Liputan6.com, Gungzhou - Kerumunan penduduk di kota metropolis industri, Guangzhou, China selatan 'lolos' dari lockdown yang saat ini diwajibkan dan justru bentrok dengan polisi, mereka marah atas pembatasan ketat terkait kebijakan Nol COVID.
Rekaman dramatis menunjukkan, massa menghancurkan pembatas kontrol COVID-19. Tim anti huru-hara dikerahkan di daerah tersebut pada Selasa, 15 November 2022.
Baca Juga
Mengutip BBC, Senin (16/11/2022), kejadian ini mengikuti krisis COVID-19 terburuk di Guangzhou sejak pandemi dimulai.
Advertisement
Di tengah angka ekonomi yang buruk, kebijakan Zero COVID atau Nol COVID China berada di bawah tekanan yang sangat besar.
Ketegangan telah meningkat di Distrik Haizhu, yang berada di bawah perintah untuk tetap tinggal di rumah.
Daerah ini adalah rumah bagi banyak buruh keliling yang miskin. Mereka mengeluh tidak dibayar jika mereka tidak dapat masuk kerja. Terlebih, mereka kekurangan makanan dan harga bahan pokok meroket selama tindakan pengendalian COVID.
Beberapa malam sebelumnya, beberapa orang telah berkelahi dengan petugas pencegahan COVID-19 berpakaian putih. Kemudian, pada Senin malam, kemarahan tiba-tiba meledak hingga ke jalan-jalan di Guangzhou dengan aksi pembangkangan massal.
Rumor yang tidak berdasar telah berperan memicu protes warga. Cerita telah menyebar bahwa perusahaan pengujian memalsukan hasil PCR untuk secara artifisial meningkatkan jumlah infeksi agar menghasilkan lebih banyak uang.
Di bagian utara negara itu, rangkaian rumor terkait Virus Corona juga membangun tekanan.
Pejabat di Provinsi Hebei mengumumkan bahwa Kota Shijiazhuang akan menghentikan pengujian massal. Akan tetapi, hal ini menimbulkan spekulasi bahwa populasi akan digunakan seperti kelinci percobaan, untuk memantau apa yang akan terjadi jika virus dibiarkan menyebar tanpa terkendali.
Diskusi tentang ini telah muncul di platform media sosial dengan tagar #ShijiazhuangCovidprevention.
Banyak penduduk setempat yang panik telah menimbun obat-obatan Tiongkok yang konon dapat membantu mengatasi infeksi COVID. Persediaan di kota dikatakan hampir habis untuk saat ini.
Rumor Perparah Keadaan
Desas-desus serupa yang viral menyebabkan pelarian massal pekerja di kompleks Foxconn di pusat kota Zhengzhou dua minggu lalu, yang telah memukul pasokan global iPhone Apple.
Pemerintah daerah di seluruh China sedang berjuang untuk mempertahankan pendekatan Zero COVID tanpa merusak ekonomi mereka.
Namun, angka keluaran pabrik resmi dan penjualan ritel terbaru menunjukkan dampak yang menghancurkan dari pandemi dan tanggapan kebijakan pemerintah terhadapnya.
Tidak ada sama sekali provinsi yang melaporkan nol kasus dalam beberapa hari terakhir.
Sekitar 20 juta orang di jantung kota besar Chongqing di China barat telah ditempatkan di bawah pembatasan yang ironisnya disebut oleh orang-orang sebagai "manajemen statis sukarela". Pasalnya, meski belum ada pengumuman resmi, mereka disuruh tetap di dalam rumah oleh petugas komunitas.
Secara online ada lelucon bahwa pemerintah Chongqing tidak ingin mengumumkan lockdown massal pada hari yang sama ketika langkah-langkah pelonggaran aturan nol-COVID di seluruh China terungkap.
Â
Advertisement
Perubahan Kecil Picu Kepanikan Warga
Karena kemajuan terkait penanganan COVID-19 masih mendominasi kehidupan di China, bahkan perubahan kecil dalam cara pengelolaannya dapat menimbulkan kekhawatiran dan kepanikan.
Pada awal minggu ini, pejabat di Distrik Chaoyang Beijing memutuskan untuk menutup tempat tes COVID-19 pinggir jalan dan memindahkannya ke kompleks perumahan.Â
Stasiun-stasiun PCR ditutup secara tiba-tiba. Masalahnya, banyak gedung perkantoran yang membutuhkan hasil harian agar pegawai dapat masuk. Jadi, di stan-stan yang buka, antreannya sangat banyak.
Dari para pekerja yang terjebak di Tibet yang memprotes untuk meninggalkan Lhasa, hingga lockdown seluruh wilayah Xinjiang, kebijakan Nol-COVID di China tidak berjalan mulus.
Serangkaian perubahan yang diumumkan minggu lalu dengan sedikit mengurangi aturan tampaknya menunjukkan tanda bahwa lebih banyak pelonggaran mungkin terjadi. Kendati demikian, jika benar pemerintah sedang mempertimbangkan hal ini, mungkin tidak akan terjadi secepatnya.
Indonesia Sumbang Kasus COVID-19 Terbanyak di Asia Tenggara, Penanganan dan Upaya Redam?
Sementara itu, bagaimana dengan situasi COVID di Indonesia?
Subvarian baru virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19--XBB--terdeteksi di Indonesia. Setelah sebelumnya anakan atau salah satu hasil mutasi varian Omicron itu membuat negara tetangga, Singapura, nyaris kewalahan. Subvarian XBB membuat kasus COVID-19 harian di Singapura melonjak dan jumlah rawat inap pun naik drastis.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mencatat hingga 4 November 2022, setidaknya sudah 12 orang warga negara Indonesia terinfeksi oleh subvarian XBB. Diketahui dua kasus berasal dari perjalanan luar negeri, sementara 10 kasus lainnya merupakan transmisi lokal.
Seiring dengan temuan kasus subvarian XBB, kasus harian COVID-19 di Tanah Air pun merangkak naik sejak pertengahan Oktober 2022. Selama beberapa hari berturut-turut, kasus COVID-19 selalu melewati angka 4.000. Bahkan, sempat melebihi 5.000 kasus per hari.
Jika dibandingkan dengan Singapura yang mencapai 6.000 hingga lebih dari 9.000 kasus per hari karena subvarian XBB, kenaikan kasus COVID-19 di Indonesia memang terbilang lebih sedikit. Meski demikian, berdasarkan COVID-19 Weekly Epidemiological Update Edition 116, Indonesia menjadi negara dengan kasus baru dan kematian terbanyak di Asia Tenggara selama 24-30 Oktober 2022.
Â
Penulis: Safinatun Nikmah
Advertisement