Liputan6.com, London - Ratu Elizabeth II secara secara resmi memulai pengoperasian pipa minyak pertama Inggris pada upacara senilai 500.000 poundsterling (Rp8.9 miliar) di Skotlandia.
Pipa sepanjang 130 mil (209 kilometer) dari Cruden Bay ke Grangemouth telah dibangun oleh British Petroleum (BP).
Baca Juga
Pipa tersebut melayani ladang minyak Forties, 110 mil sebelah timur Aberdeen, yang ditemukan perusahaan enam tahun sebelumnya (1969).
Advertisement
Ratu meresmikan aliran minyak itu dengan menekan tombol berlapis emas di pusat kendali BP di Dyce dekat Aberdeen. Dia ditemani oleh Pangeran Philip dan Pangeran Andrew.
Perdana Menteri Inggris kala itu, Harold Wilson juga hadir bersama Sekretaris Skotlandia dan rekan kabinet senior lainnya.
Peresmian oleh Yang Mulia dan kehadiran begitu banyak politisi tingkat tinggi di Dyce -- sebuah kota yang hampir tidak ada di peta setahun sebelumnya -- dipandang sebagai bukti pentingnya penempatan pipa itu di Laut Utara.
Tartan Army
Forties adalah ladang minyak terbesar yang sejauh ini ditemukan di Laut Utara sektor Inggris.
Saat peresmian dilaksanakan, ladang Forties dalam proses ditambang dengan bantuan pinjaman 370 miliar pounsterling (Rp6659 triliun) dari pemerintah Inggris.
Produksi dimulai pada November 1975 di tingkat 10.000 barel per hari.
Dalam dua hingga tiga tahun, ladang itu dicanangkan dapat menghasilkan 400.000 barel per hari --sekitar seperlima dari konsumsi minyak Inggris kala itu.
Upacara untuk menandai pembukaan resmi ladang itu ditandai dengan operasi polisi terbesar yang pernah ada di Skotlandia.
Para pejabat khawatir dengan ancaman dari "Tentara Tartan" yang bisa mengganggu upacara atau mengebom pipa yang berisi hampir 30 juta galon minyak tersebut.
Kelompok itu mengatakan, berada di balik empat upaya untuk merusak pipa dalam dua tahun terakhir.
Kendati demikian, tak satu pun dari serangan itu menyebabkan kerusakan serius, tetapi Tentara Tartan mengatakan bahwa itu hanya "latihan berpakaian".
Jatuhnya Harga Minyak di Akhir Abad 20
Minyak Laut Utara Inggris tidak langsung muncul sebagai saingan utama Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC). Akan tetapi, produksi terus bertumbuh hingga menjadi penemuan besar yang terus berlanjut di sepanjang tahun 1980-an hingga 1990-an.
Namun, jatuhnya harga minyak 1997-1998 berdampak negatif pada produksi Laut Utara.
Norwegia, Belanda, dan Jerman juga mengekstraksi minyak dari bagian mereka di Laut Utara tetapi dalam skala yang lebih kecil.
Setelah bertahun-tahun mengalami penurunan produksi dan kerugian besar, industri di Skotlandia mendapat dorongan pada tahun 2001 dengan ditemukannya ladang minyak Buzzard dekat Aberdeen. Ini berisi sekitar 400 juta barel minyak.
Penemuan lain yang lebih kecil dilakukan pada tahun 2004. Ladang minyak Brenda di Outer Moray Firth dapat menghasilkan hingga 150 juta barel.
Advertisement
Harga Minyak Dunia Anjlok Dampak Kenaikan Produksi AS dan Pembatasan Covid-19 China
Bagaimana dengan harga minyak dunia saat ini?
Patokan harga minyak dunia yaitu minyak mentah Brent turun lebih dari USD 1 pada perdagangan Senin (31/10/2022). Penurunan harga minyak dunia ini terjadi di tengah ekspektasi bahwa produksi AS bisa naik di tengah data ekonomi yang lebih lemah.
