Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Indonesia mengungkap korban penipuan lowongan kerja online di Asia Tenggara masih menjadi masalah besar. Sejak 2021, ada tren peningkatan jumlah korban lowongan kerja palsu tersebut.
Kamboja merupakan salah satu negara yang menjadi basis para penipu tersebut. Hingga September 2022, Kementerian Luar Negeri RI berkata ada 639 WNI yang menjadi korban loker palsu di Kamboja.
Advertisement
Baca Juga
Lebih dari 400 orang sudah berhasil dipulangkan, namun ada sekitar 30 orang yang masih terjebak.
"Dari 639 WNI tersebut 442 telah berhasil ditangani dan dipulangkan ke Indonesia, sedangkan 166 lainnya masih dalam penanganan dan saat ini telah berada di safe house yang disiapkan KBRI Phnom Penh. 31 lainnya masih kita koordinasikan untuk segera dapat diselamatkan," ujar Direktur Perlindungan WNI Judha Nugraha dalam virtual press briefing, Jumat (7/10/2022).
Ia pun mengungkap adanya korban-korban lain di beberapa negara, seperti Myanmar (142), Filipina (97) Laos (35), dan Thailand (21), namun korban di Kamboja memang paling banyak.
Totalnya ada 934 orang WNI yang ditangani perwakilan-perwakilan RI pada periode Januari 2021 hingga September 2022.
"Tentu hal ini menjadi wake up call bagi kita semua mengenai peningkatan kasus yang begitu drastis dari WNI-WNI kita yang menjadi korban scam," ujar Judha Nugraha.
Sejumlah indikasi dari penipuan lowongan kerja itu adalah mereka mencari korban di media sosial, kemudian meminta calon pekerja untuk melanggar prosedur ketika terbang ke luar Indonesia. Contohnya, pihak perusahaan menerima untuk kerja, tetapi calon pegawai diminta masuk dengan visa liburan atau menggunakan bebas visa di Asia Tenggara.
Ciri-Ciri Lowongan Kerja Abal
Direktur Perlindungan WNI Kemlu RI Judha Nugraha juga menyayangkan ada WNI yang terkena kasus ini secara berulang. Ia pun mengungkap ciri-ciri loker palsu tersebut agar masyarakat bisa sadar.
"Kasus ini berulang. Kuncinya selain penegakan hukum adalah kesadaran masyarakat," ujar Judha dalam media briefing di Jakarta pada Juli 2022 lalu.
Berikut sejumlah ciri-ciri loker berbahaya yang wajib diwaspadai:
1. Media Sosial
Judha Nugraha berkata loker palsu dari luar negeri kerap beredar di media sosial. Contoh sejauh ini ada dari Laos, Kamboja, dan Filipina.
2. Janji Manis
Ciri kedua adalah loker yang tidak jelas itu terkesan mudah, akan tetapi gajinya fantastis.
3. Kualifikasi
Meski lokernya mengajak kerja di luar negeri, kualifikasi sangat mudah. Ini harus dicurigai karena tentu tidak masuk akal.
"Bekerja ke luar negeri, tapi enggak minta kualifikasi apa-apa," ujar Judha.
4. Informasi Perusahaan Tak Jelas
Ini juga wajib dilakukan oleh para pencari kerja. Coba cari dahulu informasi mengenai perusahaan itu di Google agar tak terjebak kerja di perusahaan bodong, bahkan melanggar HAM.
"Kita tidak bisa melakukan kroscek terhadap kredibilitas perusahaan tersebut," ujar Judha.
5. Visa
Ciri yang menonjol dari loker abal-abal adalah berangkat tidak menggunakan visa pekerja, melainkan visa kunjungan.
"Beberapa modus tersebut kalau ditemui, maka hati-hati. Dan jangan memaksakan diri. Jadi kesadaran masyarakat untuk melindungi dirinya sendiri dengan langkah-langkah tersebut itu menjadi kunci perlindungan," ujar Judha.
Advertisement
Berbagai Negara Desak Kamboja Urus Kasus Perdagangan Manusia dan Penipuan Jaringan China
Kerajaan Kamboja kini sedang menjadi sorotan internasional karena masalah perdagangan manusia, serta peran jaringan kejahatan digital dari China yang mempekerjakan orang-orang tersebut.
