Sukses

Program TV Swedia Hina Presiden Erdogan, Turki Layangkan Protes

Turki telah mengajukan keberatan secara resmi kepada Swedia atas acara TV yang menayangkan "konten menghina" Presiden Recep Tayyip Erdogan.

Liputan6.com, Ankara - Turki telah mengajukan keberatan secara resmi kepada Swedia atas acara TV yang menayangkan "konten menghina" Presiden Recep Tayyip Erdogan.

Acara mingguan bernama Swedish News yang dikenal kerap mengolok-olok politisi Swedia dan internasional kala itu membawakan informasi soal satiris Swedia-Kurdi yang mengejek Erdogan.

Kementerian Luar Negeri Turki memanggil duta besar Swedia untuk Turki, Staffan Herrstrom, dan mengajukan pengaduan resmi, menurut Anadolu Agency.

Acara berita itu dianggap sebagai ajang komedian yang mengolok-olok Erdogan botak saat memimpin Turki dan menyarankan melakukan transplantasi rambut, dikutip dari middleeasteye, Jumat (7/10/2022).

Acara itu juga membahas soal kebocoran gas baru-baru ini di Laut Baltik yang disebabkan oleh Erdogan. Mereka menyebut gas keluar karena orang Turki terlalu banyak makan kebab.

Acara tersebut menampilkan gambar tiruan dari Erdogan yang bertelanjang dada mengenakan celana renang dan terjerat dalam bendera Kurdi. Gambar lain menunjukkan Erdogan mengenakan jilbab.

Insiden itu terjadi pada momen sensitif dalam hubungan bilateral kedua negara. Finlandia dan Swedia berebut menjadi anggota NATO setelah Rusia menginvasi Ukraina dan Erdogan mengancam akan memblokir tawaran mereka untuk mencari konsesi.

Finlandia, Swedia dan Turki mencapai kesepakatan pada Juni 2022 yang mencakup ketentuan tentang ekstradisi dan berbagi informasi, membuka jalan bagi NATO untuk secara resmi mengundang kedua negara bergabung dengan aliansi militer barat.

2 dari 4 halaman

Erdogan: Putin Bersedia Akhiri Masa Perang Sesegera Mungkin

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan yang membahas perang di Ukraina dalam sebuah wawancara yang direkam pada Minggu (18/9) mengatakan bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin “bersedia mengakhiri [perang] ini sesegera mungkin.

Erdogan berbicara kepada PBS NewsHour untuk memabahas sejumlah isu terkini sebelum menghadiri sidang Majelis Umum PBB yang ke-77 di New York, demikian dikutip dari laman VOA Indonesia, Kamis (22/9/2022).

“Di Uzbekistan saya bertemu dengan Presiden Vladimir Putin dan kami mendiskusikan banyak hal dengannya, dan ia benar-benar menunjukkan kepada saya bahwa ia bersedia mengakhiri [perang] ini sesegera mungkin. Itu kesan yang saya dapat, karena keadaan saat ini cukup bermasalah,” ujarnya.

Erdogan mengatakan bahwa “tidak ada invasi yang dapat dibenarkan. Tindakan invasi tidak bisa dibenarkan.” Ia menambahkan bahwa ia telah meminta Putin mengembalikan wilayah yang dikuasainya kepada “pemilik yang sah.”

“Ketika kita berbicara tentang kesepakatan resiprokal, inilah yang kami maksud. Apabila perdamaian akan dibangun di Ukraina, tentu saja pengembalian wilayah yang diinvasi akan menjadi sangat penting. Inilah yang diharapkan. Inilah yang diinginkan. Putin telah mengambil langkah-langkah tertentu. Kami sudah mengambil langkah-langkah tertentu. Tanah yang diinvasi akan dikembalikan ke Ukraina,” tambahnya.

3 dari 4 halaman

Putin Sebut Perang di Ukraina Semakin Buat Rusia Kuat

Presiden Rusia Vladimir Putin pada Rabu (7/9) mengatakan negaranya sama sekali tidak merugi dari operasi militernya di Ukraina dan telah memperkuat kedaulatan Rusia.

