Liputan6.com, Tel Aviv - Exit poll dari pemilihan parlemen Israel menunjukkan bahwa kelompok dari mantan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu memiliki peluang bagus untuk bangkit kembali dalam pemilu terbaru.
Exit poll dari tiga saluran TV utama Israel menunjukkan bahwa pemimpin lama dan aliansi partai sayap kanan serta ultra-Ortodoksnya memenangkan 61-62 kursi di parlemen yang terdiri dari 120 kursi.
Baca Juga
Ini menunjukkan mereka memiliki cukup peluang mendapatkan kursi guna membentuk kembali pemerintahan koalisi yang berkuasa.
Advertisement
Berbicara dengan para pendukung di markas kampanyenya, Netanyahu mengatakan bahwa hasil tersebut adalah "awal yang baik," dan meminta para pendukung untuk menunggu hasil akhir.
Jajak pendapat menunjukkan partai Likud-nya memenangkan 30 hingga 31 kursi, dikutip dari Xinhua, Rabu (2/11/2022).
Partai Yesh Atid pimpinan dari Perdana Menteri Yair Lapid diproyeksikan memperoleh 22-24 kursi, menurut jajak pendapat.
Lapid mengatakan, terlalu dini untuk membuat kesimpulan tentang hasil akhir.
"Tidak ada yang diputuskan" sampai suara terakhir dihitung, kata Lapid.
Baik Netanyahu maupun Lapid belum mengklaim kemenangan.
Jajak pendapat juga menunjukkan bahwa Zionisme Keagamaan anggota parlemen ultra-nasionalis Itamar Ben-Gvir memenangkan 14-15 kursi, menjadi partai terbesar ketiga Israel.
Sementara itu, Hadash-Ta'al, aliansi dua partai Arab yang tidak mendukung salah satu blok, diproyeksikan memenangkan empat kursi, exit poll menunjukkan.
Pemilihan tersebut diadakan setelah pemilu berulang kali dengan hasil yang tidak meyakinkan yang telah melumpuhkan sistem politik Israel selama hampir empat tahun.
Dalam sebuah pernyataan Selasa kemarin, Gerakan Perlawanan Islam Palestina (Hamas) mengecam pemilihan tersebut, dan mengatakan bahwa pemilihan itu "tidak akan memberikan legitimasi kepada Israel."
Tidak peduli siapa yang memenangkan pemilihan, "Israel akan tetap menjadi kekuatan pendudukan permanen di tanah Palestina," kata juru bicara Hamas di Gaza Abdul Latif al-Qanou dalam pernyataannya.
Update Terbaru Israel-Palestina
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Palestina Riyad al-Maliki pada Senin (30/10) menyerukan untuk menghentikan program nuklir Israel untuk membangun zona bebas senjata nuklir.
Al-Maliki mengajukan banding sebagai tanggapan atas adopsi Komite Pertama Majelis Umum PBB dari resolusi yang diajukan oleh Mesir.
Dimana isinya mendesak Israel untuk menyingkirkan senjata nuklirnya, dikutip dari Xinhua, Selasa (1/11/2022).
Menyambut adopsi resolusi tersebut, menteri luar negeri Palestina mengatakan, "Israel berkewajiban untuk mengatur programnya untuk dipantau oleh Badan Energi Atom Internasional (IAEA) karena merupakan satu-satunya pihak di Timur Tengah yang memiliki senjata pemusnah massal, terutama senjata nuklir."
Sangat penting bahwa Israel harus mematuhi aturan hukum internasional yang relevan, katanya.
Media Israel melaporkan pada Senin bahwa Komite Pertama Majelis Umum PBB memutuskan melalui pemungutan suara 152-5 bahwa Israel harus mengakhiri senjata nuklirnya.
Resolusi yang diajukan oleh Mesir dan didukung oleh Yordania, Maroko, Otoritas Palestina dan Bahrain, juga meminta Israel untuk menempatkan fasilitas nuklirnya di bawah pengawasan IAEA.
Komite Pertama Majelis Umum PBB adalah salah satu dari enam komite utama PBB yang menangani masalah perlucutan senjata nuklir global.
Dalam langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya, komite tersebut meminta Israel untuk menyetujui Perjanjian Proliferasi Nuklir tanpa penundaan, untuk tidak mengembangkan, memproduksi, menguji, atau memperoleh senjata nuklir, dan untuk berhenti memperoleh senjata nuklir.
Advertisement
PM Palestina Tegaskan Israel untuk Tunduk pada Hukum Internasional
Sementara itu, Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh mengatakan dengan tegas bahwa Israel harus tunduk terhadap hukum internasional.Â
"Israel seharusnya tidak berada di atas hukum internasional. Israel harus berada di bawah hukum internasional. Israel harus menghormati resolusi PBB," katanya dengan tegas dalam jumpa pers di Hotel Borobudur, Selasa (25/10/2022).Â
Ia mengatakan bahwa kependudukan Israel di Palestina selama ini justru meraup keuntungan.Â
"Komunitas internasional harus membantu kami membuat pendudukan Israel menjadi mahal bagi Israel. Jika pendudukan Israel tidak mahal bagi Israel, Israel tidak akan pernah berubah dalam pendudukannya," ujarnya.Â
Shtayyeh pun meminta agar masyarakat internasional turut melindungi hak asasi manusia dan melindungi hukum internasional.
Lebih lanjut soal konflik antara Indonesia dengan Israel, Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh justru menegaskan bahwa Indonesia bukanlah sekadar mediator.Â
"Yang kita butuhkan dari Indonesia bukanlah menjadi penengah. Dan Indonesia tidak akan menjadi penengah dan dalam hal ini berada di pihak Palestina," tegas PM Shtayyeh.
Shtayyeh pun menambahkan bahwa masalahnya bukan tentang mediasi, melainkan tentang niat.
"Israel memiliki semua niat untuk tidak mengakhiri pendudukan," katanya dengan lantang.Â
Kendati demikian, ia terus yakin bahwa Indonesia akan tetap berpegang pada prinsip untuk membela hak-hak masyarakat Palestina.Â
"Ini adalah apa yang kami dengar dari Presiden, dan saya berterima kasih padanya untuk itu," ujar PM Shtayyeh menambahkan.Â
Berharap Disampaikan di Forum G20
Perdana Menteri Palestina Mohammad Ibrahim Shtayyeh berharap, Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyampaikan pesan dukungan ke Palestina di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali pada November mendatang.
Shtayyeh mengapresiasi dukungan Indonesia terhadap kemerdekaan Palestina.
"Kami berharap Indonesia bisa sampaikan pesan dukungan kepada Palestina di forum G20 tersebut," kata Shtayyeh saat jumpa pers bersama Jokowi di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Senin (24/10/2022).
 Â
Advertisement