Sukses

Kemlu Rusia Sebut Ukraina Sebagai Sel Teroris

Jubir Kemlu Rusia mengecam serangan ke jembatan Krimea.

Liputan6.com, Moskow - Retorika teroris turut dimainkan di perang Rusia-Ukraina. Terkini, juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia menyebut Ukraina seperti sel teroris. 

Ucapan itu diberikan usai pihak Ukraina menghancurkan jembatan Krimea yang dianggap infrastruktur penting oleh Rusia. 

Berdasarkan laporan media pemerintah Rusia, TASS, Rabu (12/10/2022), jubir Kemlu Rusia Maria Zakharova menyebut tindakan Ukraina seperti organisasi-organisasi teroris terkeji.

Zakharova juga menyorot bahwa Ukraina mendapatkan uang, intelijen, dukungan politik, dan senjata dari negara-negara Barat. Zakharova berkata dukungan itu digunakan untuk "aksi-aksi tak kenal hukum yang dilaksanakan seperti sel-sel teroris terburuk."

Presiden Rusia Vladimir Putin telah menyebut bahwa penghancuran jembatan Krimea dilakukan oleh pihak Ukraina, serta melabel serangan itu sebagai aksi terorisme. 

Putin Murka, Kota-kota di Ukraina Dihujani Serangan Rudal dari Rusia

Pada Senin 10 Oktober 2022, kota-kota di Ukraina, termasuk ibu kota Kiev, telah dihujani oleh serangan rudal, tak lama setelah Presiden Rusia Vladimir Putin murka lantaran jembatan Krimea mendapat serangan.

"Ukraina berada di bawah serangan rudal. Ada informasi tentang serangan di banyak kota di negara kita," kata Kyrylo Tymoshenko, wakil kepala kantor presiden, di media sosial. Ia juga menyerukan penduduk untuk "tinggal di tempat penampungan".

Di Kiev, wartawan AFP mendengar beberapa ledakan keras mulai sekitar pukul 08.15 waktu setempat.

Serangan terakhir Rusia di Kiev terjadi pada 26 Juni.

Seorang wartawan AFP di kota itu mengatakan salah satu proyektil rudal mendarat di dekat taman bermain anak-anak, dan asap mengepul dari kawah besar di lokasi tumbukan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

KBRI Kyiv: Rudal Rusia Jatuh 5 Kilometer dari Kedutaan di Ukraina, WNI Aman

KBRI Kyiv memberikan update terkait kondisi WNI di Ukraina usai serangan udara Rusia pada Senin 10 Oktober 2022. Salah satu ledakan terjadi beberapa kilometer saja dari kantor kedutaan. 

Juru bicara KBRI Kyiv, Yuddy Alamin, menjelaskan bahwa ada sekitar 36 WNI yang masih ada di Ukraina, termasuk staf di kedutaan. Mayoritas WNI berada di Kyiv. 

"WNI kita di sini kurang lebih ada 36 orang termasuk staf KBRI. Mereka ada kebanyakan di kota Kyiv, tapi kemarin waktu kita WA dengan mereka, mereka dalam kondisi aman," ujar Yuddy Alamin kepada Liputan6.com melalui sambungan telepon, Selasa (11/10).

"Mengenai serangannya sendiri memang kemarin agak bertubi-tubi di Kyiv. Ledakannya ada yang dekat lima kilometer di dekat stasiun, tetapi tidak membahayakan, artinya kita tetap sebagaimana biasanya, tapi ada beberapa staf KBRI enggak bisa masuk karena transportasi umum terhambat," ia menambahkan.

Yuddy menjelaskan bahwa para WNI yang masih di Ukraina kebanyakan menetap karena terikat hubungan pernikahan. Setengah dari jumlah WNI di Ukraina adalah staf kedutaan, termasuk orang Indonesia di Ukraina yang direkrut Kemlu (locally recruited staff).

Pada Selasa ini, Yuddy menyebut sudah ada dua kali suara sirene yang terdengar. Suara itu menandakan bahwa warga harus berlindung. 

"We have less than one minute untuk melakukan perlindungan diri," ujar Yuddy.

Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky meminta masyarakat berlindung di shelter ketika serangan Rusia terjadi pada Senin kemarin. Pihak KBRI Kyiv tak memiliki bomb shelter khusus, namun Yuddy optimistis bahwa lingkungan di kedutaan aman, sebab Indonesia merupakan negara sahabat. Pihak kedutaan pun tidak merasa terlalu terancam.

"Kedutaan yang dianggap sebagai negara sahabat dari Ukraina itu biasanya kita dijaga oleh security dari pihak pemerintah Ukraina," jelas Yuddy.

3 dari 4 halaman

Joe Biden Akan Tambah Sistem Pertahanan Udara ke Ukraina

Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengecam serangan misil Rusia di berbagai kota Ukraina pada Senin 10 Oktober 2022. Ia juga siap mengirim tambahan bantuan pertahanan kepada Ukraina. 

Berdasarkan keterangan resmi Gedung Putih, Presiden Biden turut menyampaikan belasungkawa terhadap korban yang tewas dan terluka. 

"Presiden Biden berikrar untuk terus menyediakan Ukraina dengan dukungan yang dibutuhkan untuk mempertahankan diri, termasuk sistem pertahanan udara yang maju," tulis keterangan resmi Gedung Putih, dikutip Selasa (11/10).

Presiden Joe Biden meminta agar sekutu-sekutunya terus menuntut pertanggungjawaban pada Rusia supaya Rusia bisa akuntabel terhadap kejahatan-kejahatan perangnya. Presiden Biden juga meminta agar sekutu terus menyediakan bantuan keamanan, ekonomi dan kemanusiaan.

Lebih lanjut, Gedung Putih berkata akan terus mendukung Ukraina selama mungkin. 

"Kami menyerukan lagi kepada Rusia untuk mengakhiri agresi tak terprovokasi ini secepatnya dan menarik pasukan-pasukannya dari Ukraina," ujar Gedung Putih.

4 dari 4 halaman

Pemimpin Eropa Sebut Putin Barbar

Gelombang kecaman juga diterima oleh Presiden Rusia Vladimir Putin. Presiden Prancis Emmanuel Macron mengadakan panggilan darurat dengan timpalannya dari Ukraina Volodymyr Zelensky.

Macron menegaskan kembali dukungannya untuk Ukraina dan menyatakan "keprihatinan" atas laporan korban sipil, kata Istana Elysee dalam sebuah pernyataan.

Kanselir Jerman Olaf Scholz telah berbicara dengan Zelensky, meyakinkannya dukungan dari Berlin dan dari negara-negara G7 lainnya, kata juru bicara pemerintah Jerman, dikutip dari laman BBC, Senin (10/10).

Menteri Luar Negeri Polandia Zbigniew Rau menyebut serangan rudal itu sebagai "tindakan barbarisme dan kejahatan perang", menambahkan: "Rusia tidak bisa memenangkan perang ini. Kami mendukung Anda Ukraina!"

Menteri Luar Negeri Inggris James Cleverly menyatakan bahwa serangan Rusia terhadap para pemimpin sipil "tidak dapat diterima".

Menteri luar negeri Moldova, yang berbatasan dengan Ukraina barat dan memiliki wilayah sendiri yang dicaplok oleh Rusia (Transnistria), mengatakan beberapa rudal jelajah Rusia menargetkan Ukraina telah melintasi wilayah udaranya.

Moldova juga memanggil utusan Rusia ke negara itu untuk menuntut penjelasan atas pelanggaran tersebut.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.