Sukses

Pengakuan Anggota Navy SEAL yang Tembak Kepala Osama Bin Laden

Untuk kali pertamanya, anggota Navy SEAL penembak Osama Bin Laden angkat bicara.

Minggu 1 Mei 2011 lalu di ruang kontrol Gedung Putih, para petinggi Amerika Serikat menatap layar yang menayangkan secara langsung detik-detik penyergapan Osama Bin Laden di rumah persembunyiannya di Abbottabad, Pakistan.

Presiden Barack Obama, berjaket hitam, duduk di pojok. Namun yang paling mengundang tanya adalah reaksi Hillary Clinton yang saat itu menjabat sebagai Menteri Luar Negeri. Dalam foto yang dirilis Gedung Putih, ia terlihat menutup mulut dengan tangan, matanya membelalak. Syok.

Kala itu, Hillary mengaku menutup mulut untuk mencegah batuk tersembur dari mulutnya. Alergi musim semi, katanya. Namun pengakuan anggota pasukan elit Navy SEAL yang menembak kepala Osama Bin Laden, bisa jadi menguak tabir "horor" di wajah Bu Menteri. Untuk kali pertamanya ia buka suara.

Sebut saja dia "The Shooter" --  atau si penembak. Nama aslinya tak diungkap demi keselamatan keluarganya. Pria itu adalah anggota Tim 6.

Dalam wawancara dengan Majalah Esquire untuk edisi Maret 2013, The Shooter mendeskripsikan secara rinci ketegangan dan apa sebenarnya yang terjadi dalam dua menit krusial, dalam penyerbuan Bin Laden, yang mengubah sejarah.

Osama Ditembak Tiga Kali

Dia mengatakan, awalnya, seorang perempuan, anggota CIA memberitahukan, "Osama 100 persen berada di lantai tiga rumah persembunyiannya".

Saat berhadapan dengan targetnya, pria itu mengaku kaget dengan penampakannya. Bin Laden terlihat lebih tinggi dari yang disangka -- paling tinggi di antara pengikutnya, berbadan kurus, janggut pendek, dan kepala pelontos.

Osama berlindung di balik istrinya, Amal -- yang diduga menjadi tameng hidupnya. The Shooter dan timnya bisa melihat jelas apa yang terjadi melalui kaca mata malam (night vision), namun Bin Laden hanya bisa mengandalkan pendengarannya.

"Ia berjalan ke depan. Aku tak tahu apakah istrinya itu memakai rompi peledak. Osama juga bisa saja meraih senjata di dekatnya, dari manapun di kamar itu. Dia adalah ancaman. Jadi aku harus menembak kepalanya sehingga mereka tak punya kesempatan untuk meledakkan diri," kata dia, seperti dimuat Daily Mail (11/2/2013).

"Detik itu juga, aku menembaknya, dua kali di dahi. Bap! Bap! Tembakan yang kedua melumpuhkannya, ia lalu jatuh ke lantai, di depan tempat tidurnya. Lalu, aku menembaknya lagi, Bap! Di tempat yang sama."

The Shooter mengaku menggunakan senjata  EOTech red-dot holo sight. "Osama tewas. Ia sama sekali tak bergerak. Lidahnya terjulur ke luar."

Ia menyaksikan dengan mata kepala sendiri, Osama menghembuskan nafas terakhirnya. "Aku masih ingat, ia menghela nafas terakhirnya. Saat itu aku berpikir, apakah ini hal terbaik yang aku lakukan, atau sebaliknya, yang terburuk."

Osama tewas mengenaskan, dengan dahi pecah membentuk huruf "V", organ dalam kepalanya merembes keluar. "Sesuatu yang orang AS tak ingin mengetahuinya."

Ayah dua anak itu menceritakan, istri Osama, Amal sontak menjerit melihat suaminya ditembak. Setelah mengikat perempuan itu ke tempat tidur, ia baru sadar, putra termuda Osama, berusia dua atau tiga tahun kala itu, juga menyaksikan adegan mengerikan tersebut.

"Dia berdiri di sisi lain tempat tidur. Aku tak ingin menyakitinya, aku tak seliar itu. Ditingkahi suara jeritan, anak itu hanya menangis, syok." Bocah itu lalu ditempatkan dekat ibunya.

Pernikahan Hancur

Penyerbuan di lantai tiga rumah Osama hanya berlangsung singkat, 15 detik. Namun dampaknya luar biasa bagi The Shooter.

Ia kembali dari misi dengan kondisi bangga, sekaligus gundah. The Shooter juga mengungkap bagaimana tugasnya saat itu ikut andil dalam kehancuran rumah tangganya. Ia juga mengklaim Pemerintah
AS mengabaikan para veteran militernya.

Pasca penyerbuan Osama, pernikahan The Shooter dan istrinya berakhir, meski mereka terpaksa tetap hidup bersama untuk menghemat uang.

Dia mengaku Pemerintah AS tak memberinya apa-apa. Tak ada pensiun, tidak ada perawatan kesehatan, tidak ada perlindungan bagi keluarganya.

Ia pun mengajarkan pada keluarganya apa yang harus dilakukan jika rumah mereka menjadi target serangan balasan pendukung Osama.

Dia mengajarkan anak-anak bersembunyi di bak mandi, karena itu adalah tempat paling aman. Ia juga mengajari istrinya -- sekarang mantan -- untuk menggunakan senapan dan pisau cadangan yang disimpan di lemari.

Mereka juga menyiapkan ransel darurat berisi pakaian, makanan, dan kebutuhan lain yang cukup untuk bersembunyi selama dua minggu.

Jurnalis,  Phil Bronstein, pemimpin eksekutif Center for Investigative Reporting, yang menghabiskan waktu setahun bersama The Shooter berhasil mendapat kepercayaannya dan menyusun kisahnya dalam artikel yang terdiri dari 15.000 kata di Esquire.

CIA Diinvestigasi

Kisah penggerebekan Osama sudah diangkat dalam film "Zero Dark Thirty" yang disutradarai Kathryn Bigelow dan skenario ditulis Mark Boal, yang jadi kontroversi karena menggambarkan adegan penyiksaan dalam misi penyerbuan Osama.

Senat baru-baru ini telah menggelar sebuah investigasi untuk menentukan apakah CIA memberikan akses pada pembuat film soal informasi rahasia. Atau, apakah oknum CIA memberi informasi palsu untuk meyakinkan mereka bahwa teknik interogasi keras efektif dalam menghasilkan informasi yang mengarah ke Bin Laden.

Sementara, hingga kini foto jasad Osama tak dirilis. Sebab, Presiden Barack Obama mengatakan, jika diungkap, foto itu bisa memicu kekerasan terhadap warga AS.

Pemerintah Obama hanya mengatakan, jasad Bin Laden diangkut kapal induk USS Carl Vinson menuju laut lepas untuk dilarung, tata caranya sesuai dengan tradisi Islam. Osama tak sempat dimintai keterangan.(Ein)