Liputan6.com, Jakarta - Duka peristiwa penyerangan berupa penembakan dan penikaman massal di tempat penitipan anak Thailand, juga dirasakan Indonesia. Melalui Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI, disampaikan ungkapan duka cita atas tragedi tersebut.
"Kami sangat sedih dengan serangan penembakan yang mengerikan di Provinsi Nong Bua Lam Phu. Belasungkawa tulus kami kepada para korban dan orang yang mereka cintai," tulis Kemlu RI melalui akun Twitter resmi, MoFA Indonesia @Kemlu_RI, Jumat 7 Oktober 2022.
Baca Juga
"Indonesia berdiri bersama rakyat Thailand di masa sulit ini," imbuh Kemlu RI dalam pernyataanya.
Advertisement
We are deeply saddened by the horrible shooting attack in Nong Bua Lam Phu Province. Our heartfelt condolences to the victims and their loved ones. Indonesia stands with the people of Thailand at this difficult time.
— MoFA Indonesia (@Kemlu_RI) October 7, 2022
Sebanyak 37 orang dilaporkan meninggal dunia akibat peristiwa tersebut.
Mengutip VOA Indonesia, Sabtu (8/2022), kerabat-kerabat yang berduka karena kehilangan yang mengejutkan, dilaporkan pada Jumat 7 Oktober meletakkan karangan-karangan bunga di sebuah pusat penitipan anak di kawasan pedesaan timur laut di Thailand. Lokasi pembantaian oleh seorang polisi yang dipecat karena kasus penyalahgunaan narkoba.
Korban tewas termasuk anak-anak berusia 2 tahun yang sedang tidur siang.
Tragedi mengejutkan itu tidak hanya mengguncang rakyat negara tersebut, tapi juga dunia. Sedikitnya 24 dari 36 orang yang tewas dalam aksi penembakan yang paling banyak menelan korban jiwa di Thailand itu adalah anak-anak.
"Saya menangis sampai tidak ada lagi air mata yang keluar,” kata Seksan Sriraj, 28.
Sriraj kehilangan istrinya yang sedang hamil dan akan melahirkan bulan ini, dalam serangan di Uthai Sawan. "Istri dan anak saya telah pergi ke tempat yang damai. Saya hidup dan harus hidup. Jika saya tidak bisa melanjutkan, istri dan anak saya akan mengkhawatirkan saya, dan mereka tidak akan dilahirkan kembali di kehidupan berikutnya,” katanya.
Bendera Setengah Tiang untuk Tragedi di Penitipan Anak Thailand
Perwakilan kerajaan dan pemerintah berseragam putih terlihat meletakkan karangan bunga di meja upacara di depan pintu utama pusat penitipan anak itu pada Jumat pagi. Mereka diikuti oleh keluarga-keluarga yang menangis, yang saling bergenggaman tangan, sebelum meletakkan bunga-bunga putih di lantai kayu.
Bendera Thailand yang berkibar setengah tiang terlihat di lokasi itu.
Penduduk desa terlihat berbaris di jalan-jalan ketika iring-iringan ambulans membawa jasad-jasad itu kembali ke pusat penitipan anak sehingga kerabat yang menunggu dapat mengambilnya.
Raja Thailand Maha Vajiralongkorn dan Ratu Suthida pada hari yang sama mengunjungi rumah sakit, di mana tujuh dari 10 orang yang terluka dirawat. Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha mengunjungi pusat penitipan anak dan rumah sakit itu.
Advertisement
Pelaku Mantan Polisi Bunuh Istri dan Anaknya Juga
Seorang karyawan pusat penitipan anak itu mengatakan kepada sebuah stasiun TV Thailand bahwa putra Panya memang biasa dititipkan di sana, tetapi tidak pernah berada lagi di sana selama sekitar satu bulan terakhir.
Sejumlah saksi mata mengatakan penyerang menembak seorang pria dan anak di depan pusat penitipan itu sebelum memasukinya. Para guru mengunci pintu kaca depan, tetapi pria bersenjata itu menembak dan menendangnya.
Anak-anak, terutama berusia 2 dan 3 tahun, sedang tidur siang ketika itu, dan foto-foto yang diambil oleh petugas pertolongan menunjukkan tubuh-tubuh mungil mereka masih terbaring di atas selimut. Dalam beberapa foto, terlihat luka gores di wajah korban dan tembakan di kepala.
Panya bunuh diri setelah membunuh istri dan anaknya di rumah. Serangan itu terjadi di Provinsi Nongbua Lamphu, salah satu daerah termiskin di negara itu.
Kesaksian Korban Selamat Penembakan Massal di Penitipan Anak Thailand: Hanya 1 Balita Selamat
Orang-orang yang menyaksikan pembantaian di sebuah tempat penitipan anak Thailand menggambarkan momen mengerikan, ulah seorang mantan polisi masuk yang mulai menyerang staf dan anak-anak.
Menurut kesaksian Nanticha Panchum, kepala sekolah di pusat pengasuhan anak itu, dia akan membuat makan siang setelah mengantar anak-anak tidur siang dan mendengar suara lima tembakan.
Dia mengatakan kepada BBC bahwa biasanya ada 92 anak-anak di tempat itu, tetapi karena bus bersama mogok dan cuaca hujan, hanya ada 24 anak di lokasi pada saat serangan itu --penembakan dan penikaman massal.
Hanya satu anak yang selamat, menurut Nanticha.
"Ini adalah sesuatu yang tidak pernah saya impikan... Saya tidak tahu apa yang harus dilakukan selanjutnya. Saya benar-benar tidak bisa memikirkan apa pun saat ini," katanya seperti dikutip dari BBC, Jumat (7/10/2022).
Salah satu guru lain mengenali penyerang sebagai orang tua dari seorang anak di tempat penitipan anak tersebut, katanya - meskipun anak itu tidak bersekolah selama sebulan.
Dia mengatakan pria itu tidak pernah terlihat tidak sehat, menambahkan bahwa dia selalu sopan saat mengantar putranya dan terkadang terlalu banyak bicara.
Tetapi pada Kamis 6 Oktober, dia mengatakan rekannya mengatakan kepadanya bahwa matanya juling dan pendiam.
"Para guru berusaha mengunci pintu, tetapi pelaku mendobrak masuk ke kamar tempat anak-anak tidur, kata Nanticha.
Nanticha mengatakan kepada AFP beberapa staf sedang makan di luar ketika penyerang memarkir mobilnya dan menembak mati empat dari mereka.
Dia kemudian "mendobrak pintu dengan kakinya dan kemudian masuk ke dalam" dan mulai menyerang anak-anak, katanya.
Advertisement