Sukses

China Tangkap 7 Warga yang Tak Taat Aturan Nol COVID-19

Polisi di China mengatakan bahwa tujuh orang telah ditangkap menyusul bentrokan antara warga dan pihak berwenang.

Liputan6.com, Jakarta - Polisi di China mengatakan bahwa tujuh orang telah ditangkap akibat bentrokan antara warga dan pihak berwenang.

Sejumlah orang ini ditahan lantaran melanggar aturan nol-COVID-19 yang ditetapkan oleh pemerintah China.

Warga terlibat bentrokan ketika China melaporkan kasus baru secara nasional, dengan 2.230 kasus dilaporkan pada Selasa kemarin di pusat manufaktur dan teknologi selatan Guangzhou.

Meskipun jumlah kasus CVOVID-19 tetap relatif rendah, China tanpa henti mengejar kebijakan karantina, lockdowb, dan pengujian wajib harian.

Sebuah rilis berita dari departemen kepolisian di Kota Shandong Linyi mengatakan, pihak keamanan akan mengambil tindakan tegas terhadap mereka yang “secara ilegal melanggar hak-hak hukum perlindungan pribadi warga negara.”

Langkah-langkah anti-pandemi telah memicu reaksi balik di seluruh negeri, membentuk tantangan yang jarang terlihat bagi otoritas Partai Komunis.

Sejauh ini belum jelas siapa yang ditangkap setelah bentrokan itu. Berita penangkapan muncul di media sosial Selasa pagi, tetapi dihapus oleh sensor negara sebelum tengah hari.

Pemimpin China Xi Jinping telah menjadikan kebijakan "nol-COVID" sebagai ciri pemerintahannya.

China melaporkan perdagangannya menyusut pada Oktober karena permintaan global melemah dan kontrol anti-virus membebani belanja konsumen domestik.

Ekspor turun 0,3% dari tahun sebelumnya, turun dari pertumbuhan September 5,7%. Impor turun 0,7%, dibandingkan dengan ekspansi 0,3% bulan sebelumnya.

Spekulasi tentang kemungkinan relaksasi pasar "nol-COVID" mengguncang pasar, tetapi pemerintah telah merahasiakan rencananya, termasuk kemungkinan mengimpor vaksin asing.

Pekan lalu, akses ke zona industri tempat pabrik yang memproduksi iPhone Apple ditangguhkan selama satu minggu menyusul lonjakan infeksi di Zhengzhou.

Apple pada Minggu mengumumkan bahwa pelanggan harus menunggu lebih lama untuk mendapatkan model iPhone terbaru, dan mengatakan pabrik Foxconn di kota Zhengzhou, China tengah, "beroperasi dengan kapasitas yang berkurang secara signifikan."

2 dari 4 halaman

Warga Beijing Mulai Khawatir Soal Kebijakan Nol COVID-19

Kemunculan kembali COVID-19 yang meningkat kasusnya di China telah mendorong pihak berwenang meningkatkan langkah-langkah untuk menanggulangi wabah. Ini memicu kekhawatiran di kalangan warga ibu kota, Beijing, sementara lebih banyak lagi tes dilakukan pada Senin (7/11).

China mengatakan pada akhir pekan lalu bahwa negara tersebut akan mempertahankan pendekatan “pembersihan dinamis” terhadap kasus-kasus COVID-19 begitu mereka muncul.

Ini tidak memberi banyak indikasi bahwa China akan melonggarkan strategi nol-COVID nya yang telah berlaku selama pandemi hampir tiga tahun ini, dikutip dari laman VOA Indonesia, Selasa (8/11/2022).

Warga Beijing Chang Jiang (45), mengatakan, ia pernah memiliki lima perusahaan, tetapi sekarang hanya dua yang tersisa di ibu kota. Warga Beijing lainnya mengatakan kekasihnya telah tiga kali membatalkan rencana untuk mengunjunginya dalam setahun ini karena pembatasan terkait COVID-19.

China pada hari Senin melaporkan 5.496 kasus penularan COVID-19 lokal baru, yang tertinggi sejak 2 Mei, ketika Shanghai, kota terbesar di negara itu dikenai lockdown di tengah perebakan terburuk wabah di sana.

