Liputan6.com, Cape Town - Jumlah penguin yang mati karena flu burung di koloni di Pantai Boulders Cape Town, objek wisata populer dan tempat berkembang biak penting di Afrika Selatan, semakin meroket. Fenomena tersebut meningkatkan kekhawatiran terhadap nasib spesies tersebut dan burung laut lainnya.
David Roberts, seorang dokter hewan klinis di Yayasan Afrika Selatan untuk Konservasi Burung Pesisir, mengatakan setidaknya 28 dari sekitar 3.000 penguin di koloni itu telah mati karena penyakit itu sejak pertengahan Agustus.
"Kami telah mengkonfirmasi terjangkitnya flu burung pada 14 penguin Afrika sejak pertengahan Agustus," kata Roberts, seraya menambahkan bahwa setidaknya 14 penguin lainnya juga tertular virus tersebut, tetapi tidak diuji virusnya.
Advertisement
"Ini merupakan kelanjutan dari wabah yang terjadi tahun lalu dan mempengaruhi beberapa spesies burung laut yang berbeda dan saat ini kami cukup prihatin karena jumlah penguin yang terkena dan mati akibat penyakit ini terus meningkat," tambah Roberts, seperti dikutip dari laman VOA Indonesia, Senin (3/10/2022).
Otoritas lingkungan Afrika Selatan mengatakan pada 16 September bahwa jenis flu burung yang sangat patogen mirip dengan yang terdeteksi pada tahun lalu di berbagai jenis burung laut liar, termasuk burung kormoran Cape dan burung dara laut.
Roberts mengatakan para ilmuwan sedang memantau situasi karena belum diketahui bagaimana wabah tersebut akan berkembang ke depannya.
Untuk mengidentifikasi dan mengeluarkan burung yang sakit dari koloni, para ilmuwan Afrika Selatan melakukan tes atau mendiagnosis penguin berdasarkan gejalanya, kata Roberts. Burung yang sakit dan mati kemudian di-eutanasia (suntik mati) dan dikremasi untuk mengurangi penyebaran penyakit.
"Virus ini hampir tidak menyebabkan risiko apapun pada manusia, tetapi kami meminta masyarakat memastikan bahwa ketika mereka mengunjungi koloni itu, mereka mendisinfeksi sepatu mereka karena dapat menular antara koloni burung laut yang berbeda dan juga peternakan unggas," kata Kock.
Studi: Polusi Merkuri Bisa Bikin Lebih Banyak Bebek Terpapar Flu Burung
Bebek yang terkontaminasi oleh polusi merkuri secara signifikan lebih mungkin terkena flu burung, sebuah penelitian menemukan pada Rabu (7/9).
Peneliti juga menyebutkan ada kemungkinan bahwa perubahan yang didorong oleh manusia ke alam meningkatkan risiko penyebaran virus.
Flu burung jarang menginfeksi manusia tetapi wabah yang terjadi terus-menerus di AS dan Inggris di antara negara-negara lain telah menyebabkan jutaan unggas dimusnahkan sepanjang tahun ini, demikian dikutip dari laman Channel News Asia, Rabu (7/9).
Unggas liar seperti bebek diyakini sebagai penyebar super virus sebagian karena mereka melakukan perjalanan sejauh mereka bermigrasi, berpotensi menginfeksi burung lain di sepanjang jalan.
Untuk studi baru, para ilmuwan menembak jatuh hampir 750 bebek liar dari 11 spesies berbeda di Teluk San Francisco California, yang berada di jalur migrasi yang membentang dari Alaska ke Patagonia.
Mereka kemudian menguji bebek untuk kontaminasi merkuri dan apakah mereka terinfeksi flu burung, atau memiliki antibodi untuk virus dalam sistem mereka.
Hasilnya, yang diterbitkan dalam jurnal Proceedings of the Royal Society B, menunjukkan bahwa bebek yang terkontaminasi merkuri hingga 3,5 kali lebih banyak kemungkinan rentan terkena flu burung.
Penulis utama studi tersebut, Claire Teitelbaum, seorang ahli ekologi kuantitatif di USGS Eastern Ecological Science Center, mengatakan kontaminasi merkuri "dapat menekan sistem kekebalan, dan membuat infeksi dengan apa masalah pun -- termasuk influenza.
Teluk San Francisco merupakan "titik panas yang signifikan untuk kontaminasi merkuri di Amerika Utara, sebagian besar adalah wilayah penambangan emas, di mana merkuri adalah bagian dari proses pertambangan", katanya kepada AFP.
Namun, bebek-bebek tersebut diuji negatif terhadap strain flu burung H5N1.
Advertisement
Lebih Mungkin Terkena Flu Burung
Teitelbaum mengatakan bahwa wabah flu burung di Amerika Serikat telah melambat selama musim panas "karena banyak burung liar berada di tempat berkembang biak."
Tapi "saat mereka mulai turun kembali, kita mungkin akan melihat lebih banyak aktivitas", katanya memperingatkan.
Penyebaran terjadi ketika para peneliti semakin membunyikan alarm bahwa perubahan iklim, penggundulan hutan, peternakan, dan faktor-faktor lain yang disebabkan oleh manusia meningkatkan kemungkinan virus berpindah dari hewan ke manusia.
Polusi dan kontaminasi juga dianggap mempengaruhi risiko penyebaran penyakit. Daniel Becker, seorang ahli biologi di University of Oklahoma yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut, memuji penelitian yang ia anggap sebagao "mengesankan".
Cerita Unik Seekor Bebek
Pusat persalinan di sebuah rumah sakit Florida, Amerika Serikat menyambut hal yang tidak biasa.
Pasalnya, kala itu ada seekor induk bebek menetaskan telurnya di halaman fasilitas pusat persalinan rumah sakit Florida, demikian dikutip dari laman UPI.com, Sabtu (26/3/2022).
Beaches OBGYN, pusat persalinan dan persalinan di Baptist Medical Center Beaches di Jacksonville Beach, mengatakan dalam sebuah posting Facebook bahwa staf mengawal induk bebek tersebut.
Tak hanya induk. Ia juga membawa 10 anak itiknya melalui gedung setelah telurnya menetas di halaman berpagar pusat persalinan tersebut.
Pusat persalinan di Florida mengatakan, bebek itu berjalan melalui gedung untuk keluar dari halaman, yang tidak memiliki jalan keluar.
"Kami masih menyambut baik atas cerita manis ini," tulis postingan tersebut.
"Selamat, Mama! Sampai jumpa enam minggu lagi untuk tindak lanjutmu."
Advertisement