Sukses

Israel Bersiap Gelar Pemilu Kelima dalam 4 Tahun

Israel akan menggelar pemilu nasional kelima dalam waktu kurang dari empat tahun.

Liputan6.com, Tel Aviv - Israel akan menggelar pemilu nasional kelima dalam waktu kurang dari empat tahun, dan pemilihan tersebut kembali diadakan sebagai referendum tentang kelayakan mantan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk memerintah.

Netanyahu terus berkampanye sementara dirinya sedang diadili atas tuduhan korupsi.

Sebagai pemimpin oposisi Israel, ia menggambarkan dirinya sebagai korban perburuan politik dan berjanji untuk mereformasi sistem hukum yang ia anggap sangat bias terhadapnya.

Sementara lawan utamanya, Perdana Menteri sementara Yair Lapid, menampilkan dirinya sebagai sosok yang penuh kesopanan dan suara pemersatu bangsa, dikutip dari VOA Indonesia, Rabu (2/11/2022).

Dalam sistem politik Israel yang terpecah-belah, baik Netanyahu maupun Lapid kemungkinan diprediksi tidak akan memenangkan mayoritas langsung di Knesset atau parlemen yang memiliki 120 kursi.

Hal tersebut berarti masing-masing kandidat harus beralih ke sekutu yang lebih kecil dengan harapan mengamankan 61 kursi yang dibutuhkan untuk membentuk pemerintahan baru. Jajak pendapat mengatakan, persaingan terlalu ketat untuk ditebak.

"Apakah Netanyahu kembali berkuasa? Ini adalah pertanyaan yang dipikirkan orang Israel hari ini, namun saya pikir pemilu ini bukan hanya tentang Netanyahu" kata Dr. Gayil Talshir, dosen senior ilmu politik di Universitas Hebrew.

Seorang kandidat yang pamornya melonjak dalam jajak pendapat menjelang pemilihan parlemen November adalah anggota parlemen ekstremis Israel, Itamar Ben-Gvir yang pernah tersingkir dari kancah politik Israel.

Ben-Gvir, 46, menyebut rekan-rekan Arabnya sebagai "teroris." Dia ingin mendeportasi lawan politiknya, dan pada masa mudanya ia berpandangan sangat ekstrem sehingga dilarang mengikuti wajib militer.

2 dari 4 halaman

Update Terbaru Israel-Palestina

Menteri Luar Negeri Palestina Riyad al-Maliki pada Senin (30/10) menyerukan untuk menghentikan program nuklir Israel untuk membangun zona bebas senjata nuklir.

Al-Maliki mengajukan banding sebagai tanggapan atas adopsi Komite Pertama Majelis Umum PBB dari resolusi yang diajukan oleh Mesir.

Dimana isinya mendesak Israel untuk menyingkirkan senjata nuklirnya, dikutip dari Xinhua, Selasa (1/11/2022).

Menyambut adopsi resolusi tersebut, menteri luar negeri Palestina mengatakan, "Israel berkewajiban untuk mengatur programnya untuk dipantau oleh Badan Energi Atom Internasional (IAEA) karena merupakan satu-satunya pihak di Timur Tengah yang memiliki senjata pemusnah massal, terutama senjata nuklir."

Sangat penting bahwa Israel harus mematuhi aturan hukum internasional yang relevan, katanya.

Media Israel melaporkan pada Senin bahwa Komite Pertama Majelis Umum PBB memutuskan melalui pemungutan suara 152-5 bahwa Israel harus mengakhiri senjata nuklirnya.

Resolusi yang diajukan oleh Mesir dan didukung oleh Yordania, Maroko, Otoritas Palestina dan Bahrain, juga meminta Israel untuk menempatkan fasilitas nuklirnya di bawah pengawasan IAEA.

Komite Pertama Majelis Umum PBB adalah salah satu dari enam komite utama PBB yang menangani masalah perlucutan senjata nuklir global.

Dalam langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya, komite tersebut meminta Israel untuk menyetujui Perjanjian Proliferasi Nuklir tanpa penundaan, untuk tidak mengembangkan, memproduksi, menguji, atau memperoleh senjata nuklir, dan untuk berhenti memperoleh senjata nuklir.

3 dari 4 halaman

PM Palestina Tegaskan Israel untuk Tunduk pada Hukum Internasional

Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh mengatakan dengan tegas bahwa Israel harus tunduk terhadap hukum internasional. 

"Israel seharusnya tidak berada di atas hukum internasional. Israel harus berada di bawah hukum internasional. Israel harus menghormati resolusi PBB," katanya dengan tegas dalam jumpa pers di Hotel Borobudur, Selasa (25/10/2022). 

Ia mengatakan bahwa kependudukan Israel di Palestina selama ini justru meraup keuntungan. 

"Komunitas internasional harus membantu kami membuat pendudukan Israel menjadi mahal bagi Israel. Jika pendudukan Israel tidak mahal bagi Israel, Israel tidak akan pernah berubah dalam pendudukannya," ujarnya. 

Shtayyeh pun meminta agar masyarakat internasional turut melindungi hak asasi manusia dan melindungi hukum internasional.

Lebih lanjut soal konflik antara Indonesia dengan Israel, Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh justru menegaskan bahwa Indonesia bukanlah sekadar mediator. 

"Yang kita butuhkan dari Indonesia bukanlah menjadi penengah. Dan Indonesia tidak akan menjadi penengah dan dalam hal ini berada di pihak Palestina," tegas PM Shtayyeh.

Shtayyeh pun menambahkan bahwa masalahnya bukan tentang mediasi, melainkan tentang niat.

"Israel memiliki semua niat untuk tidak mengakhiri pendudukan," katanya dengan lantang. 

Kendati demikian, ia terus yakin bahwa Indonesia akan tetap berpegang pada prinsip untuk membela hak-hak masyarakat Palestina. 

"Ini adalah apa yang kami dengar dari Presiden, dan saya berterima kasih padanya untuk itu," ujar PM Shtayyeh menambahkan. 

4 dari 4 halaman

Berharap Disampaikan di Forum G20

Perdana Menteri Palestina Mohammad Ibrahim Shtayyeh berharap, Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyampaikan pesan dukungan ke Palestina di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali pada November mendatang.

Shtayyeh mengapresiasi dukungan Indonesia terhadap kemerdekaan Palestina.

"Kami berharap Indonesia bisa sampaikan pesan dukungan kepada Palestina di forum G20 tersebut," kata Shtayyeh saat jumpa pers bersama Jokowi di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Senin (24/10/2022).