Dilaporkan VOA Indonesia, Rabu (7/9), pada akhir Agustus pemerintah Kamboja mengakui perlu melakukan pendekatan yang agresif terkait maraknya laporan mengenai perdagangan manusia yang beroperasi di negaranya. Tindak kejahatan yang menyebabkan sejumlah pekerja dari seluruh penjuru Asia menjadi korban itu bekerja di bawah jaringan kejahatan dunia maya China.
Menteri Dalam Negeri Sar Kheng mengatakan pada 22 Agustus bahwa pihaknya telah mengerahkan aparat untuk memeriksa hotel, kasino, dan tempat-tempat lain di seluruh negeri untuk mencari calon korban perdagangan manusia. Dalam aksi tersebut, bahkan, beberapa tersangka penyelundup berhasil ditangkap.
Komentar Sar Kheng tersebut mengemuka tak lama setelah Taiwan mengeluhkan lebih dari 300 warga negaranya ditahan di Kamboja setelah dibujuk untuk bekerja di perusahaan yang bergerak di bidang teknologi dengan iming-iming gaji tinggi. Namun, kenyataannya mereka hanya bekerja sebagai operator untuk menghubungi calon-calon korban yang telah dibidik China.
Kekhawatiran Taiwan itu merupakan bentuk protes resmi terbaru yang sebelumnya telah dilayangkan oleh sejumlah pemerintah negara lain yang mengungkapkan nasib warganya yang terjebak dalam praktik penipuan yang dikelola China yang berbasis di Kamboja.
Indonesia meminta diadakannya pertemuan khusus dengan Kamboja di sela-sela KTT ASEAN pada awal Agustus untuk membicarakan mengenai warganya yang menjadi korban perdagangan manusia di Kamboja. Indonesia kemudian mengumumkan pada pekan lalu bahwa mereka telah memulangkan 241 warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban perusahaan online bodong. Pemerintah Indonesia juga telah berhasil menggagalkan 214 calon korban pekerja migran lainnya untuk pergi ke Kamboja.
Butuh Intervensi
Sejak awal Agustus, Filipina mendesak pihak berwenang Kamboja untuk menyelamatkan empat warga negaranya yang ditahan di kompleks kasino di Provinsi Koh Kong. Lebih dari 40 warga negara Vietnam melarikan diri dari sebuah kasino di Provinsi Kandal. Mereka berenang menyeberangi Sungai Binh Di ke Vietnam. Pejabat Hong Kong mengatakan 10 warganya kini masih terjebak di Kamboja.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Kamboja Chum Sounry mengatakan dalam enam bulan terakhir, pihaknya telah menerima permintaan intervensi dalam kasus kerja paksa dari setidaknya dari sembilan kedutaan, termasuk Bangladesh, India, Indonesia, Malaysia, Mongolia, Nepal, Pakistan, Filipina, dan Thailand.
Dan Kementerian Dalam Negeri mengatakan sekitar 900 warga asing telah diselamatkan dari jaringan perdagangan manusia sepanjang tahun ini.
Kamboja telah lama memiliki masalah internal dengan warganya sendiri. Warga Kamboja acap kali diperdagangkan dalam kondisi seperti budak ke negara-negara terdekat seperti Thailand dan Indonesia. Namun, membasmi jaringan perdagangan negara asing yang beroperasi di dalam negaranya adalah fenomena baru. Para pakar mengatakan kepada VOA Khmer bahwa kemampuan Phnom Penh untuk merobek jaringan kriminal tersebut dapat memiliki konsekuensi yang luas bagi perekonomian dan kedudukan regionalnya.
Jason Tower, Direktur Burma untuk Institut Perdamaian Amerika Serikat, mengatakan jaringan kriminal China telah memperluas jejak mereka di kantong-kantong yang relatif tanpa hukum di Asia Tenggara dalam beberapa tahun terakhir, termasuk merangsek masuk ke dalam wilayah Kamboja, Myanmar utara dan Laos.
Advertisement