Liputan6.com, Seoul - Pihak berwenang Korea Selatan meluncurkan penyelidikan atas temuan jasad membusuk dari seorang pembelot Korea Utara yang ditemukan di ibu kota Seoul Rabu 26 Oktober 2022 lalu.
"Pembelot itu adalah seorang wanita berusia 40-an yang melarikan diri ke Korea Selatan pada tahun 2002," menurut polisi dan Kementerian Unifikasi Korea Selatan seperti dikutip dari CNN, Kamis (27/10/2022).
Baca Juga
5 Kontroversi Lagu APT Rose Blackpink dan Bruno Mars, Bikin Pelajar Korea Waspada hingga Diciptakan Musisi Israel
Diramaikan Brisia Jodie dan BXB, K-Expo 2024 Hadirkan Budaya dan Produk Halal Korea di Jakarta
Harga LISA Fan Meetup di Jakarta Akhirnya Disesuaikan oleh Big Ground dan Sunny Side Up Entertainment
Wanita itu telah melewatkan beberapa pembayaran sewa dan tidak dapat dihubungi, sehingga Seoul Housing & Communities Corporation - sebuah perusahaan perumahan umum - mengirim pekerja untuk mengunjungi apartemennya, di mana mereka menemukan tubuhnya, menurut polisi Seoul.
Advertisement
Tubuhnya sangat membusuk, menjadi "status hampir kerangka," kata polisi. Berdasarkan pakaian musim dingin yang dia kenakan, polisi menduga dia telah meninggal selama sekitar satu tahun - tetapi rincian yang lebih tepat diharapkan setelah otopsi.
Kementerian Unifikasi tidak menyebutkan namanya tetapi mengatakan pihak berwenang pernah memujinya sebagai contoh kisah sukses bermukim kembali.
Dari 2011 hingga 2017, wanita itu bekerja sebagai penasihat di Yayasan Korea Hana yang dikelola kementerian, membantu para pembelot lainnya bermukim di Selatan, kata kementerian itu.
Pihak berwenang Korea Selatan secara rutin memantau pembelot Korea Utara dan memberikan pemeriksaan kesejahteraan selama proses pemukiman kembali mereka - tetapi pada tahun 2019 wanita itu meminta polisi untuk tidak memperpanjang layanan perlindungan mereka, menurut polisi Seoul.
Kementerian Unifikasi juga mengatakan wanita itu tidak ada dalam daftar pengawasan.
Polisi mengatakan mereka telah mengajukan permintaan penyelidikan ke Layanan Forensik Nasional.
Seorang pejabat dari Kementerian Unifikasi mengatakan kasus itu "sangat menyedihkan," menambahkan kementerian akan memeriksa kembali sistem manajemen krisis untuk pembelot Korea Utara, dan bekerja di area yang perlu diperbaiki.
Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan Korea Selatan sebelumnya telah memperingatkan ada "tanda-tanda krisis (kesejahteraan)," yang mendorong otoritas Seoul setempat untuk memulai penyelidikan sendiri.
Ramai Pembelot Korea Utara Sejak Pergantian Abad
Para pembelot mulai memasuki Korea Selatan dalam jumlah yang signifikan sekitar pergantian abad, sebagian besar melarikan diri terlebih dahulu melewati perbatasan panjang Korea Utara dengan China.
Sejak tahun 1998, lebih dari 33.000 orang telah membelot dari Utara ke Korea Selatan, menurut Kementerian Unifikasi, dengan jumlah tahunan memuncak hingga 2.914 pada tahun 2009.
Angka-angka itu telah turun tajam sejak pandemi COVID-19 dimulai, dengan hanya 42 pembelot yang tercatat sepanjang tahun ini – dibandingkan dengan lebih dari 1.000 pada 2019.
Perjalanan melintasi perbatasan sarat dengan risiko, seperti diperdagangkan dalam perdagangan seks China, atau ditangkap dan dikirim kembali ke Korea Utara, di mana para pembelot menghadapi penyiksaan, pemenjaraan, dan kematian.
Tetapi mereka yang berhasil sampai ke Korea Selatan sering menemukan sejumlah tantangan baru, termasuk kejutan budaya, permusuhan dari beberapa orang Korea Selatan, tekanan keuangan dan kesulitan mencari pekerjaan di pasar kerja yang terkenal kompetitif di negara itu.
