DW - Mundurnya Rusia dari kesepakatan yang dimediasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mengekspor bahan baku pangan dan biji-bijian dari Laut Hitam pada akhir pekan diperkirakan akan memukul pengiriman ke negara-negara yang bergantung pada impor pangan.
Dilansir DW Indonesia, Senin (31/10/2022), kemunduran ini juga kemungkinan akan memperdalam krisis pangan global dan memicu kenaikan harga sejumlah bahan pangan dan minyak nabati.
Baca Juga
Ukraina mengatakan Rusia telah membuat-buat alasan untuk menarik diri dari kesepakatan itu dan Washington mengatakan negara itu mempergunakan makanan sebagai senjata.
Advertisement
Ratusan ribu ton gandum yang dipesan untuk pengiriman ke Afrika dan Timur Tengah terancam tidak bisa dikirim setelah penarikan Rusia. Ekspor jagung Ukraina ke Eropa juga diperkirakan akan terpukul, ujar pedagang komoditas yang berbasis di Singapura.
Pada Sabtu (29/10) Rusia menangguhkan partisipasinya dalam "jangka waktu tidak terbatas" dari kesepakatan ekspor bahan pangan yang ditengahi oleh PBB. Penarikan ini dilakukan menyusul apa yang mereka klaim sebagai: serangan besar-besaran pesawat tanpa awak Ukraina terhadap armada Laut Hitam di Krimea.
Di bawah kesepakatan tersebut, Pusat Koordinasi Gabungan (JCC) yang terdiri dari pejabat PBB, utusan Turki, Rusia dan Ukraina menyetujui pergerakan kapal yang membawa bahan pangan antara lain gandum dan jagung.
Lebih dari 9,5 juta ton jagung, gandum, produk bunga matahari, barley, rapeseed dan kedelai telah diekspor dari Laut Hitam sejak Juli di bawah kesepakatan ini.
Dampak Mundurnya Rusia
Keputusan Rusia ini diperkirakan akan melonjakkan harga minyak nabati dunia karena telah mengancam ekspor minyak bunga matahari Ukraina ke negara-negara tujuan utama, termasuk importir minyak nabati utama India. Pada hari Senin, harga minyak sawit berjangka Malaysia melonjak lebih dari 4%.
Akibat penarikan diri Rusia, harga gandum di pasar berjangka Chicago pada hari Senin (31/10) melonjak lebih dari 5% dan jagung naik lebih dari 2% karena kekhawatiran kurangnya pasokan.
Awal tahun ini, harga gandum di tingkat global telah melonjak ke level tertinggi sepanjang masa dan jagung mencapai level tertinggi 10 tahun akibat invasi Rusia ke Ukraina dan gangguan pasokan COVID-19.
Hingga hari Minggu (30/10) tidak terlihat kapal yang bergerak melalui koridor kemanusiaan maritim yang ditetapkan. Perserikatan Bangsa-Bangsa, Turki dan Ukraina masih terus berusaha mengimplementasikan kesepakatan Laut Hitam dan menyetujui rencana transit untuk hari Senin bagi 16 kapal.
Advertisement
Suplai ke Asia Terancam
Pembeli dari Asia juga banyak yang telah memesan kargo gandum Ukraina termasuk Indonesia, importir gandum terbesar kedua di dunia. Australia sebagai pemasok gandum utama ke Asia diperkirakan tidak akan dapat mengisi kesenjangan pasokan, kata para pedagang.
Dalam kesepakatan baru-baru ini, sebuah pabrik penggilingan di Indonesia membeli empat kargo atau sekitar 200.000 ton gandum Ukraina untuk pengiriman November dalam kesepakatan yang ditandatangani selama beberapa minggu terakhir, kata para pedagang. Sejumlah pabrik pakan ternak di Vietnam yang membeli gandum Ukraina juga kemungkinan akan menderita kerugian.
Pekan lalu, sebuah lembaga pemerintah di Pakistan membeli sekitar 385.000 ton gandum dalam tender yang kemungkinan akan bersumber dari Rusia dan Ukraina.
Dampak Melebar
"Kami tidak yakin apakah Rusia akan terus mengekspor gandum atau akan aman bagi kapal yang membawa gandum Rusia untuk dikirim dari Laut Hitam meskipun ekspor Ukraina tetap diblokir," kata seorang pedagang di sebuah perusahaan internasional yang berbasis di Singapura.
Sementara ekspor jagung dari Ukraina ke Eropa yang dipesan untuk November diperkirakan juga ikut terpukul.
"Yang menjadi keprihatinan Eropa, jagung adalah masalah yang lebih besar daripada gandum karena kita memasuki musim puncak untuk jagung Ukraina pada bulan November," kata pedagang tersebut.
Advertisement