Liputan6.com, Jakarta - Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) bekerja sama dengan Korea Foundation (KF) menyelenggarakan Indonesia-Korea Special Strategic Partnership Young Professional Lab 2022. Program tersebut merupakan wadah bagi berbagai ide-ide dan perspektif dari para profesional muda Indonesia dalam ranah kerja sama antara Indonesia dan Korea.
Indonesia-Korea Strategic Partnership Young Professional Lab diadakan pada September 2022 dengan 12 peserta terpilih dari total pendaftar 97 peserta. Ke-12 peserta tersebut berhasil melewati berbagai proses seleksi dari mulai esai hingga wawancara.
Setelah melewati tahap seleksi, mereka berdiskusi secara intensif selama tiga hari dan berdiskusi bersama berbagai praktisi dan policymakers di Indonesia untuk menghasilkan Joint Policy Recommendation Paper bagi Indonesia-Korea.
Advertisement
Ke-12 peserta tersebut menghasilkan berbagai rekomendasi kebijakan dalam tiga bidang yaitu Socio-Culture, Economic, dan Political Security.
Setelah beberapa kebijakan mereka rumuskan dan diskusikan selama tiga hari, pada Jumat (23/9/2022), mereka mempresentasikan Joint Policy Recommendation Paper mereka yang menghasilkan lebih dari 40 rekomendasi dari 12 sub-bidang yang menjadi 'concern' mereka.
Di bidang Socio-Culture misalnya, mereka fokus pada Human Capital Development and Education; People-to-People Connectivity; Health Emergency and Disaster Risk management; dan Diaspora & Migrant Workers.
Selanjutnya, di bidang Ekonomi mereka fokus pada lima sub-bidang yaitu Trade Volume; Green and Suistainable Investment; Digital Economy; Suistainalve Infrastructure on Electric Vehicle and its Ecosystem; dan Suistainable Travel and Tourism (T&T).
Lalu terakhir pada Political Security yang berfokus di Defense Industries; Transnational Crimes; dan Regional Roles and Influences.
Hal Penting Membuat Rekomendasi Kebijakan
Menanggapi Joint Policy Recommendation Paper yang dipresentasikan oleh perwakilan peserta, Head of Center for Foreign Policy Strategy for Asia-Pacific and Africa Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Indonesia Muhammad Takdir mengatakan apa yang dipresentasikan cukup baik meskipun ada beberapa yang masih harus diperhatikan.
Takdir menyebutkan, dalam membuat rencana kebijakan, kita butuh memperhatikan Long Term Objective dan Direct Objective serta Timeline.
"Jika kita menetapkan apa yang dirpesentasikan tadi dan membentuk timeline-nya, kita mungkin bisa menggunakan rekomendasi tersebut," ujar Takdir.
"Selain timeline, ada long term objective yang perlu diperhatikan yang nantinya akan menghasilkan outcome dari semua proses dan ide yang dituangkan ke dalam kebijakan yang akan membawa kesuksesan pada hubungan kedua negara khususnya Indonesia-Korea," tambah Takdir.
Ia juga menegaskan betapa pentingnya hal tersebut dengan memberikan contoh hubungan antara Indonesia-Ukraina dan Indonesia-Rusia yang cukup baik yang mempertimbangkan timeline dan long term objective yang dibutuhkan jika ingin membuat rekomendasi kebijakan bilateral.
Advertisement
Social Culture
Takdir juga menanggapi beberapa kebijakan dari bidang Social-Culture yaitu Diaspora & Migrant Workers yang poin-poinnya dinilai cukup bagus.
Diaspora & Migrant Workers rekomendasi kebijakannya berfokus pada kesenjangan tenaga kerja, pengembangan kapasitas tenaga kerja, dan kolaborasi di bidang teknologi untuk mengantisipasi disrupsi.
Takdir menyoroti salah satu kasus bahwa di Indonesia sendiri para pekerja lebih fokus pada semiskill, berbeda dengan Korea yang 60 persen pekerjanya berasal dari mining industry.
