Sukses

Lakukan Salam Nazi, Pria Ini Dihukum Tak Boleh Menonton Sepak Bola Selamanya

Seorang pria yang lakukan Salam Nazi dikecam banyak pihak dan tidak dapat menonton pertandingan sepak bola seumur hidupnya.

Liputan6.com, Sydney- Seorang pria penggemar Sydney United 58 tidak dapat menonton pertandingan sepak bola seumur hidup karena tertangkap kamera melakukan salam hormat ala Nazi.

Pria yang tidak disebutkan namanya itu tidak akan dapat menghadiri semua pertandingan yang disetujui oleh pemerintah Sydney, termasuk semua pertandingan tim nasional, A-League, NPL, dan Piala Australia. 

Ia juga dapat dikenakan tuduhan kriminal, setelah diselidiki oleh Kepolisian NSW. Sementara Football Australia (FA) mengatakan, pihaknya terus bekerja sama dengan pihak berwenang untuk mengidentifikasi orang lain yang berperilaku serupa. 

FA juga sedang berusaha mengidentifikasi seorang pria di kerumunan yang tampaknya membuat gerakan seperti monyet saat Al Hassan Toure, dilansir dari The Sydney Morning Herald, Kamis (6/10/2022).

Seorang juru bicara FA mengatakan insiden itu sudah menjadi perhatian mereka sebelum rekaman muncul di media sosial pada Rabu (5/10) sore.

Hal itu terjadi saat kepala eksekutif James Johnson menulis surat terbuka kepada komunitas sepak bola Australia pada Rabu, mengatakan bahwa dia "terkejut dan prihatin" oleh beberapa perilaku yang muncul saat laga final, yang dimenangkan 2-0 oleh Macarthur FC.

"Apa yang seharusnya dilakukan untuk merayakan pertandingan sepak bola yang berlangsung ketat dan luar biasa telah dirusak oleh tindakan sekelompok orang, yang tidak mewakili nilai-nilai dan harapan komunitas sepak bola kita," tulisnya.

"Tindakan mereka telah melecehkan, menyakiti, dan menyinggung anggota komunitas sepak bola kita. Saya ingin mengingatkan komunitas kami bahwa jika Anda terkena dampak atau menyaksikan perilaku anti-sosial, laporan dapat dibuat secara rahasia melalui Kerangka Perlindungan Anggota Football Australia, tambah Johnson dalam surat terbukanya.

2 dari 4 halaman

DIkecam

Football Australia juga mengeluarkan Sydney United 58, dengan surat pemberitahuan awal di bawah kode etik FA.

Klub telah mematuhi dan terus membantu FA dan otoritas terkait dengan penyelidikan mereka. Klub merilis pernyataan awal pekan ini yang mengecam perilaku penggemar yang menurutnya tidak sejalan dengan pandangan klub atau basis penggemarnya yang lebih luas, dan memuji komunitas karena telah berbicara.

FA kemungkinan tidak akan bersikap keras terhadap klub itu sendiri jika mereka melakukan upaya nyata untuk menyingkirkan unsur bermasalah dari pendukungnya, dan diperkirakan akan memblokir Sydney United 58 untuk memasuki divisi kedua nasional yang diusulkan jika masalahnya terus berlanjut.

Lebih dari 16.000 penggemar menghadiri CommBank Stadium untuk pertandingan tersebut dam sebagian besar dari mereka mendukung Sydney United 58, tim pertama dari luar A-League yang mencapai final Piala Australia.

Sementara hanya beberapa orang yang tertangkap melakukan penghormatan Nazi atau fasis, ribuan orang menyanyikan "Za Dom Spremni" ("Untuk Tanah Air - Siap), sebuah slogan yang erat kaitannya dengan gerakan Ustashe, yang berkolaborasi dengan Nazi Jerman selama Perang Dunia II. Sebagian lainnya memegang spanduk yang menampilkan simbol Ustashe atau desain lain yang terkait dengan sayap kanan.