Selain itu, penurunan harga minyak dunia juga dipengaruhi sentimen dari China yaitu adanya pembatasan kembali pergerakan karena adanya COVID-19.
Mengutip CNBC, Selasa (1/11/2022), harga minyak mentah berjangka Brent turun 92 sen atau 0,96 persen menjadi USD 94,85 per barel. Sedangkan harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS turun USD 1,69 menjadi USD 86,21 per barel, atau membukukan kerugian 1,92 persen.
Kedua tolok ukur harga minyak dunia ini berada di jalur untuk kenaikan bulanan pertama mereka sejak Mei.
Data bulanan pemerintah menunjukkan bahwa produksi minyak di Amerika Serikat (AS) naik menjadi hampir 12 juta barel per hari pada Agustus, tertinggi sejak awal pandemi COVID-19.
Seorang pejabat Gedung Putih mengatakan bahwa Presiden AS Joe Biden akan berbicara di kemudian hari untuk meminta perusahaan minyak dan gas menginvestasikan sebagian dari keuntungan mereka untuk menurunkan biaya di Amerika Serikat.
Pejabat itu juga mengatakan bahwa Joe Biden akan meminta Kongres untuk mempertimbangkan mewajibkan perusahaan minyak membayar denda pajak dan menghadapi pembatasan lain.
Presiden AS sebelumnya telah mendorong perusahaan minyak untuk meningkatkan produksi daripada menggunakan keuntungan untuk pembelian kembali saham dan dividen.
Pemerintah juga mengandalkan pelepasan pasokan dari Cadangan Minyak Strategis (SPR) untuk meredakan krisis pasokan. Sekitar 1,9 juta barel dilepaskan dari SPR pekan lalu sebagai bagian dari rencana pemerintah untuk melepaskan 180 juta barel.
Harga Minyak Indonesia ICP September 2022 Turun ke USD 86,07 per Barel
Sementara itu, harga rata-rata minyak mentah Indonesia pada September 2022 berdasarkan perhitungan Formula Indonesian Crude Price (ICP) ditetapkan sebesar USD 86,07 per barel, turun sebesar USD 8,10 per barel dari USD 94,17 per barel pada Agustus 2022.
Penetapan ini tercantum dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 140.K/MG.03/DJM/2022 tentang Harga Minyak Mentah Indonesia Bulan September 2022, ditetapkan pada 3 Oktober 2022.
"Harga rata-rata minyak mentah Indonesia untuk bulan September 2022 ditetapkan sebesar USD 86,07 per barel," demikian bunyi diktum keempat Kepmen tersebut, dikutip Selasa (4/10/2022).
Tim Harga Minyak Mentah Indonesia dalam executive summary memaparkan beberapa faktor yang mempengaruhi penurunan harga minyak mentah utama di pasar internasional.
Antara lain, kondisi ekonomi global dimana Federal Reserve Board AS (The Fed) menaikkan suku bunga sebesar 0,75 persen untuk mengurangi inflasi yang dapat berdampak pada penurunan aktivitas ekonomi dan penurunan permintaan minyak mentah.
Kemudian, kekhawatiran pelaku pasar atas resesi dunia yang disebabkan kebijakan moneter oleh negara-negara besar yang menaikkan suku bunga menyusul AS, seperti pada Inggris, Swiss dan Norwegia
Faktor lainnya, terkait permintaan minyak mentah dunia, seperti pernyataan International Energy Agency dalam laporan September 2022, bahwa proyeksi pertumbuhan permintaan minyak global menjadi 2 juta BOPD. Itu turun 100 ribu BOPD dibandingkan proyeksi pada bulan sebelumnya.
Lalu, berakhirnya summer driving season yang menurunkan konsumsi BBM di Amerika Serikat.
Â
Penulis: Safinatun Nikmah
Advertisement