Selain masalah pekerja, ia juga menyoroti masalah kesehatan yaitu yang ada pada Health Emergency and Disaster Risk Management yang salah satu kebijakannya adalah mendorong pengobatan-pengobatan tradisional untuk dikembangkan lagi. Takdir mengatakan bahwa hal tersebut merupakan hal yang tepat karena Korea sendiri memiliki market pengobatan herbal yang cukup besar dama halnya dengan Indonesia.
"Korea, Indonesia, China memiliki industri herbal yang baik. Sementara, industri obat herbal di Indonesia memiliki beberapa problem dengan konsistensi dan kebijakan pemerintah," ujar Takdir.
Ekonomi dan Political Security
Dalam bidang Ekonomi, Takdir menyoroti beberapa hal seperti Electronic Vehicle (EV) yang menurutnya memiliki potensi karena Korea sendiri sebenarnya sudah memiliki perusahaan di bidang ini di Indonesia yang letaknya di Cikarang. Tetapi, untuk saat ini industri EV di indonesia memeiliki masalah dalam perencanaannya.
"Kita sebenarnya memiliki banyak peluang dalam bidang ini khususnya untuk menarik investor di bidang ini. Akan tetapi, masalahnya saat ini adalah perencanaannya," jelas Takdir.
Ia juga menyoroti Digital Economy yang menurutnya sangat 'indah' tapi di Indonesia sendiri ia tidak dapat melihat implementasinya dan hal tersebut yang menjadi masalah saat ini.
Bergeser ke Political Security, dalam konteks hubungan Indonesia-Korea yang juga tergabung dalam beberapa forum seperti G20 dan UN, Takdir mengatakan ia tidak dapat melihat fungsi atau kontribusi nyata dari kedua negara dalam hal kerja sama politik regional. Khususnya terhadap Korea yang memiliki kredibilitas untuk mengepakkan sayapnya di bidang political security.
Ia merasa bahwa Korea sama seperti Jepang yang memiliki pengembangan teknologi yang baik, namun bukti nyatanya tidak dapat terlihat.
Advertisement
FPCI Gelar Model G20
Selain Indonesia-Korea Special Strategic Partnership Young Professional Lab 2022, beberapa waktu lalu juga Bank Indonesia bersama Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) menggelar simulasi High Level Meeting G20 Finance Track, yaitu Finance Minister and Central Bank Governoors Meeting (FMCBG) pada 15-16 September 2022.
Program simulasi ini diikuti oleh 38 mahasiswa dari seluruh Indonesia dan digelar selama dua hari di Ballroom Sari Pacific Hotel yang disulap menjadi ruangan seperti ruangan pertemuan G20. Selain itu, peralatan yang digunakan untuk menggelar ini juga merupakan peralatan asli G20.
“Peralatan yang ada di ballroom ini seperti bendera, meja, dll itu merupakan peralatan asli G20. Nanti ada beberapa yang kita memang bawa ke FMCBG,” menurut Iis Savitri Hafid, Deputy Head of G20 Task Force Secretariat of Bank Indonesia kepada awak media di Sari Pacific (16/9/2022).
Di Model G20 kali ini, para peserta terbagi ke dalam 19 tim dan bertindak sebagai delegasi dari negara-negara yang tergabung dalam G20. Kegiatan ini memungkinkan para delegasi untuk berdebat, memaparkan pendapat, meberikan kebijakan konkret, dan bekerja sama untuk mencari solusi bersama atas keresahan dan masalah-masalah yang terjadi.
Hal ini sejalan dengan G20 sebagai forum penting untuk membantu mengatasi tantangan bersama khususnya dalam bidang ekonomi global.
Tema Model FMCBG Meeting G20 kali ini adalah “Global Ecomony and Digital Financial Inclusion”. Tema tersebut tentunya sejalan dengan apa yang sekarang sedang kita hadapi pasca COVID-19 melanda dunia.