Liputan6.com, Connecticut - Pengadilan di Amerika Serikat menghukum podcaster teori konspirasi Alex Jones untuk membayar US$ 965 juta (nyari Rp 15 triliun) karena menyebar hoaks terkait penembakan di Sandy Hook. Ia berkata penembakan yang terjadi di 2012 itu adalah hoaks.
Nama Alex Jones sudah lama terkenal di Amerika Serikat karena berbagai pernyataannya yang kontroversial. Ia merupakan salah satu pendiri situs teori konspirasi bernama InfoWars. Alex telah dicekal Facebook dan YouTube akibat hoaks yang ia sebar.
Advertisement
Baca Juga
Dilaporkan BBC, Kamis (13/10/2022), Alex Jones dituntut keluarga korban penembakan Sandy Hook dan agen FBI karena narasinya bahwa tragedi itu adalah hoaks. Totalnya 27 orang tewas akibat aksi penembakan di Sandy Hook, kemudian pelaku bernama Adam Lanza bunuh diri.
Alex Jones lantas menyebar teori konspirasi bahwa kasus penembakan itu adalah adegan yang dibuat pemerintah untuk menyita senjata api dari masyarakat. Jones berkata tidak ada yang meninggal di peristiwa tersebut, dan orang tua korban adalah "crisis actor", bahkan berkata beberapa dari orang tua korban sebenarnya tidak eksis.
Alex Jones telah mengakui kesalahannya dan serangan tersebut "100 persen nyata".
Setelah putusan dibacakan, Alex Jones meminta pengikutnya untuk membuat donasi urgent. Namun, ia berkata donasinya bukan untuk membayar ganti rugi, melainkan untuk perusahaannya.
Tak jelas bagaimana Jones akan membayar ganti rugi tersebut. Ia telah mengajukan perlindungan kebangkrutan di Texas. Ekonom forensik memberikan testimoni bahwa Jones dan perusahaannya memiliki nilai sekitar US$ 270 juta. Jones menolak angka tersebut.
"Uangnya tidak akan mengalir ke orang-orang ini," ujar Jones. "(Uangnya) akan digunakan untuk melawan tipu-tipu ini dan untuk menstabilisasi perusahaan."
Pengacara Alex Jones berkata pihaknya akan mengajukan banding. Pada September 2022, Alex Jones sempat menangis di pengadilan dan berkata telah meminta maaf.
"Saya sudah bilang saya minta maaf ratusan kali, dan saya sudah selesai berkata saya minta maaf," ujarnya.
Pengacara pihak penuntut berkata Alex Jones menginjak-injak duka keluarga korban penembakan.
"Ketika setiap keluarga ini sedang tenggelam dalam duka, Alex Jones menginjakkan kakinya di atas mereka," ujar pengacara Chris Mattei.
Waspada Hoaks Jelang Pemilu 2024
Beralih ke dalam negeri, penyebaran hoaks, teori konspirasi, dan misinformasi dikhawatirkan semakin gencar menjelang tahun politik 2024. Bawaslu pun mengambil langkah antisipasi.Â
Anggota Bawaslu Herwyn J.H. Malonda menjelaskan lebih dari 50 persen hoaks pada Januari 2018 - Februari 2019 di Indonesia bertema politik. Hal ini terjadi karena pada tahun 2019 merupakan tahun pemilu.
Untuk menanganinya Bawaslu bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk menangani konten di media sosial dan juga meningkatkan literasi digital di masyarakat.
"Bagi kami pemberitaan atau informasi yang salah berulang- berulang, tetapi tidak di-'counter'Â dengan berita yang benar maka akan dianggap sebagai berita yang benar," ujar Herwyn dilansir laman Bawaslu.
"Kami juga bekerja sama dengan platform media sosial. Jika ada akun media sosial yang menyebarkan ujaran kebencian, berita bohong atau hoaks maka kita meminta kepada operator untuk mentakedown (menurunkan) akun medsos tersebut. Meskipun saat ini memiliki kesulitan terkait dengan kebebasan berpendapat," katanya menambahkan.
Selain itu Bawaslu membentuk satuan tugas pengawas media sosial. Serta mengajak publik untuk memdeklarasikan terkait melawan ujaran kebencian dan hoaks di masyarakat terutama dalam penggunaan media digital.
