Sukses

COVID-19 Kembali di Musim Dingin, Pakar AS: Imunitas Kita Kuat

Penyebaran COVID-19 di musim dingin menjadi PR bagi pemerintahan AS.

Liputan6.com, San Fransisco - Pakar kesehatan di Amerika Serikat berkata COVID-19 akan kembali melonjak di musim dingin. Kondisi menjadi lebih mengkhawatirkan akibat mutasi dari varian omicron. 

Dilaporkan Fox 2 Now, Senin (31/10/2022), pakar menilai berkumpul di dalam ruangan bisa menambah risiko penularan COVID-19. Aktivitas dalam ruangan di musim dingin dikhawatirkan ikut memicu lonjakan kasus, meski sudah ada vaksin.

"Sayangnya, akan ada banyak orang yang bakal terinfeksi," demikian prediksi Dr. Ilan Shapiro, kepala urusan medis di AltaMed, Los Angeles.

"Virus ini sebetulnya mengetahui cara masuk ke dalam kita. Ia mengikuti manusia, artinya mereka tahu bahwa kita akan berkumpul bersama, kita akan berkumpul di ruangan-ruangan dengan ventilasi buruk, dan COVID-19 menyukai itu," jelas Dr. Shapiro.

Meski vaksin tersedia pada musim dingin sebelumnya, lonjakan kasus tetap terjadi karena hadirnya varian omicron yang sangat tertular. Varian itu lantas terus menghasilkan sub-varian. 

Namun, penularan itu membantu menciptakan imunitas bersama (herd immunity), sehingga penularan pada musim dingin 2022 akan berbeda dari sebelumnya. 

Dr. Monica Gandhi, profesor kedokteran dan pakar penyakit menular di University of California, San Francisco (UCSF), menjelaskan bahwa serangan omicon yang bertubi-tubi justru memperkuat imunitas.

"Kita memiliki level imunitas yang luar biasa tinggi tahun ini yang sangat berbeda dari dari tahun lalu ketika BA.1 menyerang yang merupakan varian pertama omicron," ujar Gandhi.

Ia menjelaskan imunitas dari vaksin ditambah dengan imunitas dari sembuh usai terinfeksi (imunitas hybrid) bisa memberikan proteksi yang lebih kuat ketimbang imunitas dari vaksin saja atau penularan saja.

"Jadi saya pikir ini akan sangat berbeda pada musim dingin 2022 daripada musim dingin 2021," jelasnya.

2 dari 4 halaman

RI Sumbang Angka Kematian Akibat COVID-19 Terbanyak di Asia Tenggara Pekan Lalu

Sebelumnya dilaporkan, Indonesia menyumbang kasus baru dan kematian akibat COVID-19 terbanyak di Asia Tenggara pada periode 17-23 Oktober 2022.

Hal ini tercantum dalam COVID-19 Weekly Epidemiological Update Edition 115 yang dipublikasikan pada 26 Oktober 2022 oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Khusus di Wilayah Asia Tenggara, kasus baru yang dilaporkan kurang dari 35.000 atau turun 4 persen dibandingkan minggu sebelumnya.

Tiga dari 10 negara (30 persen) di wilayah yang datanya tersedia menunjukkan peningkatan jumlah kasus baru 20 persen atau lebih besar. Ketiga negara itu adalah:

- Bhutan melaporkan 83 kasus baru padahal sebelumnya 48 kasus. Artinya bertambah 73 persen

- Sri Lanka bertambah 73 kasus baru dan minggu sebelumnya 52 kasus atau bertambah 40 persen

- Maladewa melaporkan 86 kasus baru padahal minggu sebelumnya 69 kasus atau bertambah 25 persen

Sementara, penambahan kasus baru tertinggi di Asia Tenggara berasal dari negara-negara berikut:

- Indonesia melaporkan 14.093 kasus baru atau 5,2 kasus baru per 100.000 penduduk artinya bertambah 18 persen dibanding minggu sebelumnya

- India melaporkan 13.914 kasus baru atau 1,0 kasus baru per 100.000 penduduk. Artinya, berkurang 17 persen

- Thailand melaporkan 2.616 kasus baru atau 3,7 kasus baru per 100.000 penduduk artinya bertambah 17 persen.