Berbicara pada sebuah forum ekonomi, Putin mengatakan semua tindakan Rusia “diarahkan untuk membantu rakyat Donbas.”

“Ini pada akhirnya akan mengarah pada penguatan negara kami dari dalam dan untuk kebijakan luar negerinya,” kata Putin, demikian dikutip dari laman VOA Indonesia, Kamis (8/9/2022).

Rusia menginvasi Ukraina pada akhir Februari. Dan setelah meninggalkan gerak majunya ke ibu kota Ukraina, Kyiv, Rusia kemudian memfokuskan upaya militernya di kawasan Donbas, Ukraina Timur, di mana mereka yang pro-Rusia telah bertempur melawan pasukan Ukraina sejak 2014.

Putin juga mengkritik kesepakatan yang diperantarai PBB dan Turki yang memulai kembali pengiriman biji-bijian Ukraina di tengah-tengah krisis pangan global. Ia mengatakan ekspor itu tidak akan sampai ke negara-negara termiskin di dunia.

Pusat Koordinasi Gabungan yang mengawasi penerapan kesepakatan itu mengatakan bahwa hingga Selasa, lebih dari 2,2 metrik ton biji-bijian dan bahan pangan lainnya telah meninggalkan pelabuhan-pelabuhan Ukraina di dalam sekitar 100 kapal. Tujuan kapal-kapal itu mencakup Italia, Turki, Iran, China, Romania, Djibouti, Jerman dan Lebanon.

Mykhailo Podolyak, penasihat Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, mengatakan kepada Reuters bahwa komentar Rusia mengenai kesepakatan itu “tidak terduga” dan “tidak berdasar.”

Sementara itu Kementerian Pertahanan Inggris pada Rabu pagi mengatakan bahwa dalam periode 24 jam sebelumnya terjadi pertempuran hebat di Donbas, di dekat Kharkiv di Ukraina Utara dan di Kherson Oblast di Ukraina Selatan.

“Beberapa ancaman serentak yang menyebar sejauh 500 km akan menguji kemampuan Rusia untuk mengoordinasikan desain operasional dan merealokasikan sumber daya ke berbagai kelompok kekuatan,” kata kementerian itu. “Sebelum perang, kegagalan Rusia melakukan ini adalah salah satu alasan yang mendasari kinerja buruk militer.”

4 dari 4 halaman

Badan Nuklir PBB Khawatirkan Keamanan di PLTN Zaporizhzhia Ukraina

Badan Energi Atom Internasional (IAEA) mengatakan hari Selasa (6/9), pihaknya "masih sangat prihatin" tentang keselamatan dan keamanan pembangkit listrik tenaga nuklir terbesar di Eropa, fasilitas Zaporizhzhia yang terletak di tengah medan pertempuran antara pasukan Ukraina dan Rusia di Ukraina selatan.

“Kini situasinya tidak bisa dipertahankan, dan langkah terbaik untuk menjamin keselamatan dan keamanan fasilitas nuklir Ukraina dan rakyatnya adalah, mengakhiri konflik bersenjata sekarang,” kata badan nuklir PBB dalam sebuah laporan baru, setelah kepala IAEA Rafael Grossi dan tim pengawas mengunjungi lokasi itu pekan lalu, bahkan ketika terjadi penembakan di dekat fasilitas.

IAEA mengatakan mereka mendapati kerusakan parah di pabrik itu tetapi tidak menyalahkan kedua pihak yang berseteru itu, demikian dikutip dari laman VOA Indonesia, Kamis (8/9/2022).

Rusia yang pasukannya mengendalikan fasilitas itu sejak awal invasinya, dan Ukraina yang para insinyurnya menjalankan fassilitas itu, masing-masing menuduh pihak lain yang menembaki fasilitas itu.

Inspektur IAEA mengatakan mereka menemukan pasukan dan peralatan Rusia di dalam, termasuk kendaraan militer yang diparkir di dekat turbin. "Staf Ukraina yang mengelola fasilitas itu di bawah pendudukan militer Rusia dan berada di bawah tekanan yang konstan, terutama dengan terbatasnya staf yang tersedia," kata laporan IAEA.