Liputan6.com, Jakarta - Seorang mantan duta besar Inggris, ekonom Australia dan jurnalis asal Jepang dilaporkan akan dibebaskan oleh junta militer Myanmar di bawah amnesti, bersama dengan lebih dari 6.000 tahanan lainnya.
Dilansir dari CNN, Kamis (17/11/20220 laporan media pemerintah Myanmar menyebut, mantan dubes Inggris Vicky Bowman, ekonom Australia Sean Turnell dan Toru Kubota yang merupakan jurnalis asal Jepang termasuk di antara 5.774 tahanan laki-laki dan 676 tahanan perempuan yang dibebaskan saat memperingati hari nasional Myanmar.
Laporan itu menyebut, tahanan perempuan dibebaskan atas "alasan kemanusiaan," mengikuti kritik terhadap junta militer Myanmar pada KTT pemimpin Asia Tenggara atau ASEAN beberapa waktu lalu.
Advertisement
Bowman menjabat sebagai duta besar Inggris di Myanmar antara tahun 2002 dan 2006. Dia ditangkap dan didakwa dengan pelanggaran imigrasi bersama dengan suaminya yang berkebangsaan Burma pada Agustus 2022, dan dikirim ke Penjara Insein di Yangon.Â
Suami Bowman, yakni Htein Lin, juga akan dibebaskan atas amnesti tersebut.
Kemudian ada Turnell yang pernah menjabat sebagai penasihat ekonomi kabinet Aung San Suu Kyi.
Ekonom asal Australia itu ditahan tak lama setelah kudeta terjadi dan dijatuhi hukuman tiga tahun penjara pada September 2022, karena dituduh melanggar Undang-Undang Rahasia Negara Myanmar, sebuah putusan yang saat itu menuai kecaman dari Australia.
Adapun pembuat film dokumenter asal Jepang, Kubota yang menghadapi hukuman 10 tahun penjara pada Oktober 2022 atas tuduhan pelanggaran undang-undang imigrasi, karena memasuki Myanmar dengan visa turis untuk memfilmkan aksi protes di negara itu.
Kedutaan Besar Jepang di Myanmar mengatakan pada Kamis (17/11) pihaknya telah diberitahu oleh otoritas setempat bahwa Kubota akan dibebaskan di kemudian hari.
Â
Pada Oktober 2021, Junta Militer Myanmar Bebaskan 5.600 Tahanan
Ini bukan pertama kalinya junta militer Myanmar membebaskan tahanan politik.
Pada Oktober 2021, mereka membebaskan lebih dari 5.600 orang yang ditangkap karena memprotes pemerintahan militer.
Berita itu muncul setelah para pemimpin negara Asia Tenggara berkumpul di ibu kota Kamboja, Phnom Penh, untuk menghadiri KTT tahunan ASEAN, di mana konflik di Myanmar menjadi salah satu topik yang dibahas.
Seperti diketahui, bahkan sebelum KTT ASEAN, junta militer Myanmar telah menghadapi kritik di kawasan itu setelah gagal menerapkan rencana perdamaian yang dinegosiasikan pada April 2021 lalu.
Myanmar masih menjadi bagian dari blok ASEAN meskipun adanya kritik dari kelompok hak asasi global. Namun pejabat junta militer negara itu dilarang mengirim perwakilan internasional ke acara-acara penting.
Â
Advertisement
Tegas Soal Myanmar, Menlu Retno Sebut Para Pemimpin ASEAN Beri Peringatan ke Junta Militer
Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi menyebutkan bahwa para pemimpin negara ASEAN menyampaikan pernyataan tegas kepada junta militer Myanmar atas kekerasan yang meningkat.Â
Para pemimpin ASEAN akhirnya mengungkapkan hal tersebut lantaran tidak ada kemajuan yang signifikan dalam implementasi Konsensus Lima Poin atau 5 Points of Consensus.
"Salah satu paragraf/butir dalam dokumen (pernyataan tinjauan dan keputusan Pemimpin ASEAN tentang penerapan Konsensus Lima Poin) menegaskan kembali keputusan para pemimpin ASEAN bahwa partisipasi non-political representation dari Myanmar berlaku untuk KTT dan ASEAN Ministerial Meeting," ujar Menlu Retno Marsudi keterangan pers usai pertemuan KTT ASEAN di Phnom Penh, Kamboja lewat channel Youtube Sekretariat Presiden pada Sabtu (12/11/2022).
Dalam paragraf yang ke-9, para pemimpin ASEAN memberi mandat pada ASEAN Coordinating Council. Ini artinya, para Menlu ASEAN bakal mengkaji lebih lanjut partisipasi Myanmar di semua pertemuan-pertemuan ASEAN, jika memang situasi memerlukannya.
"Nah, kalau kita lihat secara keseluruhan keputusan para pemimpin ASEAN mengenai implementasi Konsensus Lima Poin ini, maka terkandung pesan sebagai berikut, pertama ini adalah untuk pertama kalinya para pemimpin ASEAN menegaskan tidak diizinkannya wakil tingkat non poliitk dari Myanmar untuk berpartisipasi dalam KTT ASEAN dan Pertemuan Menteri Luar Negeri ASEAN, dan ini adalah keputusan tertulis pertama pada tingkat pemimpin ASEAN yang dikeluarkan oleh ASEAN. Tentunya ini menjadi yurisprudensi bagi ASEAN," kata Menlu Retno.
Peringatan Kuat untuk Myanmar
Lebih lanjut, Menlu Retno mengatakan bahwa paragraf 9 tersebut mengirim pesan kuat yang bernada peringatan kepada junta militer, apabila situasinya tidak membaik maka pengaturan diterapkan untuk Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) dan ASEAN Ministerial Meeting dapat berlaku untuk pertemuan ASEAN lainnya.
"Jadi itulah kalau kita lihat dari keputusan tersebut pesan yang ingin disampaikan oleh para pemimpin ASEAN," ujar Menlu.
Ia turut mengungkapkan bahwa dalam Sesi Retreat KTT ASEAN, dialog yang terjadi kebanyakan fokus terhadap perkembangan situasi di Myanmar.
"Rata-rata para pemimpin ASEAN menyampaikan concern dan bahkan kekecewaan bahwa situasi di Myanmar semakin memburuk, tidak adanya kemajuan yang signifikan dalam implementasi Konsensus Lima Poin dan tidak adanya komitmen junta militer Myanmar untuk mengimplementasikan Konsensus Lima Poin," kata Retno.
Advertisement