Wilayah Asia Tenggara melaporkan lebih dari 200 kematian. Ini menunjukkan ada penurunan sebanyak 13 persen dibandingkan dengan minggu sebelumnya.

Jumlah kematian baru tertinggi dilaporkan dari:

- Indonesia 116 kematian baru atau kurang dari 1 kematian baru per 100.000 penduduk. Artinya bertambah 7 persen dibanding minggu sebelumnya

- India melaporkan 66 kasus meninggal baru atau kurang dari 1 kematian baru per 100.000 penduduk, menurun 31 dibanding minggu sebelumnya

- Thailand 40 kasus kematian baru atau kurang dari 1 kematian baru per 100.000 penduduk, turun 25 persen dibanding minggu sebelumnya.

3 dari 4 halaman

Varian XBB

Berdasarkan keterangan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, subvarian Omicron baru yakni XBB telah terdeteksi di Indonesia. Sejauh ini, setidaknya sudah terdapat empat orang Indonesia yang terdeteksi terpapar oleh subvarian Omicron tersebut.

Kabar terkait varian XBB mulanya dikonfirmasi oleh Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin. Kala itu, pria yang akrab disapa BGS menyebutkan bahwa varian XBB telah masuk dalam fase pemantauan oleh pihak Kemenkes RI. 

Juru Bicara Kemenkes RI, dr Mohammad Syahril mengungkapkan bahwa keempat pasien XBB di Tanah Air mengalami gejala ringan. Gejala yang dimaksud berupa batuk dan pilek, serta mereka pun melakukan isolasi mandiri.

"Pasien semuanya bergejala ringan seperti batuk dan pilek. Tapi semua pasien sudah sembuh dan mereka hanya melakukan isolasi mandiri, tidak dirawat di rumah sakit," kata Syahril dalam konferensi pers, Rabu, 26 Oktober 2022.

Syahril menjelaskan, varian XBB telah dilaporkan oleh 26 negara. Negara tetangga yang sebelumnya melaporkan lonjakan kasus akibat varian XBB adalah Singapura.

"Perkembangan varian Omicron XBB di Indonesia, sudah ada 26 negara yang melaporkan XBB ini, terutama negara tetangga kita Singapura. Di Indonesia hingga Selasa 25 Oktober kemarin, tercatat penambahan 3 kasus XBB Indonesia," kata Syahril.

Dengan adanya tambahan kasus itu, maka jumlah pasien dengan varian XBB di Tanah Air genap menjadi 4 orang. Keempat pasien berasal dari dua provinsi, satu dari Surabaya, dan tiga lainnya berasal dari DKI Jakarta.

"Sudah dilakukan penyelidikan epidemiologi ke kontak erat pasien tersebut dan sudah dilakukan pemeriksaan testing dan semuanya negatif," ujar Syahril.

4 dari 4 halaman

Lokal dan Luar Negeri

Syahril mengungkapkan bahwa dua dari empat pasien XBB merupakan Pelaku Perjalanan Luar Negeri (PPLN) yang datang dari Singapura, sedangkan dua lainnya transmisi lokal. Keempat pasien XBB yang tercatat berjenis kelamin perempuan.

"Transmisinya yang Jakarta, dua non PPLN, satu PPLN diduga dari Singapura, Surabaya juga dari Singapura," ujar Syahril.

Lebih lanjut Syahril menjelaskan, varian XBB yang baru muncul dikatakan memang lebih cepat menular lagi daripada varian sebelumnya. Namun, tingkat fatalitasnya tidak lebih parah dari varian sebelumnya pula.

"Subvarian XBB ini memang dia cepat menular, seperti halnya sub-Omicron yang lalu. Cuma hanya tingkat fatalitas maupun angka kesakitan rumah sakit tidak terlalu tinggi," kata Syahril.

Menurut Syahril, virus SARS-CoV-2 memiliki tipikal dimana sering melakukan mutasi yang tingkat penyebarannya lebih cepat. Gejala yang muncul pada varian-varian baru pun hampir sama dengan varian yang sebelumnya telah ada.

"Sama gejalanya batuk, pilek, demam, badan lemah, dan seterusnya. Tapi tidak separah (yang sebelumnya), kemungkinan kenapa tidak parah itu salah satunya memang karena sifat atau spesifikasi virus itu dan adanya antibodi vaksin yang ada di dalam tubuh," ujar Syahril.