Liputan6.com, Jakarta - Perdana menteri Swedia yang baru mengatakan pada Selasa (1/11) bahwa pihaknya terbuka untuk mengizinkan senjata nuklir di tanah Swedia begitu negara itu diterima menjadi anggota NATO, bertolak belakang dengan sikap pemerintahan Swedia sebelumnya.
Perdana Menteri Ulf Kristersson, yang mulai menjabat dua minggu lalu, menyampaikan hal itu dalam sebuah konferensi pers di Helsinki bersama Perdana Menteri Finlandia Sanna Marin, yang negaranya secara bersama-sama dengan Swedia mendaftarkan diri menjadi anggota NATO.
Baca Juga
Ketika ditanya apakah kedua negara itu akan menerima senjata nuklir di tanah mereka, Marin menjawab, “Kami tidak sepatutnya memberikan persyaratan… kami telah memutuskan untuk tidak menutup kemungkinan apa pun di masa depan.”
Advertisement
PM Kristersson setuju. “Anda akan menerima jawaban yang sama persis dari saya, seperti yang disampaikan perdana menteri Finlandia,” katanya.
“Sangat wajar bagi Swedia dan Finlandia untuk mengambil tindakan secara bersama-sama dalam masalah-masalah seperti ini dan memiliki formalisasi yang sama persis. Saya tidak punya niat lain selain bergandengan tangan juga dalam hal ini dengan Finlandia,” kata Kristersson kepada wartawan.
Meski demikian, baik Marin maupun Kristersson mengakui bahwa keberatan yang mereka miliki dapat dinegosiasikan “nanti.”
Partai Sosial Demokrat Swedia, yang berkuasa ketika Swedia mengajukan permohonan keanggotaan NATO-nya Mei lalu, mengatakan bahwa pihaknya akan berusaha untuk menyatakan “penolakan sepihak terhadap penempatan senjata nuklir dan pangkalan permanen di wilayah Swedia.”
Di Finlandia, impor, pembuatan, kepemilikan dan peledakan bahan peledak nuklir dilarang oleh hukum.
Negara tetangga Nordiknya, Denmark dan Norwegia, yang sudah lebih dulu menjadi anggota NATO, sama-sama menolak untuk mengizinkan negara asing membangun pangkalan militer permanen atau senjata nuklir di tanah mereka di masa damai.
Jika Finlandia-Swedia Masuk NATO, Vladimir Putin: Kami Respons Sesuai Ancaman
Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan pada Senin (16/5) bahwa Moskow akan menanggapi jika Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) akan mengerahkan infrastruktur militer di wilayah Finlandia atau Swedia.
"Perluasan infrastruktur militer ke wilayah-wilayah ini tentu akan memicu respons kami, yang akan bergantung pada jenis ancaman yang akan ditimbulkan," kata Kremlin mengutip pernyataan presiden Vladimir Putin pada pertemuan puncak Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif di Moskow.
Dikutip dari laman Xinhua, Putin menambahkan bahwa masalah perluasan NATO sebagian besar dibuat-buat.
Selain itu juga digunakan oleh Amerika Serikat sebagai alat kebijakan luar negeri.
"NATO sedang digunakan sebagai instrumen kebijakan luar negeri oleh satu negara, dan ini dilakukan dengan cukup gigih, terampil dan sangat agresif," kata Putin.
Baik Finlandia dan Swedia telah mengumumkan keputusan untuk mengajukan keanggotaan NATO.
Pada Minggu kemarin, presiden Finlandia dan komite kebijakan luar negeri pemerintah mengambil keputusan resmi untuk memulai proses aplikasi negara itu untuk menjadi anggota NATO.
Perdana Menteri Swedia Magdalena Andersson akan mengumumkan keputusan resmi untuk memulai proses aplikasi negara untuk menjadi anggota NATO.
Advertisement
Wilayah Rusia dan Finlandia
Rusia, yang memiliki perbatasan darat yang panjang dengan Finlandia, mengatakan bahwa bergabung dengan aliansi transatlantik itu akan menjadi kesalahan bagi Helsinki dan itu akan merusak hubungan bilateral.
Sementara itu, Swedia dan Finlandia siap memperkuat kerja sama militer jika keamanan di wilayah Laut Baltik memburuk, misalnya selama proses kemungkinan bergabung dengan NATO, kata Menteri Luar Negeri Finlandia Pekka Haavisto.
"Apabila lingkungan keamanan kami menjadi semakin menantang tentunya kami dapat menambahkan rencana bilateral ... dan memasukkan semua sektor dalam kerja sama militer," katanya kepada awak media.
Invasi Rusia ke Ukraina memaksa Swedia dan Finlandia untuk meninjau ulang keyakinan lama bahwa netralitas militer adalah cara terbaik untuk menjamin keamanan nasional.
Kedua negara diharapkan dapat membuat keputusan untuk bergabung dengan aliansi militer dalam beberapa pekan mendatang, Reuters mewartakan sebagaimana dikutip dari Antara, Sabtu (30/4/2022).
Presiden Putin Bersiap Lakukan Perang Berkepanjangan di Luar Donbas
Sementara itu terkait situasi di Ukraina, Presiden Vladimir Putin tidak akan mengakhiri perang Ukraina dengan kampanye Donbas dan bertekad untuk membangun jembatan darat ke wilayah yang dikuasai Rusia di Moldova, Direktur Intelijen Nasional AS Avril Haines mengatakan Selasa (10 Mei).
Intelijen AS juga memandang semakin besar kemungkinan bahwa Putin akan memobilisasi seluruh negaranya, termasuk memerintahkan darurat militer, dan mengandalkan ketekunannya untuk mengurangi dukungan Barat untuk Ukraina.
"Kami menilai Presiden Putin sedang mempersiapkan konflik berkepanjangan di Ukraina di mana dia masih berniat untuk mencapai tujuan di luar Donbas," kata Haines.
Dilansir dari laman Channel News Asia, Selasa (26/4/2022), intelijen AS menganggap keputusan Putin untuk memusatkan pasukan Rusia di wilayah Donbas timur adalah "hanya perubahan sementara" setelah kegagalan mereka untuk merebut Kiev di utara.
Pasukan Rusia masih berniat untuk memenangkan wilayah di seberang pantai Laut Hitam, sebagian untuk mengamankan sumber daya air untuk Krimea, yang direbut Moskow pada 2014, Haines mengatakan kepada Komite Angkatan Bersenjata Senat.
"Kami ... melihat indikasi bahwa militer Rusia ingin memperpanjang jembatan darat ke Transnistria," kata Haines, mengacu pada wilayah separatis Moldova yang didukung Moskow di sepanjang perbatasan barat daya Ukraina.
Namun, dia mengatakan pasukan Rusia saat ini tidak cukup besar atau kuat untuk merebut dan menguasai semua wilayah itu tanpa mobilisasi pasukan dan sumber daya yang lebih umum dari masyarakat Rusia.
Advertisement