Sukses

Taliban Larang Wanita Masuk Taman Bermain di Afghanistan

Wanita Afghanistan dilarang memasuki taman hiburan di Kabul sejak Rabu (9/11).

Liputan6.com, Kabul - Wanita Afghanistan dilarang memasuki taman hiburan di Kabul sejak Rabu 9 November 2022, setelah kementerian Taliban mengatakan akan ada pembatasan bagi wanita untuk dapat mengakses taman umum.

Seorang juru bicara Kementerian Penyebaran Kebajikan dan Pencegahan Kejahatan (MPPVV) mengkonfirmasi bahwa perempuan akan dilarang mengakses taman.

Tetapi mereka tidak menanggapi permintaan untuk memberikan rincian lebih lanjut, dikutip dari Dhaka Tribune, Kamis (10/11/2022).

Tidak jelas seberapa luas pembatasan yang diterapkan atau bagaimana mereka mempengaruhi aturan sebelumnya dari MPVPV yang mengatakan taman, termasuk ruang terbuka, harus dipisahkan berdasarkan jenis kelamin dan hari-hari tertentu akan diatur untuk perempuan.

Bilal Karimi, wakil juru bicara pemerintahan Taliban, sejauh ini belum menanggapi permintaan komentar.

Di sebuah taman hiburan Kabul yang berisi wahana seperti mobil bemper dan bianglala, terlihat beberapa wanita yang ditolak oleh petugas taman, dengan petugas Taliban juga hadir mengamati situasi.

Masooma, seorang warga Kabul yang meminta agar hanya nama depannya yang dipublikasikan untuk alasan keamanan, berencana membawa cucunya mengunjungi taman tersebut tetapi ditolak.

Dua operator taman, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya berbicara tentang masalah sensitif itu. Mereka mengatakan bahwa telah diberitahu oleh pejabat Taliban untuk tidak mengizinkan wanita memasuki taman.

Sejak mengambil alih Afghanistan tahun lalu, kelompok Islam Taliban mengatakan perempuan tidak boleh meninggalkan rumah tanpa kerabat laki-laki dan harus menutupi wajah mereka, meskipun beberapa perempuan di pusat kota mengabaikan aturan dan beberapa perempuan telah diizinkan untuk bekerja di kantor-kantor pemerintah.

Pemerintah Barat mengatakan Taliban perlu membalikkan arahnya pada hak-hak perempuan untuk setiap jalan menuju pengakuan formal dari dunia.

Taliban mengatakan, mereka menghormati hak-hak perempuan sesuai dengan interpretasi mereka terhadap hukum Islam.

2 dari 4 halaman

AS Umumkan Sanksi Tambahan

Sementara itu, Amerika Serikat mengumumkan sanksi baru, pada Selasa (11/10), terhadap Taliban sebagai hukuman atas perlakuan represif mereka terhadap perempuan dan anak perempuan di Afghanistan.

Menteri Luar Negeri Antony Blinken meluncurkan kebijakan pembatasan visa baru untuk anggota dan mantan anggota Taliban serta pihak lainnya yang dianggap terlibat dalam penindasan perempuan melalui kebijakan pembatasan dan tindakan kekerasan.

Blinken menyampaikan pengumuman itu pada Hari Anak Perempuan Internasional PBB, dikutip dari VOA Indonesia, Kamis (13/10/2022).

“Sebagai contoh suram, selama lebih dari satu tahun, Afghanistan tetap menjadi satu-satunya negara di dunia di mana anak perempuan secara sistematis dilarang bersekolah di atas kelas enam, tanpa penetapan tanggal kembali (kapan mereka bisa bersekolah),” kata Blinken.

Setelah kembali berkuasa pada Agustus 2021 menyusul mundurnya pasukan pimpinan AS, kelompok garis keras Taliban telah melarang anak perempuan bersekolah di sekolah menengah. Tetapi, perempuan diperbolehkan untuk kuliah.

Sebuah insiden bom bunuh diri baru-baru ini terjadi di sebuah kelas di Kabul menewaskan dan melukai puluhan siswa saat mereka menyiapkan diri untuk ujian.

