Sukses

Balita Ini Selamat dari Penembakan Sadis di Penitipan Anak Thailand karena Selimut

Berkat selimut, balita ini selamat dari penembakan di tempat penitipan anak Thailand. Ia satu-satunya bocah yang selamat dari pembantaian oleh mantan polisi.

Liputan6.com, Bangkok - Seorang anak berusia 3 tahun dilaporkan menjadi satu-satunya anak yang selamat dari pembantaian di Thailand . Aksi keji yang dilakukan seorang mantan polisi, membantai 37 orang, termasuk 24 anak-anak.

"... Dia tidur sepanjang pembantaian dengan selimut menutupi kepalanya," kata polisi seperti dikutip dari New York Post, Selasa 

Panya Kamrap, mantan sersan polisi berusia 34 tahun yang dipecat awal tahun ini karena penyalahgunaan narkoba, tampaknya tidak memperhatikan Nong Am saat dia tidur ketika pertumpahan darah terjadi di Kota Nongbua Lamph.

Penembak gila itu diyakini melewatkan gadis kecil itu karena dia sepenuhnya tertutup selimut. Teman-teman sekelasnya yang lain semuanya terbunuh.

"Ini adalah keajaiban dari Tuhan yang menyelamatkan hidup keponakan saya," kata Wutthichai Baothong, menurut kantor berita Viral Press.

Sementara itu, sejumlah kerabat meratap dan pingsan dalam kesedihan pada Jumat 7 Oktober, di depan peti mati kecil para korban serangan senjata dan pisau -- yang terjadi Kamis 6 Oktober.

"Saya menangis sampai tidak ada lagi air mata yang keluar dari mata saya," kata Seksan Sriraj. Pria 28 tahun itu kehilangan istrinya yang tengah hamil, ia meninggal dalam pembantaian di Young Children’s Development Center. 

"Dia seharusnya melahirkan bulan ini," ratap Seksan Sriraj yang kini juga kehilang calon buah hatinya.

"Istri dan anak saya telah pergi ke tempat yang damai. Saya hidup dan harus hidup. Jika saya tidak bisa melanjutkan hidup, istri dan anak saya akan mengkhawatirkan saya, dan mereka tidak akan dilahirkan kembali di kehidupan berikutnya," kata Seksan Sriraj.

Salah satu orang dewasa yang tewas adalah seorang guru hamil delapan bulan, yang diidentifikasi sebagai Supaporn Pramongmuk.

"Istri saya telah memenuhi setiap tugasnya sebagai guru. Tolong jadilah guru di surga, dan anakku tolong jaga ibumu di surga," kata suaminya Seksan Sriraj dalam sebuah postingan memilukan di media sosial, menurut laporan sejumlah outlet berita.

2 dari 4 halaman

Sedih Hingga Pingsan

Oy Yodkhao, 51, yang cucunya yang berusia 4 tahun, Tawatchai Sriphu tewas dalam pembantaian itu, mengatakan rasa sakitnya "terlalu berat" untuk ditanggung.

"Saya tidak bisa menerima ini," katanya sambil duduk di tikar bambu sementara kerabatnya memberinya air dan mengelap keningnya.

Sementara Som-Mai Pitfai yang berusia 58 tahun, pingsan dalam kesedihan ketika dia melihat tubuh keponakannya yang berusia 3 tahun.

"Ketika saya melihat, saya melihat dia telah disayat di wajahnya dengan pisau," katanya sambil menahan air mata.

Panya Kamrap, yang bunuh diri setelah membunuh istri dan anaknya di rumah, dijadwalkan hadir di pengadilan Jumat 7 Oktober atas tuduhan narkoba.

 

3 dari 4 halaman

Motif Pelaku Stress Takut Ditinggal Istri?

Kepala Polisi Jenderal Dumrongsak Kittiprapas mengatakan kepada wartawan Jumat 7 Oktober bahwa penyelidikan awal menemukan bahwa mantan polisi itu bertengkar dengan istrinya Kamis pagi.

"Sampai sekarang polisi menduga dia stres karena takut ditinggal istrinya," kata Dumrongsak.

Ibu Panya Kamrap mengatakan kepada outlet berita Thailand bahwa ada ketegangan antara dia dan istrinya - dan bahwa dia berutang setara US$ 7.990 (sekitar Rp 122 juta) untuk pinjaman mobilnya dan hutang pribadi US$ 3.730 (sekitar Rp 57 juta).

Pegawai tempat penitipan anak bernama Satita Boonsom mengatakan kepada Amarin TV bahwa staf telah mengunci pintu kaca depan gedung, setelah melihat pria bersenjata itu menembak seorang anak dan ayahnya di depan.

Namun penyerang dilaporkan menendangnya.

Satita mengatakan bahwa putra Panya belum pernah ke fasilitas itu baru-baru ini karena dia sakit.

4 dari 4 halaman

Korban Penembakan Tragis di Penitipan Anak Thailand Siap Dikremasi

Proses kremasi bagi korban penembakan tragis di sebuah pusat penitipan anak Thailand tengah dipersiapkan. 

Tragedi penembakan yang mayoritas korbannya adalah anak-anak tersebut telah terjadi pada Kamis 6 Oktober 2022.

Untuk melakukan proses kremasi, tungku darurat yang terbuat dari batu bata tanah liat sedang dibangun pada Senin (10 Oktober) di kuil-kuil Buddha di sebuah kota di timur laut Thailand.

Dikutip dari laman Channel News Asia, Senin (11/10/2022), serangan brutal dengan senjata dan pisau oleh seorang mantan polisi di Pusat Pengembangan Anak Muda di Uthai Sawan menewaskan 37 orang, termasuk 24 anak kecil. Itu adalah pembunuhan massal terbesar oleh seorang individu dalam sejarah negara itu.

Phra Kru Adisal Kijjanuwat, kepala kuil Rat Samakee yang berjarak sekitar 3 km dari lokasi pertumpahan darah, mengatakan 19 korban akan dikremasi dalam upacara kelompok pada hari Selasa. Proses kremasi tersebut mengakhiri upacara berkabung tiga hari untuk keluarga.

Dia mengatakan bahwa para korban akan dikremasi pada saat yang sama di atas tungku pembakaran terbuka berbahan bakar arang, untuk menghindarkan keluarga dari keharusan menunggu berjam-jam untuk menyelesaikan upacara berturut-turut.

“Kami hanya memiliki satu tungku di kuil dan kami tidak akan dapat mengkremasi semua korban pada saat yang sama, dan saya tidak ingin ada keluarga yang harus menunggu proses kremasi yang lama,” kata Adisal.

“Setelah melihat kesedihan mereka, saya pikir akan lebih baik jika kita dapat mengadakan upacara pada saat yang sama dan semua kerabat dapat melewati tahap akhir dari peristiwa yang menyakitkan ini bersama-sama,” katanya.

Selengkapnya klik di sini...