Iran yang tahan dan tangguh akan melawan tirani dan penindasan para mullah dan IRGC dan mengalahkan mereka. Rakyat dan wanita Iran akan melawan dengan sekuat tenaga," tegas Rajavi.
AS Sanksi Polisi Iran
Amerika Serikat pada Kamis (22/9) menjatuhkan sanksi pada polisi Iran dan menyebutnya telah melakukan pelecehan dan kekerasan terhadap wanita Iran.
Selain itu AS juga menyebut polisi Iran melanggar hak-hak pengunjuk rasa damai, kata Departemen Keuangan AS, seperti dikutip dari laman India Today, Jumat (23/9/2022).
Dilaporkan VOA Indonesia, Kamis (22/9/2022), video warganet yang diposting di media sosial tampak menunjukkan protes-protes anti-pemerintah terbaru yang berlangsung di berbagai daerah pada hari Selasa. Ini lonjakan besar dari awalnya sedikit provinsi yang terlihat dalam video protes di media sosial dalam empat hari sebelumnya.
VOA tidak dapat memverifikasi secara independen protes-protes selama hampir sepekan itu karena dilarang melaporkan di dalam Iran.
Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan mengatakan pemerintah tidak terkejut protes-protes berkobar di Iran terkait kematian Amini yang ditahan polisi moral negara itu pekan lalu.
Sullivan mengatakan, “Kami tidak terkejut melihat orang-orang dari semua lapisan masyarakat keluar di Iran untuk menentang keras hal itu dan mengatakan ini bukanlah masyarakat yang mereka inginkan. Ini tidak konsisten dengan kewajiban negara manapun di bawah Deklarasi HAM Universal PBB. Dan ini adalah sesuatu yang akan ditentang keras dan tegas oleh AS, sebagaimana yang saya lakukan sebelumnya dan kembali saya lakukan sekarang.”
Advertisement