Liputan6.com, New York - Jeff Bezos digugat oleh mantan pengawas urusan rumah tangganya yang mengklaim bahwa dia mengalami diskriminasi rasial dan dipaksa bekerja berjam-jam dalam kondisi tidak sehat tanpa istirahat atau istirahat makan.
Mercedes Wedaa yang terkadang bekerja 10 hingga 14 jam sehari dan mengawasi tim yang terdiri dari lima hingga enam pembantu rumah tangga, menurut pengaduannya yang diajukan pada Selasa kemarin ke pengadilan negara bagian Seattle.
Baca Juga
Staf tidak memiliki ruang istirahat atau tempat istirahat dan tidak ada toilet yang mudah diakses, sesuai dengan keluhan.
Advertisement
Staf rumah tangga mencoba makan di ruang cuci, dan dilarang menggunakan toilet di ruang keamanan terdekat, memaksa mereka untuk memanjat keluar jendela untuk mengakses kamar mandi, menurut pengaduan.
“Kami telah menyelidiki klaim ini. Mereka tidak pantas diperlakukan seperti itu, dan kami akan membela mereka," kata Harry Korrell, seorang pengacara terdakwa dalam sebuah pernyataan melalui email.
Salah satu manajer khusus urusan rumah tangga Bezos disebut agresif dan kasar pada Wedaa dan memperlakukan dia dan karyawan Hispanik lainnya berbeda dari asisten rumah tanggaberkulit putih dan staff Bezos lainya.
Dia akhirnya diberhentikan setelah hampir tiga tahun bekerja, menurut pengaduan, dikutip dari Straits Times, Kamis (3/11/2022).
“Undang-undang perburuhan dan ketenagakerjaan mengatakan bahwa orang yang bekerja harus dibayar untuk pekerjaan yang mereka lakukan, dan harus dapat melakukan pekerjaan itu di tempat kerja yang aman, bersih, dan sehat,” kata Patrick McGuigan, pengacara yang mewakili Wedaa.
Wedaa meminta pembayaran kembali dan tunjangan, serta ganti rugi moneter, menurut pengaduan.
Terdakwa dalam kasus ini termasuk Zefram dan Northwestern, yang diidentifikasi sebagai entitas yang mengelola properti Jeff Bezos.
Gugatan itu dilaporkan sebelumnya oleh situs berita teknologi Seattle GeekWire.
Jeff Bezos Akui Ancaman Resesi di AS Sangat Nyata
Pendiri Amazon Jeff Bezos telah masuk dalam sederet miliarder dan pemimpin perusahaan ternama yang memberikan komentar terkait ramalan resesi 2023.
Dalam sebuah postingan di Twitter pada Selasa malam 18 Oktober 2022, Bezos memperingatkan bahwa ekonomi Amerika Serikat (AS) mungkin akan mengalami masa-masa sulit di masa depan.
CEO raksasa ritel online itu mengomentari pernyataan yang disampaikan oleh Kepala Eksekutif Goldman Sachs David Solomon kepada CNBC pada hari sebelumnya.
"Ya, probabilitas dalam ekonomi ini memperingatkan Anda," kata Bezos dalam komentarnya di Twitter, dikutip Kamis (20/10/2022).
Solomon mengatakan bahwa sudah waktunya bagi para pemimpin perusahaan dan investor untuk memerhatkan risiko penurunan ekonomi hingga resesi, serta untuk mempersiapkannya.
Solomon berbicara setelah perusahaannya baru saja memposting hasil pendapatan kuartalan yang melampaui perkiraan Wall Street. Namun dia mengatakan resesi bisa membayangi karena ekonomi berurusan dengan inflasi yang terus tinggi dan Federal Reserve mencoba menurunkan harga melalui serangkaian kenaikan suku bunga yang agresif.
"Saya pikir Anda harus bersiap ada lebih banyak volatilitas yang terlihat," tutur Solomon, dikutip dari CNBC International.
"Sekarang, itu tidak berarti pasti bahwa kita memiliki skenario ekonomi yang sangat sulit. Tetapi pada distribusi hasil, ada peluang besar bahwa kita bakal mengalami resesi di Amerika Serikat," tambahnya.
Adapun CEO JPMorgan Chase Jamie Dimon yang sebelumnya juga sudah memperingatkan ancaman resesi di AS yang "sangat, sangat serius" dan dapat terjadi dalam enam bulan ke depan.