Para penggemar juga dikritik karena gagal mematuhi aturan yang ada. 

"Penghormatan Nazi dan ikonografi Nazi itu harus diberantas," kata mantan Socceroo dan junior Sydney United, Mark Bosnich, di Stan Sport FC.

“Ini bisa menimbulkan rasa sakit yang luar biasa bagi banyak orang dan perlu diberantas sepenuhnya,” tambahnya.

3 dari 4 halaman

Geger Fans Sepak Bola Inggris Tunjukkan Salam Nazi di Piala Dunia 2018

Berbicara terkait salam Nazi yang dilakukan di Sydney, beberapa tahun lalu, sebuah video yang memperlihatkan sekelompok fans tim sepak bola Inggris meneriakkan salam Nazi sebuah bar di Rusia, kini sedang diselidiki oleh polisi Negeri Ratu Elizabeth II.

Video itu dilaporkan direkam di Volgograd, salah satu distrik di Moskow yang menjadi lokasi pertandingan babak penyisihan Grup G Piala Dunia, antara Inggris melawan Tunisia, Selasa, 19 Juni 2018.

"Perilaku menjijikkan yang terlihat dalam video ini benar-benar tidak dapat diterima dan tidak akan ditoleransi," kata Detektif Superintenden Caroline Marsh, yang memimpin investigasi terkait, sebagaimana dikutip dari CNN pada Jumat (22/6/2018).

"Tim investigasi kami di Inggris sudah membuat penyelidikan cepat untuk mengidentifikasi mereka yang terlibat, dan akan berusaha untuk mengambil semua tindakan yang tepat terhadap mereka," lanjut Detektif Marsh.

Situs berita asal Inggris, The Sun, mempublikasikan video terkait, di mana dapat terdengar nyanyian lagu tema klub Tottenham Hotspur --yang berlaga di Liga Primer Inggris-- dan diikuti oleh teriakan "Sieg Heil", yang dikenal sebagai salam khas pasukan Nazi.

Asosiasi Sepak Bola Inggris mengatakan sangat mengutuk aksi orang-orang yang terekam di dalam video tersebut.

Pihaknya berjanji akan segera mengusut tuntas kasus tersebut, sehingga tidak mencoreng semangat sportivitas pada gelaran Piala Dunia 2018 yang berlangsung di Moskow, Rusia.

"Perilaku tercela dari individu dalam video ini tidak mewakili nilai-nilai mayoritas penggemar sepakbola Inggris yang mendukung tim kesayangannya di Rusia," tegas salah seorang juru bicara Asosiasi Sepak Bola Inggris.

Sekitar 2.500 orang penggemar sepak bola asal Inggris memadati stadion di Volgograd, untuk menyaksikan kemenangan 2-1 melawan Tunisia.

Distrik Volgograd sendiri lebih dulu dikenal dengan nama Stalingrad, yang menjadi salah satu lokasi pertempuran paling berdarah pada Perang Dunia II, yakni antara pasukan Uni Soviet melawan Nazi.

4 dari 4 halaman

Kenangan Buruk PD II

Sebelum pertandingan penentu juara di Grup G Piala Dunia tersebut, seorang diplomat dan para pendukung timnas Inggris sempat meletakkan karangan bunga di Volgograd Memorial Park.

Aksi tersebut merupakan bentuk penghormatan terhadap para pejuang yang gugur di medan pertempuran, di distrik yang dulu bernama Stalingrad itu.

Sebanyak lebih dari satu juta korban tewas dalam pertempuran yang berlangsung dari Juli 1942 hingga Februari 1943. Mayoritas mereka yang gugur di medan perang berasal dari pihak Uni Soviet.

Meski begitu, militer Uni Soviet kala itu berhasil menghalau upaya pasukan Nazi untuk merangsek lebih jauh ke Eropa Timur.

Selain itu, kemenangan militer Uni Soviet atas Nazi juga menjadi salah satu titik balik kemenangan Sekutu menjelang berakhirnya Perang Dunia II.