Pada tahun 2020, 9,4% pembelot di Korea Selatan menganggur – dibandingkan dengan 4% dari populasi umum, menurut Kementerian Unifikasi.
Pada awal Januari, seorang pembelot di Korea Selatan - dilaporkan seorang pekerja konstruksi berusia 30-an - menyeberang kembali ke Korea Utara, hanya setahun setelah ia awalnya melarikan diri dari negara yang terisolasi dan miskin itu. Kepulangannya yang tidak biasa menjadi berita utama internasional, menyoroti betapa menantangnya kehidupan di Korea Selatan bagi warga Korea Utara.
Advertisement
Peristiwa Langka, Warga Korsel Membelot ke Korea Utara
Seorang warga Korea Selatan dilaporkan melintasi perbatasan yang dijaga ketat ke Korea Utara dalam sebuah pembelotan, kata militer Korsel.
Orang tersebut dilaporkan mampu menghindari deteksi selama beberapa jam meskipun ada operasi pencarian oleh pasukan Korea Selatan.
Dikutip dari laman BBC, Senin (3/1/2022), Kepala militer di Seoul mengatakan bahwa mereka tak tahu apakah orang itu masih hidup atau tidak dan ini dianggap sebagai peristiwa langka.
Tetapi, pihaknya telah mengirim pesan ke Korea Utara meminta orang tersebut untuk dilindungi.
Pasalnya, Korea Utara telah menerapkan kebijakan menembak pembelot selama pandemi.
Orang itu terdeteksi di Zona Demiliterisasi (DMZ), yang memisahkan kedua Korea, di sebuah titik di pantai timur sekitar pukul 21:20 waktu setempat (12:20 GMT) pada Sabtu (1/1), kata Kepala Staf Gabungan Korea Selatan (JCS).
Pejabat pertahanan di Seoul telah berjanji untuk merombak sistem pertahanan perbatasan setelah adanya pelanggaran serupa di masa lalu.
Pada September 2020, pasukan Korea Utara menembak dan membakar seorang pejabat Korea Selatan yang hilang di laut. Insiden itu memicu kehebohan.
Apa yang Terjadi Saat Pembelot Korut Sampai di Korea Selatan?
Kim Ji-young tiba di Korea Selatan dari Korea Utara bersama ibu dan tiga sepupunya pada Maret 2013. Sebelum melewati periode penyesuaian yang sulit, pembelotan adalah "seperti mimpi" untuknya.
Dikutip dari BBC, Jumat (12/3/2021), setiap hari keluarga tersebut menghadapi tantangan baru. Pada saat itu, mereka juga tidak mengenal siapa pun.
"Ada banyak berbedaan budaya," katanya, "Kami harus memulai dari awal lagi."
Kim bukanlah satu-satunya pembelot yang berhasil melarikan diri dari kehidupan diktator yang terisolasi di Korea Utara. Untuk yang berhasil, mereka harus mempelajari dasar-dasar kehidupan masyarakat berteknologi tinggi dan demokratis.
Mereka diajari hal-hal kecil seperti cara menggunakan kartu ATM sampai memahami cara kerja perwakilan pemerintah. Saat datang, para pembelot juga harus menjalani masa penyelidikan dan tanya jawab dengan dinas intelijen.
Sokeel Park, direktur negara Kebebasan Korea Selatan di Korea Utara mengatakan bahwa ada proses tiga bulan di sebuah lembaga Hanawon. "Lalu ada tiga bulan di sebuah lembara bernama Hanawon, fasilitas pendidikan pemukiman kembali yang dijalankan oleh pemerintah Korea Selatan."
"Ini adalah sekolah tiga bulan di mana mereka mempelajari berbagai hal tentang masyarakat Korea Selatan," jelasnya, "...cara menggunakan mesin ATM dan infrastruktur transportasi modern Korea Selatan dan cara mendapatkan pekerjaan. Mereka mempelajari berbagai hal tentang kewarganegaraan, demokrasi, dan perbedaan Korea Selatan."
Selain itu, ada juga pusat komunitas yang menyediakan sumber daya bagi pengungsi yang dimukimkan kembali.
Advertisement