Liputan6.com, Naypyidaw - Seorang pembuat film dokumenter Jepang dijatuhi hukuman total 10 tahun penjara oleh pengadilan di Myanmar.
Toru Kubota (26) pertama kali ditahan pada Juli lalu di dekat sebuah demonstrasi anti-pemerintah di Kota Yangon.
Baca Juga
Melansir dari laman BBC, Jumat (7/10/2022), pria asal Jepang ini dijatuhi hukuman tiga tahun atas tuduhan penghasutan dan tujuh tahun karena melanggar undang-undang komunikasi elektronik. Kendati demikian tidak jelas diketahui apakah dia akan dapat menjalani hukuman ini secara bersamaan.
Advertisement
Dia menghadapi dakwaan lain karena melanggar undang-undang imigrasi dan akan disidang minggu depan.
Menurut kantor berita Jepang Kyodo, Pemerintahan Myanmar mengklaim Tori Kubota masuk ke Myanmar dari negara tetangga Thailand menggunakan visa turis, dan bahwa dia telah berpartisipasi dalam demonstrasi anti-pemerintah pada tahun 2021.
Junta militer juga mengatakan bahwa Kubota sebelumnya telah melaporkan tentang minoritas Rohingya.
Dokumenter Warga Myanmar
Toru Kubota pertama kali tiba di Myanmar pada Juli 2022, ia datang untuk membuat film "dokumenter yang menampilkan orang Myanmar".
Menurut situs pembuat film Film Freeway, Toru Kubota memulai karirnya ketika dia bertemu dengan seorang pengungsi Rohingya di Jepang pada tahun 2014, dan kemudian membuat "beberapa film tentang pengungsi dan masalah etnis di Myanmar".
Profil Instagram-nya juga menampilkan beberapa foto pengungsi Rohingya dari tahun 2017.
"Penahanan jurnalis Jepang Toru Kubota oleh Myanmar menunjukkan bahwa rezim militer tidak akan berhenti untuk menekan pelaporan berita independen," kata Shawn Crispin, perwakilan senior Komite untuk Melindungi Wartawan di Asia Tenggara awal tahun ini.
"Junta Myanmar harus berhenti memperlakukan jurnalis sebagai penjahat."
Advertisement
Terdapat Jurnalis Jepang lain yang Ditangkap
Awal tahun lalu, seorang jurnalis lepas Jepang juga ditangkap dan didakwa menyebarkan berita palsu, Ia adalah jurnalis asing pertama yang diketahui didakwa sejak militer mengambil alih kekuasaan pada Februari 2021.
Dia kemudian dibebaskan, dengan pihak berwenang Myanmar bersikeras bahwa dia telah melanggar hukum tetapi mengatakan bahwa mereka membebaskannya atas permintaan pemerintah Jepang.
Diperkirakan lebih dari 15.600 orang termasuk anggota parlemen, aktivis, dan jurnalis telah ditangkap sejak militer menggulingkan pemerintahan Aung San Suu Kyi yang terpilih secara demokratis pada Februari 2021.
Hal tersebut memicu protes besar di seluruh negeri dan gerakan perlawanan yang meluas.
Gara-Gara OnlyFans, Mantan Dokter Dipenjara di Myanmar
Seminggu yang lalu rezim junta militer Myanmar memenjarakan seorang mantan dokter akibat menggunakan OnlyFans. Aksi model bernama Nang Mwe San itu dinilai tidak bermartabat.Â
Namun, Nang Mwe San dikenal ikut berpartisipasi dalam protes kudeta junta militer. Wanita itu pernah memposting foto tiga jari yang merupakan simbol protes.Â
Berdasarkan laporan BBC, Kamis (29/9/2022), junta militer Myanmar yang masih berkuasa usai melancarkan kudeta militer yang berdarah-darah menanggap bahwa dokter tersebut merugikan budaya dan martabat.
Model itu tinggal di North Dagon, Yangon. Lokasi itu masih menerapkan hukum militer. Akibat kekuasaan militer, orang yang dipidana di area-area tersebut bisa diseret ke pengadilan militer dan hak mereka untuk mendapat pengacara dijegal.
Nang Mwe San diadili di Pengadilan Penjara Insein yang merupakan pengadilan paling besar di Myanmar dan memiliki reputasi menyeramkan. Banyak tahanan politik diadili di sana sejak kudeta militer 2021.
Nang Mwe San dinyatakan bersalah dengan UU Transaksi Elektronik. Hukuman maksimalnya tujuh tahun penjara. Nang Mew San dinilai sebagai model OnlyFans pertama di Myanmar yang dijerat hukum.
Ibu dari pelaku mengaku masih bisa menghubungi putrinya dalam beberapa pekan terakhir, tetapi baru tahu tentang vonis itu dari media militer.
Ada 15 ribu orang ditangkap di Myanmar usai kudeta terhadap Aung San Suu Kyi terjadi. 12 ribu di antaranya masih ditahan. Sementara, kelompok Assistance Association for Political Prisoners menyatakan setidaknya 2.322 tahanan politik telah dibunuh oleh rezim militer.
Advertisement