"Ini (resesi) adalah hal-hal yang sangat, sangat serius yang menurut saya kemungkinan akan mendorong AS dan dunia — maksud saya, Eropa sudah dalam resesi, dan mereka kemungkinan akan menempatkan AS dalam semacam resesi enam hingga sembilan bulan dari sekarang," ujarnya.
Advertisement
Resesi Ekonomi Kian Dekat, IMF Pangkas Ramalan Pertumbuhan Ekonomi Dunia 2023 jadi 2,7 Persen
Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan pertumbuhan ekonomi global akan melambat menjadi 2,7 persen tahun depan, 0,2 poin persentase lebih rendah dari perkiraan IMF sebelumnya pada Juli 2022.
IMF juga memperkirakan resesi akan mulai terasa pada ekonomi global di 2023 mendatang. "Selain krisis keuangan global dan puncak pandemi Covid-19, ini adalah "profil pertumbuhan terlemah sejak 2001," kata IMF dalam laporan World Economic Outlook, dikutip dari CNBC International, Rabu (12/10/2022).
Sementara itu, perkiraan IMF untuk PDB global tahun ini tetap stabil di angka 3,2 persen, namun turun dari 6 persen yang terlihat pada 2021.
“Yang terburuk bakal datang, dan bagi banyak orang pada 2023 mendatang akan terasa seperti resesi,” demikian laporan terbaru IMF, menggemakan peringatan dari PBB, Bank Dunia, dan banyak CEO perusahaan global.
Disebutkan juga, lebih dari sepertiga ekonomi global diprediksi mengalami pertumbuhan negatif selama dua kuartal berturut-turut.
Sementara tiga negara ekonomi terbesar, yaitu Amerika Serikat, Uni Eropa dan China - akan terus melambat.
“Tahun depan akan terasa menyakitkan,” ungkap Pierre-Olivier Gourinchas, Kepala Ekonom IMF kepada CNBC.
"Akan ada banyak perlambatan dan penderitaan ekonomi," ucapnya.
Saran Ekonom Bank Dunia Agar Indonesia Tak Kena Getah Ancaman Resesi Ekonomi
Ekonom Utama Bank Dunia, Habib Rab mengungkapkan tips untuk Indonesia dalam bersiap menghadapi ancaman resesi 2023.
"Yang penting adalah menjaga keseimbangan yang sehat antara apa yang terjadi pada kebijakan suku bunga, tetapi juga kebijakan fiskal, makroprudensial, dan reformasi struktural," katanya dalam SOE Internasional Conference, dikutip Selasa (18/10/2022).
Menurutnya, hal itu untuk memastikan bahwa inflasi dapat dikelola bersamaan dengan menghindari keruntuhan total dalam pertumbuhan ekonomi.
Habib Rab selanjutnya mengatakan, 70 persen ekonomi global menurun secara signifikan pada pertengahan 2022 dibandingkan dengan awal tahun ini.
"Satu-satunya pengecualian adalah beberapa negara berkembang yang merupakan eksportir komoditas, termasuk Indonesia," ungkap dia.
Dalam presentasinya, Habib Rab membeberkan prediksi Bank Dunia, bahwa pada 2022 dan 2023 pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Timur dan Pasifik akan tumbuh tinggi dengan inflasi yang lebih rendah dibandingkan negara-negara ekonomi besar.
Meskipun demikian, satu persen penurunan pertumbuhan ekonomi di negara anggota G7 maupun China bisa mendorong perlambatan ekonomi negara-negara besar di Asia Timur dan Pasifik dari 0,5 hingga 1 persen.
"Jadi situasinya akan lebih baik dibandingkan dengan negara di wilayah lain. Tapi kita tidak melihat ruang kepuasan karena perlambatan ekonomi global tetap akan berdampak terhadap kawasan (Asia Timur dan Pasifik)," ujarnya.
"Diperlukan keseimbangan dalam pengetatan kebijakan, agar tingkat suku bunga, nilai tukar, dan kontrol modal terjaga," lanjut Habib Rab.
Adapun kerangka kerja untuk merestrukturisasi utang, baik utang pemerintah maupun pelaku usaha, yang meningkat signifikan di sebagian besar negara.
"Pengelolaan peningkatan utang memerlukan kerangka kerja restrukturisasi utang yang telah terlihat di krisis sebelumnya," jelasnya.
Habib Rab menambahkan, langkah ini penting guna memungkinkan persiapan dalam neraca perbankan dan perusahaan sehingga kejutan yang sementara tidak akan berdampak terhadap penurunan output permanen.
Advertisement