Liputan6.com, Moskow - Rusia telah memberi tahu Amerika Serikat bahwa latihan nuklir tahunannya telah dimulai, dan akan mencakup peluncuran rudal berkemampuan nuklir mulai Rabu 26 Oktober 2022, menurut dua pejabat AS.
Latihan tahunan ini digambarkan oleh para pejabat AS sebagai agenda "rutin", yang semakin memperjelas retorika Rusia soal peningkatan penggunaan senjata nuklir di Ukraina, dikutip dari cbsnews.com, Rabu (26/10/2022).
Baca Juga
Latihan nuklir bernama "Grom" atau bermakna Guntur ini, melibatkan manuver skala besar kekuatan nuklir strategis, termasuk peluncuran rudal langsung, kata seorang pejabat senior militer awal bulan ini.
Advertisement
"Rusia mematuhi kewajiban pengendalian senjata dan komitmen transparansinya dengan membuat pemberitahuan itu,” kata sekretaris pers Pentagon Brig.
Jenderal Patrick Ryder mengatakan kepada wartawan bahwa AS telah diberitahu tentang latihan tahunan tersebut.
Latihan Rusia itu bertepatan dengan latihan nuklir NATO bernama "Steadfast Noon."
Latihan NATO tahun ini diselenggarakan oleh Belgia, berlangsung dari 17 Oktober hingga 30 Oktober 2022 dan melibatkan 14 negara.
Mesin pembawa bom jarak jauh B-52 AS ikut dalam latihan itu, terbang dari Pangkalan Udara Minot di Dakota Utara. Latihan ini juga mencakup jet tempur generasi keempat dan kelima, tetapi tidak ada senjata langsung yang akan digunakan.
Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg mengatakan kepada wartawan awal bulan ini bahwa latihan NATO dimaksudkan untuk memastikan kemampuan pencegahan nuklir NATO "tetap aman, terjamin dan efektif."
Stoltenberg mengatakan, NATO akan "memantau" latihan Rusia dan "akan tetap waspada paling tidak mengingat ancaman nuklir terselubung dan retorika nuklir berbahaya yang telah kita lihat dari pihak Rusia."
Terakhir kali Rusia mengadakan latihan nuklir pada Februari 2022, tepat sebelum invasinya ke Ukraina.
AS Tolak Klaim Rusia yang Tuduh Ukraina Sebarkan Radioaktif
Amerika Serikat mengatakan pihaknya menolak klaim bahwa Ukraina bersiap meledakkan sebuah bom kotor.
Rusia berkukuh atas tuduhannya bahwa Ukraina mungkin tengah bersiap meledakkan apa yang disebut sebagai bom kotor, yang menyebarkan bahan radioaktif, meskipun Ukraina, AS, Inggris dan Prancis telah membantah klaim tersebut.
Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price pada Senin (24/10) mengatakan AS “khawatir tuduhan palsu ini dapat digunakan sebagai dalih Rusia untuk eskalasi lebih lanjut. Dan kami telah dengan jelas mengutarakan kekhawatiran tersebut.”
Lebih lanjut, militer Rusia mengatakan pihaknya telah menyiapkan pasukan untuk menghadapi kemungkinan penggunaan bom kotor oleh Ukraina dalam sebuah serangan yang nantinya akan mengambinghitamkan Rusia. Klaim itu juga telah ditolak keras oleh AS dan sekutunya, dikutip dari laman VOA Indonesia, Rabu (26/10/2022).
Ukraina telah menolak klaim Moskow sebagai upaya untuk mengalihkan perhatian dari rencana Rusia sendiri untuk meledakkan bom kotor. Sekutu-sekutu Ukraina juga menolak klaim Rusia yang dianggap “terang-terangan keliru.”
Advertisement
AS: Iran Ikut Bantu Rusia Kirim Serangan ke Ukraina
Gedung Putih telah menuduh Iran terlibat langsung di Krimea yang diduduki Rusia, dengan membantu melatih pasukan negara itu menggunakan drone buatan Iran yang telah digunakan dalam serangan di Ukraina.
Dilansir Al Jazeera, Jumat (21/10/2022), Juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS John Kirby mengatakan pada hari Kamis bahwa “sejumlah kecil” personel Iran beroperasi di wilayah Ukraina yang dianeksasi oleh Rusia pada tahun 2014.
“Teheran sekarang terlibat langsung di lapangan dan melalui penyediaan senjata yang berdampak pada warga sipil dan infrastruktur sipil di Ukraina,” kata Kirby.
“Amerika Serikat akan melakukan segala cara untuk mengungkap, menghalangi, dan menghadapi penyediaan amunisi ini oleh Iran terhadap rakyat Ukraina.”
Sementara itu, Teheran telah membantah memasok Moskow dengan drone atau membantu meluncurkannya.
Rusia telah melakukan serangan pesawat tak berawak mematikan di seluruh Ukraina, tetapi Kremlin telah menolak laporan bahwa mereka menggunakan senjata Iran.
Berbicara setelah pertemuan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada hari Rabu, Wakil Duta Besar Rusia untuk PBB Dmitry Polyanskiy bersikeras bahwa senjata itu dibuat di Rusia dan mengutuk "tuduhan tak berdasar dan teori konspirasi".
Kirby mengatakan pada hari Kamis, bagaimanapun, bahwa sistem pesawat tak berawak Iran “mengalami kegagalan dan tidak berkinerja sesuai standar yang tampaknya diharapkan pelanggan”, yang mendorong intervensi di lapangan.
AS Tetap Tegas Soal Sanksi
Kirby menambahkan bahwa Washington akan “terus dengan penuh semangat menegakkan semua sanksi AS terhadap perdagangan senjata Rusia dan Iran”.
Inggris dan Uni Eropa mengumumkan sanksi mereka sendiri terhadap Iran pada hari sebelumnya atas aksi drone.
Tuduhan drone terhadap Iran datang ketika AS dan sekutunya terus menjatuhkan sanksi terhadap berbagai pejabat Iran dan lembaga negara atas tindakan keras terhadap pengunjuk rasa anti-pemerintah di negara itu.
Advertisement