Sukses

Tentara Rusia Datangi Rumah Warga Ukraina untuk 'Referendum' Gadungan

Warga Ukraina telah melaporkan tentara bersenjata datang dari rumah ke rumah yang diduduki di bagian negara tersebut untuk mengumpulkan suara dalam "referendum" gadungan untuk bergabung dengan Rusia.

Liputan6.com, Luhansk - Warga Ukraina telah melaporkan tentara bersenjata datang dari rumah ke rumah yang menduduki bagian negara tersebut untuk mengumpulkan suara dalam "referendum" gadungan agar bergabung dengan Rusia.

"Anda harus menjawab secara lisan dan tentara menandai jawabannya di kertas dan menyimpannya," kata seorang wanita di Enerhodar kepada BBC.

Mengutip BBC, Sabtu (24/9/2022), di Kherson Selatan, para penjaga Rusia berdiri dengan kotak suara di tengah kota untuk mengumpulkan suara rakyat.

Pemungutan suara dari rumah ke rumah adalah untuk "keamanan", kata media pemerintah Rusia.

"Pemungutan suara secara langsung akan berlangsung secara eksklusif pada 27 September," Tass melaporkan.

"Pada hari-hari lainnya, pemungutan suara akan diselenggarakan di komunitas dan dengan cara dari rumah ke rumah." tambah laporan tersebut.

Seorang perempuan di Melitopol mengatakan kepada BBC bahwa dua "kolaborator" lokal tiba dengan dua tentara Rusia di kediaman orangtuanya, untuk memberi mereka surat suara yang harus ditandatangani.

"Ayah saya menaruh 'tidak' (untuk bergabung dengan Rusia)," ungkap wanita itu.

"Ibu saya berdiri di dekatnya, dan bertanya apa yang akan terjadi jika saya memilih 'tidak'. Mereka berkata, 'Tidak ada'. Ibu sekarang khawatir Rusia akan menganiaya mereka." lanjutnya.

Wanita itu juga mengatakan ada satu surat suara untuk seluruh rumah tangga, bukan per orang.

Meskipun bukti-bukti tersebut bersifat anekdot, kehadiran orang-orang bersenjata yang melakukan pemungutan suara bertentangan dengan desakan Moskow bahwa ini adalah proses yang bebas atau adil.

2 dari 4 halaman

Referendum Tipuan

Para ahli mengatakan bahwa referendum gadungan, yang berlangsung selama lima hari, akan memungkinkan Rusia untuk mengklaim - secara ilegal - empat wilayah Ukraina yang diduduki atau sebagian diduduki sebagai milik mereka.

Dengan kata lain, pemungutan suara palsu tentang aneksasi, tujuh bulan setelah invasi Rusia.

"Aneksasi" tidak akan diakui secara internasional, tetapi dapat menyebabkan Rusia mengklaim bahwa wilayahnya diserang oleh senjata Barat yang dipasok ke Ukraina, yang dapat meningkatkan perang lebih lanjut.

Presiden AS Joe Biden menggambarkan referendum sebagai "tipuan", dengan mengatakan bahwa itu adalah "dalih palsu" untuk mencoba merebut bagian-bagian Ukraina dengan paksa yang melanggar hukum internasional.

"Amerika Serikat tidak akan pernah mengakui wilayah Ukraina sebagai apa pun selain bagian dari Ukraina," tegasnya.

3 dari 4 halaman

Pemungutan Suara

Menteri Luar Negeri Inggris, James Cleverly, mengatakan Inggris memiliki bukti bahwa para pejabat Rusia telah menetapkan target untuk "menciptakan jumlah pemilih dan tingkat persetujuan untuk referendum palsu ini".

Cleverly mengatakan Rusia berencana untuk meresmikan aneksasi empat wilayah - Luhansk, Donetsk, Kherson dan Zaporizhzhia - pada akhir bulan.

Seorang sumber di Kherson mengatakan kepada BBC bahwa tidak ada upaya publik untuk mendorong pemungutan suara, selain dari pengumuman di kantor berita Rusia bahwa orang dapat memilih di gedung pelabuhan, yang sudah tidak digunakan selama 10 tahun.

Seorang perempuan lain di Kherson mengatakan dia melihat "militan bersenjata" di luar gedung tempat pemungutan suara tampaknya akan berlangsung. Dia berpura-pura lupa paspornya, jadi dia tidak perlu memilih.

Wanita itu mengatakan semua teman dan keluarganya menentang referendum. "Kami tidak tahu bagaimana kehidupan kami setelah referendum ini," tuturnya. "Sangat sulit untuk memahami apa yang ingin mereka lakukan."

Kyiv mengatakan referendum tidak akan mengubah apa pun, dan pasukannya akan terus mendorong untuk membebaskan semua wilayah.

 

4 dari 4 halaman

Pria Rusia Melarikan Diri

Sementara itu, mobilisasi setidaknya 300.000 pasukan tambahan yang dilakukan Presiden Rusia Vladimir Putin baru-baru ini telah menyebabkan banyak pria Rusia yang berada dalam usia perang melarikan diri.

Seorang pemuda Rusia yang meninggalkan St Petersburg ke Kazakhstan untuk menghindari wajib militer mengatakan kepada program Outside Source BBC World Service bahwa sebagian besar teman-temannya juga ikut pindah.

"Saat ini, saya merasa seperti kehancuran total. Saya hanya tahu mungkin satu atau dua orang yang tidak berpikir tentang pengasingan sekarang," katanya.

Dia mengatakan beberapa orang, seperti dirinya, melakukan perjalanan melintasi perbatasan, sementara yang lain pergi ke desa-desa kecil Rusia untuk bersembunyi.

"Masalah besar Rusia adalah bahwa kita tidak memikirkan perang di Ukraina pada bulan Februari seperti yang kita pikirkan sekarang," jelasnya.

Apa yang Ditanyakan dalam 'Referendum'?

  • Di "republik rakyat" Luhansk dan Donetsk yang dideklarasikan sendiri dan tidak diakui, orang-orang ditanya apakah mereka "mendukung aksesi republik mereka ke Rusia sebagai subjek federal".
  • Di Zaporizhzhia dan Kherson, mereka ditanya apakah mereka "mendukung pemisahan diri wilayah tersebut dari Ukraina, pembentukan negara merdeka dan aksesi selanjutnya ke Rusia sebagai subjek federal".
  • Di Luhansk dan Donetsk, surat suara hanya dicetak dalam bahasa Rusia.
  • Di Zaporizhzhia dan Kherson, surat suara dalam bahasa Ukraina dan Rusia.