Saham China menguat pekan lalu dengan kenaikan mingguan terbesar dalam kurun dua tahun lebih, karena para investor memasukkan satu triliun dolar ke pasar dengan harapan akan membuka kembali ekonomi terbesar kedua dunia itu.

Tetapi otoritas kesehatan China memadamkan spekulasi itu pada hari Sabtu dengan menegaskan bahwa mereka akan tetap mempertahankan kebijakan nol COVID yang ketat.

3 dari 4 halaman

Akhir Oktober 2022 Wuhan Lockdown COVID-19 Lagi

Puluhan kota di seluruh China, termasuk Wuhan tempat Virus Corona COVID-19 pertama kali tercatat, dilaporkan mererapkan lockdown - ketika negara itu mengejar kebijakan nol-COVID di bawah pemimpin Xi Jinping.

Lebih dari 800.000 orang di satu distrik di Wuhan diperintahkan untuk tinggal di rumah hingga 30 Oktober.

"Kami merasa mati rasa terhadap semua itu. Kami merasa semakin mati rasa," kata seorang warga setempat kepada Reuters.

Kota Zhengzhou, rumah bagi pabrik manufaktur iPhone terbesar di dunia, juga terpengaruh.

Itu terjadi ketika China melaporkan hari ketiga berturut-turut lebih dari 1.000 kasus COVID-19.

Awal bulan ini, Xi mengisyaratkan bahwa tidak akan ada pelonggaran kebijakan nol-COVID, menyebutnya sebagai "perang rakyat untuk menghentikan penyebaran virus".

Pada 24 Oktober, sekitar 28 kota di seluruh negeri menerapkan beberapa tingkat tindakan lockdown, analis Nomura mengatakan kepada kantor berita Reuters - dengan sekitar 207 juta orang terkena dampak di wilayah yang bertanggung jawab atas hampir seperempat dari PDB China, tambahnya.

Di seluruh negeri, sekitar 200 lockdown akibat COVID-19 telah diterapkan dalam beberapa hari terakhir - sebagian besar memengaruhi komunitas yang telah ditandai sebagai risiko tinggi atau sedang. Penduduk di wilayah yang berbeda tunduk pada aturan yang berbeda, tergantung pada apakah mereka berada di zona berisiko rendah, sedang atau tinggi.

Wuhan melaporkan hingga 25 infeksi baru COVID-19 sehari minggu ini, dengan lebih dari 200 kasus selama dua minggu terakhir.

4 dari 4 halaman

Mereka yang Terdampak Lockdown COVID-19 China

Di Zhengzhou, "sejumlah kecil karyawan" dari Foxconn - produsen utama Apple - telah "dipengaruhi oleh pandemi", pabrikan itu mengatakan kepada BBC, menambahkan bahwa karyawan yang dikarantina diberikan "persediaan material, kenyamanan psikologis, dan responsivitas masukan". Hal ini terjadi pada periode kritis bagi Apple - yang sekarang membuat iPhone 14 baru.

Awal pekan ini, sekolah tatap muka dan makan di restoran ditangguhkan di pusat China selatan Guangzhou - yang pada hari Kamis melaporkan 19 kasus baru COVID-19. Beberapa lingkungan di kota juga tetap tunduk pada berbagai tindakan pengendalian.

Bahkan wilayah yang lebih luas seperti Tibet telah terpengaruh oleh COVID-19, setelah rekaman muncul awal pekan ini yang menunjukkan protes skala besar yang jarang terjadi terhadap tindakan ketat nol-COVID di ibu kota regional Lhasa.

Kota itu telah lockdown selama hampir tiga bulan karena memerangi Virus Corona COVID-19 - pejabat setempat pada hari Kamis mengatakan delapan kasus baru dilaporkan di Lhasa.

Beberapa video di media sosial menunjukkan ratusan orang berdemonstrasi dan bentrok dengan polisi. Mereka dikatakan sebagian besar adalah pekerja migran etnis Han Cina. Seorang warga Lhasa mengkonfirmasi kepada BBC bahwa demonstrasi telah terjadi di kota itu pada Rabu.