Liputan6.com, Jakarta - Untuk mewujudkan suatu rencana keadaan iklim yang stabil pada masa depan, diperlukan suatu persiapan yang matang untuk mewujudkannya.
Indonesia tidak bisa bergerak sendirian untuk mewujudkan hal tersebut, diperlukan kerja sama internasional karena dampak dari perubahan iklim dirasakan oleh seluruh negara di dunia.
Baca Juga
Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia Vincent Piket mengatakan bahwa masyarakat adalah pemangku kepentingan dalam krisis perubahan iklim yang terjadi saat ini.
Advertisement
"Untuk mewujudkan suatu aksi yang nyata untuk perubahan yang lebih baik, publik harus terlibat secara kooperatif, untuk itu diperlukan kerja sama antar negara salah satunya dengan diskusi internasional," ujar Vincent Piket melalui acara EU Climate Diplomacy Week 2022 Youth-Ambassadors Dialogue: "Advancing EU - Indonesia Actions on Climate, Nature, and Biodiversity”, yang digelar pada Jumat 30 September 2022.
EU Climate Diplomacy Week 2022 Youth-Ambassadors Dialogue: "Advancing EU - Indonesia Actions on Climate, Nature, and Biodiversity” adalah wadah bagi masyarakat khususnya anak muda, untuk berbincang mengenai rencana ke depan mengenai krisis iklim global dalam perspektif negara-negara eropa.
Dubes Piket menuturkan, dampak yang dirasakan sekarang ini adalah suatu pengingat tentang pengambilan keputusan dan aksi-aksi yang akan dilakukan ke depan.
Bagaimanapun umur Bumi akan terus bertambah, keberlangsungan kehidupan pada masa mendatang tergantung tentang bagaimana manusia saat ini mampu untuk merawat dan mengelolanya.
Adanya diskusi dan kerja sama internasional mengenai transmisi energi, menurut Dubes Piket, akan mewujudkan suatu solusi yang nantinya akan berguna bagi seluruh manusia di dunia.
Melalui acara ini, diharapkan dapat memberikan kepemimpinan dan pendorong kepada negara-negara lain mengenai upaya dalam krisis perubahan iklim dan pemanasan global.
Keterlibatan Kaum Muda, Agent of Change
Ir. Laksmi Dhewanthi, M.A. IPU selaku Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengatakan bahwa kaum muda merupakan agent of change untuk masalah ini.
Selain dalam hal pengambilan keputusan, kaum muda juga diharapkan dapat memberikan ide-ide dan gagasan kreatif maupun inovatif sebagai solusi dalam permasalahan yang ada.
Kaum muda, imbuhnya, adalah penggerak perubahan khususnya dalam keberlangsungan tatanan kehidupan.
"Untuk menuju ekonomi hijau, diperlukan agenda-agenda pengambilan keputusan dengan para kaum muda, baik dalam manajemen dan kerangka kerja untuk penanganan bencana," ucapnya.
Upaya-upaya dalam aksi iklim yang konkret harus melibatkan pemerintah daerah, pemerintah pusat dan juga publik itu sendiri.
"Anak muda diharapkan dapat memberikan masukan kepada pemerintah terhadap keputusan yang dibuat," imbuhnya.
Advertisement
Negara-Negara Eropa Mengatasi Krisis Iklim
Melalui diskusi yang dilakukan, banyak informasi yang didapatkan khususnya mengenai bagaimana negara-negara Eropa menghadapi masalah ini.
"Pemerintah Belanda mencoba untuk mengatasi kasus krisis ikilm dengan melakukan perubahan dalam bidang teknologi. Salah satu hal yang jelas adalah harga mobil listrik lebih murah," ujar Duta Besar Belanda untuk Indonesia Lambert Grijns.
Lambert Grijns juga mengatakan bahwa pemerintah Belanda telah berhasil mengolah 80% sampah mereka menjadi suatu produk daur ulang, namun sampai sekarang masih sulit untuk membuat angkanya menjadi 100%.
Berbeda dengan Belanda, dalam dialog yang disampaikan Duta Besar Slovakia untuk Indonesia, Jaroslav Chlebo disebutkan bahwa Slovakia mempunyai cara lain untuk mengatasi krisis iklim.
Dubes Jaroslav Chlebo mengatakan Slovakia melihat reduksi gas yang menuju atmosfer membawa sangat banyak dampak negatif kepada Bumi.
Untuk itu, pemerintah Slovakia melakukan emisi gas dengan memproduksi energi baru dan terbarukan.
"Efek rumah kaca telah ada sejak tahun 90-an, mulai saat itu atmosfer Bumi kita makin memprihatikan, kita harus memberikan perhatian kepada atmosfer yang telah belerja keras hingga saat ini,” ucap Jaroslav Chlebo.
Setiap negara mempunyai cara dan kebijakan sendiri dalam penangangan krisis energi yang mungkin dampaknya sudah dirasakan dari sekarang ini.
Bagaimana cara Memulainya?
Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana cara untuk memulai dan langkah pertama apa yang dilakukan.
Pembangunan ekonomi hijau tidak terjadi secara cepat namun Indonesia harus memulainya dengan cepat.
Duta Besar Swedia untuk Indonesia, Marina Berg mengatakan bahwa langkah pertama yang dilakukan adalah adanya interaksi masyarakat, ilmuwan dan pemerintah dalam pengambilan keputusan dan dan mendukung kebijakan pemerintah.
"Swedia sendiri telah berusaha untuk melakukan pengenbangan transisi energi dan teknologi yang di eksport ke berbagai negara," ujar Marina Berg.
"Jika semua pihak dapat bekerja sama dengan baik, mungkin pada tahun 2045 nanti Negara Indonesia dapat mengembangkan konsep smart city yang akan memudahkan segala jenis kegiatan masyarakat."
Negara Uni Eropa akan selalu bersama dengan Indonesia dalam segala upaya aksi iklim karena permasalahan ini harus diseleseikan secara internsional.
Diharapkan masyarakat dapat memulai dengan langkah terkecil yang dapat mereka lakukan yaitu menyadari pentingnya isu krisis iklim dan pemanasan global yang terjadi sekarang ini.
Advertisement