PBB telah menyebutkan jumlah korban tewas mencapai 53, termasuk 46 anak perempuan dan perempuan muda.

Pelaku meledakkan dirinya di sebelah sejumlah perempuan yang tengah berada di ruang belajar yang dipisahkan berdasarkan gender. Ruang itu dipenuhi ratusan siswa yang mengikuti tes praktik untuk penerimaan mahasiswa baru di universitas.

3 dari 4 halaman

Taliban Kembali Buka Sekolah Coding Bagi Remaja Perempuan Afghanistan

Pihak berwenang Taliban telah mengizinkan kembali sebuah sekolah non-pemerintah beroperasi di provinsi Herat, di mana anak-anak perempuan dapat mempelajari sistem pengkodean komputer atau coding.

Sekolah itu sempat ditutup setelah Taliban mengambil alih Afghanistan pada Agustus tahun lalu, seperti dikutip dari laman VOA Indonesia, Jumat (23/9/2022).

Menurut pendiri dan CEO Code to Inspir, Fereshteh Forough, lebih dari 350 siswa telah mendaftar di sekolah itu, tetapi hanya 200 orang yang akan diterima dalam program desain grafis selama satu tahun yang akan dimulai pada akhir September mendatang.

Code to Inspire adalah lembaga swadaya masyarakat yang mengelola sekolah coding perempuan pertama di Afghanistan.

“Rata-rata siswa kami berusia 18-25 tahun,” ujar Forough pada VOA, seraya menambahkan bahwa biaya bulanan yang mencapai US$ 60 per siswa akan dibayar oleh Code to Inspire.

Meskipun sudah aktif di Afghanistan sejak tahun 2015, lembaga tersebut harus memperbarui pendaftaran LSM itu pada rezim baru Taliban agar dapat terus beroperasi.

Dalam proses pembaruan izin tersebut, Forough mengatakan bahwa lembaganya banyak mengalami hambatan birokrasi, tetapi akhirnya berhasil mendapatkan izin kerja dan lisensi untuk membuka kembali fasilitas tersebut.

Pembukaan kembali sebuah sekolah adalah suatu perkembangan signifikan di negara di mana aksed pendidikan di kalangan anak perempuan mengalami kemunduran besar dalam setahun terakhir ini. Tetapi, pembukaan sekolah coding tersebut tidak menunjukkan perubahan kebijakan Taliban terhadap pendidikan bagi perempuan dan anak perempuan.

4 dari 4 halaman

PBB Kecam Setahun Penutupan Sekolah Bagi Anak Perempuan di Afghanistan

PBB, pada Minggu (18/9), kembali menyerukan Taliban Afghanistan untuk segera membuka kembali sekolah-sekolah untuk remaja perempuan. Seruan itu disampaikan setahun setelah Taliban melarang anak-anak perempuan untuk bersekolah. PBB menyebut hal itu sebagai sesuatu yang "tragis, memalukan, dan bisa dihindari."

Sejak merebut kontrol dari negara yang dilanda konflik pada Agustus tahun lalu, kelompok Islamis itu memerintahkan anak perempuan kelas 7 hingga 12 untuk diam di rumah, yang berdampak pada anak perempuan berusia 12 hingga 18 tahun.

"Dilarangnya anak perempuan untuk menempuh pendidikan di SMA tidak bisa dibenarkan dan tidak terjadi di belahan manapun di dunia," kata Markus Potzel, pemimpin Misi Bantuan PBB di Afghanistan dalam sebuah pernyataan, demikian dikutip dari laman VOA Indonesia, Selasa (20/9/2022).

“Hal itu sangat merugikan generasi anak perempuan dan masa depan Afghanistan itu sendiri,” katanya.

Taliban membuka kembali SMA bagi anak laki-laki pada 18 September tahun lalu, tapi mengabaikan seruan internasional untuk mengizinkan siswa perempuan kembali ke sekolah.

Kelompok penguasa garis keras itu juga telah memerintahkan perempuan untuk menutupi wajah di tempat umum dan memberitahu staf perempuan di banyak sektor publik agar diam di rumah, mengatakan peraturan itu sesuai dengan budaya Afghanistan dan hukum Islam.