Advertisement
KPU Jabar
Pemilu anggota dewan perwakilan serta presiden dan wakil presiden bakal digelar pada 14 Februari 2024, sedangkan pilkada serentak dihelat pada 27 November 2024.Â
Sebuah hajatan politik akbar. Selain diselenggarakan pada tahun yang sama, juga bakal melibatkan lebih dari 200 juta pemilih dan puluhan ribu petugas. Belum lagi jumlah petugas keamanan yang harus diterjunkan guna menjamin hajatan politik 5 tahunan itu berlangsung aman dan lancar.
Oleh karena itu ada banyak tantangan yang akan dihadapi oleh penyelenggara pemilu. Salah satunya adalah hoaks atau berita palsu atau hoaks yang kerap membuat gaduh jagat digital.
Dikutip dari Antara, saat ini hoaks telah menjadi bagian dari politik. Wabah hoaks ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga melanda berbagai negara ketika mereka menggelar pemilu.
Pola yang tercipta pun cenderung sama, yaitu menggunakan hoaks yang secara sengaja untuk memprovokasi massa seperti yang terjadi pada Pemilu 2014. Kemudian pada Pilkada DKI Jakarta 2017 dan Pemilu 2019, sisi kelam hoaks memproduksi stigmatisasi cebong dan kampret untuk masing-masing kubu pendukung peserta pilkada dan pilpres.
Yang dirugikan dengan adanya hoaks saat pelaksanaan pemilu, juga pada kegiatan lain, adalah rakyat. Pada tahun politik, seharusnya rakyat memanfaatkan untuk mengetahui ide dan program yang ditawarkan oleh kontestan pemilu.
Namun yang sering didapati di jagat maya, pemilih harus teliti dan jeli menyimak informasi yang diproduksi dari beragam platform media sosial dengan modus dan kepentingan yang tidak selalu sesuai dengan ide dan program peserta pemilu. Informasi hoaks berseliweran sama banyaknya dengan berita yang diproduksi mengguakan standar jurnalisme.
Antisipasi Sebaran Hoaks
Tak ingin warganya menjadi korban hoaks saat pelaksanaan Pemilu 2024, Komisi Pemilihan Umum atau KPU Jawa Barat melakukan sejumlah upaya untuk menangkal hoaks.
Terlebih, setiap pilpres dan pemilu legislatif, jumlah pemilih tetap atau DPT Provinsi Jawa Barat merupakan terbanyak se-Indonesia, 32,7 juta pemilih pada Pemilu 2014 dan 33,2 juta pemilih di Pemilu 2019.
Salah satu upaya yang dilakukan oleh KPU Jawa Barat ialah dengan menggandeng Jabar Saber Hoaks (JHS).
JHS merupakan unit kerja di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang bekerja guna menangkal hoaks atau informasi bohong. Unit ini melakukan kerja sama dengan KPU setempat untuk memberantas penyebaran berita hoaks yang dapat memecah belah masyarakat.
Ketua JHS, Alfianto Yustinova, menuturkan penyebaran hoaks terjadi sesuai dengan situasi dan kondisi di daerah.
Kolaborasi yang dilakukan oleh JSH dengan penyelenggara pemilu dapat meminimalisasi penyebaran berita hoaks di Jawa Barat.
Pemilu yang selalu dibarengi dengan kontestasi berpotensi memicu penyebaran hoaks apalagi tahun depan sudah memasuki tahun politik.
Penyebaran hoaks dapat menyasar tiga elemen penting dalam pemilu, yaitu pemilih, penyelenggara pemilu, dan penegak hukum.
Oleh karena itu, Jabar Siber Hoaks akan hadir dan berperan serta memerangi penyebaran kabar bohong seputar kepemiluan.
Pihaknya juga berharap kolaborasi tersebut dapat menangkal penyebaran berita hoaks yang dapat memecah belah masyarakat.
Upaya terbaru yang dilakukan JSH untuk menangkal hoaks, yakni dengan meningkatkan literasi digital di tengah masyarakat. Penandatanganan komitmen bersama dengan Dinas Komunikasi dan Informatika kabupaten/kota dan provinsi melalui pembentukan Unit Saber Hoaks di kabupaten dan kota se-Jabar sudah dilakukan pada Juli 2022.
Advertisement